CHAPTER FORTY SEVEN | ALATAS, GARUDA, AND ZELEON

2.4K 164 12
                                    

"Ayaaah, Kelvin ngambil buku tugas Dinda, dia nyontek!" adu Dinda pada Ayahnya yang tengah bersantai di ruang tamu ditemani secangkir kopi. Ditempatnya Hermawan mendengarkan aduan anaknya, biasa si kembar seperti itu.

"Bohong Yah, Kelvin cuma lihat aja, gak nyontek," seru Kelvin ikut turun dari lantai kamar. Di pundaknya tersampir jaket denim dengan kunci motor di tangannya.

"Alasan! Jelas-jelas Kelvin jeplak tadi."

"Pelit amat Lo mentang-mentang pinter."

Hermawan menggeleng. "Makanya kamu banyak belajar biar gak ngerusuhin saudara kamu terus," ucap Hermawan menasehati Kelvin.

"Dinda nya aja yang pelit, Yah," ujar Kelvin. "Udah, ah, Kelvin pamit pergi."

"Ke mana?" tanya Hermawan menyelidik.

"Main, Yah."

"Maaaiiinnn terus kerjaan kamu. Gak bisa gitu diem di rumah semenit aja."

"Bosen Yah di rumah. Goleran doang kayak kepompong."

"Daripada di luar, udah kayak orang gak punya rumah. Mending jadi kepompong lebih aman. Ayah takut kamu keikut nakalnya teman-teman kamu."

Kelvin mendengkus. "Teman-teman Kelvin aman Yah, gak ada yang pake."

"Udah sini duduk-duduk. Gak ada pergi-pergi keluar malam ini. Pusing Ayah lihat kamu kelayapan."

Ditempatnya Dinda berusaha menahan tawa. Saat Kelvin melirik ia mengangkat bahu tak acuh tanda tak bisa berbuat apa-apa.

"Bener kata Ayah kamu. Gak usah keluar-keluar," sambung Zahra. Wanita yang baru selesai membantu bibi memasak.

"Bun...,"

"No!" jawab Zahra mengerti jika Kelvin akan memohon.

Kelvin berdecak kesal, wajahnya berubah masam, cowok itu lantas melempar jaketnya di sofa dan ikut duduk di samping Ayahnya. Dinda pun turut ikut duduk di samping Bundanya. Langka sekali berkumpul bersama seperti ini. Sayangnya tidak ada Fendy. Cowok itu sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya.

Mereka mulai berbincang dari hal sekolah sampai kegiatan sehari-hari. Sampai suara bel rumah membuat Dinda bergerak membuka pintu. Dinda terkejut melihat Arda berada di rumahnya.

"Arda tumben, ngapain?"

"Ngajak jalan. Tadi gue udah coba nelpon elo tapi gak diangkat. Jadi gue beraniin diri aja buat ke sini. Bisa gak?"

Dinda menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kenapa tiba-tiba? Ia belum ada persiapan sama sekali.

"Kalau gak bisa juga gak papa kok."

"Bisa-bisa. Tunggu, ya, Dinda siap-siap dulu."

"Gue sekalian ijin sama orang tua Lo, ya. Gak enak kalo gak ijin."

Dinda mengangguk, membiarkan Arda ikut ke dalam rumahnya. Sampai di ruang tamu hampir semuanya dibuat terheran akan kehadiran Arda. Tapi tidak untuk Kelvin, cowok itu melirik sekilas lalu fokus kembali dengan ponsel miringnya.

"Yah, Bun, kenalin ini Arda, temen Dinda."

"Hallo, Om, Tante." Arda menyalami keduanya yang tersenyum hangat padanya. Dari sini mampu Arda simpulkan bahwa mereka baik dan ramah. "Saya ijin mau ngajak Dinda jalan Om, boleh gak?"

Hermawan menaikan satu alisnya. "Mau jalan ke mana?"

"Gak jauh-jauh kok, Om. Ke tepian aja."

Hermawan mengangguk berulang. "Asal dijagain dan pulangnya gak malam-malam gak papa."

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang