CHAPTER TWENTY SEVEN | GO HOME?

2.4K 148 2
                                    

Terhitung ini adalah malam ketiga Dinda berada di salah satu vila yang entah di mana keberadaannya. Tapi, yang pasti, vila ini jauh dari desa dan perkotaan. Pemandangan yang disuguhkan sangat cantik, meskipun begitu Dinda tetap tidak bisa ke mana-mana karena semua pintu dikunci rapat oleh Arda dan anak buahnya.

Sungguh, penyekapan ini bukan seperti apa yang ada di film dan sinetron ataupun penculikan yang biasanya terjadi. Di sana Dinda diperlakukan selayaknya tamu, hampir semua kebutuhannya terpenuhi. Arda pun tak pernah meninggalkan Dinda sendirian, bila ia pergi, ia akan menyuruh anggotanya untuk menemani. Seperti sekarang, Arda tengah menemani Dinda menikmati sunset.

Hembusan angin sore membuat rambut orange Dinda berterbangan dan sesekali menutupi wajah cantiknya. Hal itu menarik perhatian Arda, apalagi saat tangan Dinda menyelipkan rambutnya ke belakang daun telinga. Cantik, itu yang Arda lihat.

"Lo cantik, tapi kenapa sukanya sama Rendy?"

Pertanyaan itu membuat Dinda terkejut, dahinya mengernyit menghadap Arda. "Apa orang cantik gak boleh suka sama Rendy? Kalau begitu, Dinda mau jadi jelek aja."

"Bukan begitu maksud gue. Lo cantik, otomatis yang suka sama elo itu banyak, tapi kenapa lo milihnya Rendy?"

"Gak ada alasan buat mencintai seseorang."

"Jujur aja. Gak mungkin gak ada alasan."

Dinda menunduk memainkan kukunya. "Karena ... Ganteng," ujarnya sangat lirih.

"Tuh, apa gue bilang. Pasti ada alasannya."

Dinda menyengir. "Dinda gak naif, ya, tapi bukan karena itu aja. Tapi ada alasan-alasan lain yang gak bisa dijabarkan."

Arda menyesap teh hangatnya sebelum melanjutkan kalimatnya. "Pernah gak Rendy bersikap seolah dia suka sama lo? Pernah gak dia mencoba balas perasaan lo?"

Dinda terdiam, ada rasa sesak di dada mendengar pertanyaan Arda. Dinda jadi memikirkan suatu hal yang memang hanya khayalan. "Rendy memang gak pernah bilang suka ke Dinda, tapi Rendy pernah cemburu ke Dinda, itu tandanya, dia suka sama Dinda."

"Cemburu karena teman? Gue juga pernah cemburu ke teman karena dia terlalu dekat sama teman barunya. So? Cemburu bukan berarti suka 'kan?"

Dinda menatap lekat bola mata hitam milik Arda. Cowok itu menjawabnya dengan bersungguh-sungguh, apa dia tengah menjatuhkan Rendy sekarang? Atau kalimat itu benar adanya. Cemburu Rendy hanya sebatas teman?

"Dinda gak tau pasti gimana perasaannya. Jadi, jalanin aja dulu."

"Sampai kapan?"

"Sampai Dinda lelah dengan semuanya."

Arda kembali membuka mulutnya, belum sempat berucap Dinda lebih dulu berkata. "Kalau Arda sendiri lagi dekat sama siapa? Atau udah punya pacar kah?"

Arda menggeleng. "Gak dekat siapa-siapa dan gak pacaran juga."

"Kenapa? Arda kan ganteng, baik juga."

Uhuk uhuk

Mendengarnya Arda sampai tersedak salivanya sendiri. Buru-buru ia meredakan batuknya dengan meminum teh hangatnya kemudian menoleh ke arah cewek di sampingnya ini. "Stop bilang gue orang baik, gue ini jahat."

Dinda mengernyit. "Kenapa? Arda kan memang baik, buktinya Arda memperlakukan Dinda dengan baik di sini."

"Berapa kali gue bilang. Gue cuma nyekap elo, bukan mau ngebunuh."

"Tetap aja Arda baik."

"Dari mana lo menyimpulkan itu?"

