CHAPTER SIXTEEN | BALLOON PROBLEM

2.5K 165 3
                                    

Akan ku buat kamu tersenyum agar kamu bisa sayang. Tapi kenapa disaat kamu tersenyum malah aku yang makin sayang.

-oOo-

Disepanjang perjalanan Dinda tak henti mengulum senyum. Pernyataan Rendy tadi mampu membuatnya bungkam sampai saat ini. Dia bahagia, sangat bahagia. Jika Rendy cemburu itu berarti Rendy mempunyai perasaan lebih untuknya. Hah, jika tau seperti ini dari dulu Dinda akan menyuruh Rendy agar melempar kotak bekalnya.

Sama halnya Dinda, Rendy juga ikut bungkam. Meski ekspresinya biasa tapi yakinlah, ada rasa yang tidak bisa ia ungkapkan.

"Ngapain berhenti?" Ini kali pertama Dinda membuka suara setelah kejadian tadi, Rendy memberhentikan motornya membuat Dinda bingung.

"Beli sesuatu," ucap Rendy sembari melepas helm full facenya, lalu mengajak Dinda ikut bersamanya.

Sore ini di tepian cukup ramai. Tepian sungai Mahakam adalah salah satu destinasi bersantai masyarakat Samarinda dan sekitarnya. Jika malam hari, akan lebih ramai orang yang datang, terlebih lagi muda-mudi yang berkencan. Tempat ini juga menjadi tempat favorit Dinda jika sedang gabut di rumah.

"Bawa."

Dinda yang sedari tadi sibuk memperhatikan lingkungan sekitar terkejut saat Rendy tiba-tiba menyodorkan seplastik batagor. Awalnya dia bingung tapi setelahnya menerima batagor itu.

Dari pedagang batagor Rendy beralih ke toko elektronik, entah apa yang akan ia cari karena cowok itu menyuruh Dinda menunggu di luar.

Menikmati batagor yang dibeli Rendy, mata Dinda tak luput memperhatikan orang-orang yang sedang bermain skateboard maupun basket. Dinda jadi penasaran, bagaimana caranya bermain skateboard, karena selama ini cewek itu tidak pernah bisa. Sampai tepukan di pundaknya mampu memecahkan lamunan Dinda.

"Pulang," ujar Rendy.

"Bentar deh Ren, Rendy lihat cowok itu," tunjuk Dinda. "Pasti keren deh kalau Rendy bisa main skateboard kayak gitu."

Rendy memperhatikan sejenak, namun tak lama pandangannya beralih. "Buruan pulang."

"Ish! Selalu aja ngalihin pembicaraan," decak Dinda kesal.

Rendy tak mau ambil pusing, lagian cowok yang ditunjuk Dinda tadi adalah temannya. Hans. Makanya Rendy cepat mengajak Dinda pulang, karena kalau sampai Andy atau teman lain melihatnya, Rendy bisa jadi bulan-bulanan mereka.

Sampai motor Rendy menyodorkan tangan dan berkata, "Batagor mana?"

Hal itu mampu membuat Dinda cengo. Rendy mencari batagornya.

"Titipan temen gue," ucapnya lagi.

Dinda meneguk salivanya alot, ia pikir batagor itu untuknya, semua sudah ludes ia makan, plastiknya saja sudah dia buang ke tong sampah.

"Jangan bilang udah lo makan."

Dinda meringis menampilkan deretan gigi putihnya. "Kirain buat Dinda, jadi Dinda makan."

Rendy terdiam, sorot matanya masih tak percaya. Kemudian menghela napas berat dan memakai helmnya.

"Dinda beliin lagi ya, Ren."

"Gak usah."

"Kenapa gak usah? Dinda gak enak sama teman-teman Rendy, ntar mereka makan apa?"

"Masih ada rumput," jawab Rendy sekenanya membuat Dinda melongo.

"Emang mereka suka makan rumput?"

"Iya."

"Wah keren, kapan-kapan kenalin ya, Ren."

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang