Jumpsuit dusty dengan kaos pendek serta sepatu snekers putih menjadi pilihan Dinda malam ini. Sedangkan, cowok berhoodie hitam di sampingnya kini tengah berbesar hati mendengarkan segala ocehannya. Dinda senang. Meski setiap ucapannya hanya dibalas 'iya', 'oke', 'bagus' atau gumaman saja.
"Ihh, lihat deh Ren itu bagus banget!" tunjuk Dinda pada salah satu lampion berbentuk bintang besar lalu di sekitarnya ada bintang-bintang kecil. Seperti manusia umumnya. Dinda menyukai bintang.
Kali ini Rendy tidak bergumam. Cowok itu ikut terpukau oleh apa yang ditunjuk Dinda. Kedua alisnya terangkat ke atas seolah hal itu begitu menabjubkan.
"Mau foto?" ajak Rendy membuat Dinda menoleh spontan. Cewek keriting gantung itu membinarkan mata sempurna.
"Rendy ngajak Dinda foto?" tanyanya tak percaya.
"Siapa yang ngajak. Gue cuma nanyain lo mau foto gak. Kalau mau biar gue fotoin," ujarnya. Seperti bukan Rendy biasanya. Tapi tetap saja mengesalkan.
Dinda menghentakan kaki dan berdecak. "Rendy ngeselin, deh."
Rendy terkekeh, mengacak puncak kepala Dinda gemas. Tentu hal itu membuat Dinda mematung. Netra Rendy menunjukkan seolah dia tak boleh ke mana-mana. Memenjara Dinda dalam rasa tanpa kepastian.
"Jangan suka kepedean."
Harusnya Dinda sadar. Rendy itu paling bisa menerbangkan hati setinggi langit lalu dijatuhkan ke dasar lautan paling dalam.
"Yaudah ayo foto," ajak Dinda menarik-narik lengan Rendy. Kalo Rendy gak mau ngajak biar Dinda aja yang ngajak. Pikirnya.
"Rame Dinda," tukas Rendy tanpa melepas tangan Dinda dari lengannya.
"Nunggu sepi keburu shubuh," sanggah Dinda, kemudian kembali menarik lengan Rendy paksa. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya membuat Rendy mau tak mau mengiyakan daripada mendengar rengekan cewek itu. Yang ada orang-orang akan menatap sinis padanya.
"Mbak-mbak tolong fotoin, ya," pinta Dinda pada salah satu pengunjung dan langsung diiyakan. Buru-buru Dinda mencari tempat dan pose yang apik.
Cekrek
Dinda melihat hasil fotonya. Hal itu membuatnya mengerucutkan bibir kesal karena wajah Rendy yang terlewat datar. Rendy menaikkan satu alisnya tanda ia tak mengerti. Dinda menghampiri Rendy. "Senyum dong, Ren. Kayak gini nih." Dinda menarik kedua sudut bibir Rendy dengan jemarinya. Membuat sudut bibir cowok itu melengkung ke atas.
"Oke sip. Pertahanin."
Dinda mencari pose lagi. Cewek itu juga sempat merangkul tangan Rendy agresif. Walau Rendy beberapa kali menolak risih tapi cewek itu terus memaksa. Kadang mbak-mbak yang dimintai tolong terkekeh sendiri melihat tingkah konyol keduanya. Hingga sesi foto itu diakhiri saat Rendy memegang puncak kepala Dinda.
"Makasih ya mbak."
"Sama-sama."
Dinda melihat hasil fotonya. Senyum mengembang di wajahnya. Di foto, Rendy tersenyum meski terlihat kaku.
"Ketahuan banget kalo jarang foto," ucap Dinda.
"Males aja."
"Pasti maunya foto prewedding sama Dinda yaaaa?"
Rendy menyunggingkan senyum miring. "Halu," ucapnya lalu beranjak pergi. Lagi-lagi Dinda ditinggal.
Aku selalu berharap kau menengok ke belakang untuk sekadar menyapa atau memberi semangat. Namun kenyataannya kau tetap melangkah ke depan tanpa perduli aku yang terus mengharap kau berbalik. Kau harus tau, ada kalanya kaki ini berhenti mengejar ketika hati tak mampu bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...