"Dari Arda yang selalu ngecek keadaan Dinda setiap malam. Dinda tau kok Arda sering ngelihatin Dinda dari pintu, karena waktu itu Dinda cuma pura-pura tidur aja."

Bak tertimpa ribuan ton es batu Arda membelalakkan mata terkejut. Dia seperti seekor kucing yang ketahuan mencuri ikan milik majikan. Arda berdehem meredam kegugupannya. "Cuma mastiin lo aja, gak ada niat apa-apa. Jangan baper."

"Untuk apa Dinda baper? Hati Dinda hanya untuk Rendy seorang. Jadi gimana, sudah pantas kah Arda dibilang orang baik?" tanya Dinda, ia menatap netra Arda dalam, dibarengi senyum manis miliknya. Hal itu membuat Arda salah tingkah, berupaya cowok itu menetralkan detak jantungnya. Jangan lupakan bahwa senyum Dinda mampu menghipnotis siapa saja.

"Ehem, gue ke dalam dulu."

-oOo-

Hari kelima setelah Dinda diculik, Dinda mulai bosan, dia jadi resah sendiri dengan keadaan Kelvin dan teman-temannya. Kabar yang ia dapat dari Arda, mereka tengah khawatir mencari keberadaannya. Dinda bak menunggu khayalan palsu, apakah dia harus menyerah sekarang?

Dinda keluar dari kamarnya mencari keberadaan Arda, tak jauh dari sana dia menemukan Arda tengah berkutat dengan sebuah play station. Dinda duduk di sebelah Arda sembari mengambil cemilan yang ada di sana.

"Arda."

"Hmm."

"Rendy belum cariin Dinda kah?"

Arda mengangkat bahu tak acuh. "Rendy gak tau di mana, teman-temannya aja gak ada yang tau tuh cowok kabur ke mana."

Dinda menundukkan pandangannya, dadanya terasa sesak, matanya pun kian memanas. Arda yang melihat itu bingung sendiri, ia meletakkan stik ps nya kemudian menghadap Dinda. "Lo kenapa?" tanyanya.

"Dinda kangen Kelvin."

Arda menaikkan satu alisnya, kesambet apa nih cewek. Pikirnya.

"Baru sadar sekarang siapa yang bener-bener tulus sayang sama lo? Dari awal lo hilang kembaran sama teman-teman lo sibuk nyariin lo, tapi di sini lo malah minta buat Rendy yang nyelametin."

"Dinda salah ya, Ar."

"Salah. Lo terlalu egois. Bahkan mengharapkan seseorang yang sama sekali gak mikirin elo. Lihat 'kan, Rendy gak ada kabarnya sampai sekarang. Itu tandanya dia gak perduli sama lo. Stop untuk mengharapkan apa yang gak pernah mengharapkan elo."

Arda benar, Dinda terlalu egois, dia memikirkan kebahagiaannya sendiri tanpa memikirkan mereka yang susah payah mencarinya.

"Arda, Dinda pengen pulang boleh?"

Arda membelalakkan mata. Dahinya mengernyit mendengar permintaan Dinda yang menurutnya tiba-tiba ini.

"Lo kesambet apa sih? Kenapa tiba-tiba pengen pulang?"

"Dinda kangen Kelvin, kangen teman-teman juga."

Dinda tak tau perasaan apa ini, tapi hatinya bergerak untuk cepat menemui sang kembaran. Ia ingin meminta maaf dan bercerita betapa hancur dirinya menerima kenyataan yang ada. Ya, dia baru sadar, perkataan Kelvin selama ini benar adanya. Rendy gak pantas untuk Dinda.

"Boleh kan?"

Arda nampak berpikir, cowok itu mengambil stik PS nya kemudian memainkan lagi gamenya yang sempat tertunda. Hening beberapa saat sampai akhirnya Arda berkata, "Enggak," jawaban singkat tapi mampu membuat Dinda terkejut.

"Kenapa?"

"Sudah gue bilang kalau gue ini orang jahat."





















TO BE CONTINUED

Jadi, Arda gak mau ngelepasin Dinda?

Pendukung Kelvin mana suaranya?

Pendukung Rendy?

Selow part ya. Kita main santai aja, ea...

See you next part gaes!!!

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang