"Bundaaaa beli martabak kok gak bagi-bagi. Gak baik tau makan sendirian," seru Dinda baru turun dari kamarnya, melihat Bundanya menyemil di ruang tamu-menonton TV.
"Udah Bunda beliin tuh di dapur. Bunda cuma beli dua, jadi bagi-bagi sama Abang kamu."
Dinda bergegas menuju dapur, saat melihat kotak martabak di atas meja matanya berbinar, perutnya yang keroncongan membuatnya cepat-cepat ingin menikmati makanan kesukaannya itu. Namun, ekspresi Dinda berubah tidak mengenakan mengetahui kotak itu kosong tiada sisa sedikit pun.
Kelvin yang baru selesai minum langsung dijatuhi tatapan nyalang. "Abang kenapa dihabisin martabaknya!" sungut Dinda kesal.
Kelvin mengangkat bahu. "Gue pikir gak mau."
"Iihh, pasti lah Dinda mau. Kelvin aja yang rakus, makan sendiri gak ingat saudaranya. Bunda bilang 'kan suruh bagi-bagi!" cerocos Dinda. Membuat Kelvin mendelik jengah.
"Iya-iya ntar gue beliin."
"Sekarang!"
"Males, gue ngantuk," kata Kelvin Kemudian beranjak menuju kamarnya. Melihatnya Dinda menggeram kesal, mengadu pada Bundanya.
"Bundaaaa martabaknya dihabisin Kelvin," adu Dinda.
"Loh, perasaan tadi sudah Bunda suruh bagi-bagi."
Dinda semakin kesal dan terus mengomel. Kaca rumah seakan mau pecah mendengar ocehan Dinda. Zahra menggeleng, harusnya ia membelikan mereka sendiri-sendiri. Tapi apalah daya, martabak hanya tersisa dua kotak.
"Awas, ya, kalau Dinda punya sesuatu gak akan Dinda bagi-bagi!" teriak Dinda di depan kamar Kelvin. Kemudian ia beralih masuk ke kamarnya, menutup pintu keras hingga dentuman menggema.
"Kalau rumah sampai roboh Lo tinggal dijalanan!" teriak balasan dari Kelvin dari depan pintu kamar Dinda. Pasti cowok itu akan kelayapan diweekend ini.
Di dalam Dinda menghiraukan. Berbaring di kasur menatap langit-langit kamar, bayangan martabak bertabur keju dan cokelat memenuhi pikirannya. Hingga ia terpikirkan sesuatu, mengambil ponsel disebelahnya dan mengetik sebuah pesan.
RendyArselio: Rendy sibuk kah?
Dinda sangat berharap akan balasan namun, menit-menit berlalu tidak ada jawaban apapun. Dinda pikir Rendy sibuk dengan pekerjaannya. Dinda mengambil laptop-nya, siap menyetel Drakor lagi. Hingga satu episode terakhir ponsel Dinda berdering.
"Lagi di mana?"
"Di rumah. Rendy tumben telepon, gak sibuk kah?" tanya Dinda masih dalam kebingungannya. Tumben sekali Rendy menelepon lebih dulu.
"Tadi sibuk, kenapa chat?"
"Niatnya mau ajak Rendy jalan, bisa kah?"
"Aku sibuk. Bengkel lagi rame."
Dinda mengerucutkan bibirnya. Apa bayangan martabak itu hanya akan menjadi ilusi hari ini?
"Yaah, padahal Dinda pengen makan martabak. Tadi Bunda beli martabak, disuruh bagi-bagi tapi malah Kelvin habisi sendiri. 'kan Dinda kesal," cerita Dinda.
Untuk beberapa detik tidak ada jawaban. Apa ceritanya tidak terlalu penting?
"Tunggu sebentar lagi. Aku ke sana," kata Rendy membuat Dinda tercengang.
"Hah? Rendy beneran mau ke sini? Katanya sibuk?"
"Aku selesaikan kerjaan aku dulu baru ke sana."
Dinda tersenyum senang. Dari balik telepon Rendy amat sadar jika Dinda tengah jingkrak-jingkrak kesenangan sekarang.
"Oke deh. Kalau gitu Dinda siap-siap dulu ya, Ren. Kalau mau ke sini kabarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...