Pukul sebelas malam Rendy dan Dinda masih dalam perjalanan pulang dari pantai. Karena mengunjungi beberapa tempat membuat mereka pulang selarut ini, ditambah hujan yang cukup deras membuat Rendy tidak berani memacu terlalu laju mobilnya.
"Serem banget udah gelap, sepi lagi. Anak-anak yang paling belakang mudahan gak apa-apa," ujar Dinda.
"Tenang aja jarak kita gak terlalu jauh kok. Kamu kalau takut dibawa tidur aja. Kecapekan juga kan dari tadi main air terus," ujar Rendy masih fokus menyetir.
"Kalau Dinda tidur yang nemani Rendy siapa? Kasihan Rendy nyetir sendiri gak ada yang ajak ngobrol," katanya menatap Rendy.
Senyum Rendy mengembang. "Udah tidur aja gak usah dipaksa-paksa melek."
"Enggak Dinda gak ngantuk kok. Dinda mau nemani Rendy."
Rendy mengangguk menanggapi. Ia tahu bahwa Dinda sedang berbohong. Jelas ia lihat Dinda menguap beberapa kali dan mata cewek itu sudah merah. Lima belas menit berlalu dan hal yang Rendy duga terjadi—Dinda tertidur pulas. Merasakan suhu mobil yang cukup dingin Rendy menurunkan suhu AC nya. Sempat berhenti dipinggir jalan sebentar untuk menyelimuti Dinda dengan jaketnya yang ia ambil dari jok belakang.
Menatap Dinda sebentar tanpa sadar senyum Rendy mengembang. Wajah Dinda adalah wajah yang selalu ada dalam benaknya. Awal jumpa saat pertama kali MOS dan Dinda menjadi peserta terbaik waktu itu. Pertama kali melihat Dinda tersenyum Rendy langsung terpana. Beberapa minggu bersekolah juga Rendy selalu mencuri-curi pandang dengan Dinda, mencari tahu tentang Dinda lewat perantara teman-temannya sampai akhirnya hal tak terduga cukup memukul hatinya. Di saat tahu kalau Dinda adalah kembaran dari musuhnya sendiri—Kelvin itu sulit untuk Rendy. Oleh karenanya ia mencoba menyingkirkan Dinda perlahan dari otaknya tetapi sialnya Dinda justru terpikat padanya. Dan hal selanjutnya adalah seperti yang sudah kalian ketahui.
Percayalah, Rendy sangat mensyukuri keadaan ini. Dibalik rapuh dirinya ada Dinda yang selalu menguatkannya.
****
Pukul satu dini hari Rendy baru sampai di rumah Dinda. Satpam rumah bergegas membuka gerbang dengan membawa payung. Rendy memarkirkan mobilnya di garasi. Terlihat Kelvin belum sampai rumah. Melepas sabuk pengaman Rendy kembali memperhatikan Dinda. Ada rasa tidak tega untuk membangunkannya.
"Eumh ... Udah sampai rumah?" tanya Dinda yang beruntung bangun dengan sendirinya.
Rendy mengangguk. "Udah. Masuk sana mandi terus tidur."
"Rendy mau langsung pulang?"
"Iya."
"Tapi masih hujan tau, Rendy mampir dulu aja." Dinda mengecek jam di ponsel. "Tuh udah jam segini, Rendy gak capek apa?"
Belum sempat Rendy menjawab pintu mobilnya diketuk seseorang membuatnya sedikit terkejut. Rendy membuka pintu, ternyata ada satpam dan juga ayahnya Dinda.
Rendy segera turun dari mobil, begitupun juga Dinda. Dinda langsung menghampiri sang ayah dan Rendy memberi salam.
"Abang kamu belum sampai?" tanya Hermawan.
"Kelvin masih ngantar Syila sama Joey," jawab Dinda.
"Ohh ya sudah kalau gitu kalian masuk rumah sana, bersih-bersih badan terus istirahat."
"Om, Rendy mau langsung pulang aja."
"Kenapa pulang? Udah jam segini lho, mana hujannya deras banget, petirnya juga besar-besar. Om aja masih khawatir ini Kelvin belum sampai rumah, kamu malah mau jalan lagi."
"Tuh dengerin kata Ayah!" seru Dinda.
"Kamu malam ini tidur di sini aja sama Kelvin. Ayo!" ajak Hermawan. Pria paruh baya yang masih terlihat muda itu merangkul bahu Rendy untuk masuk ke rumah, dan mau tidak mau Rendy menuruti, ia tidak enak hati menolak walau kenyataannya badannya emang cukup lelah, Rendy ingin langsung berbaring di kasur empuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Roman pour Adolescents[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...