CHAPTER TWELVE | DARK LIFE

2.6K 164 2
                                    

Mentari mulai meredup pertanda akan berganti sang purnama, mendukung suasana hati Rendy yang kini menginjakkan kembali kakinya di rumah yang tak ia singgahi beberapa bulan belakangan ini. Bukan tanpa alasan Rendy ke sini. Dia pulang hanya untuk mengambil pakaiannya yang masih tersisa di rumah. Karena pakaian yang ia bawa ke kost sudah mulai menyusut. Entahlah bajunya yang kecil atau badan Rendy yang melebar intinya tak muat saja.

Wajah Rendy yang datar semakin tak mengenakkan kala cowok itu melihat mobil sang ayah terparkir di halaman, tanda orang tuanya sedang berada di rumah. Hal yang membuatnya memantapkan hati akan peperangan apa lagi yang terjadi beberapa menit saat ia sampai di dalam nanti.

"Kalau kamu tidak begitu semua gak akan terjadi seperti ini!"

"Pa, selama ini aku sudah menuruti semua permintaan kamu. Apa tidak ada satu balasan pun yang mau kamu kasih ke aku?"

"Untuk apa aku memberi balasan pada istri gak berguna kayak kamu!"

"Cukup Pa, aku sudah muak sama sikap kamu. Kalau seperti ini terus mending kita-"

"Cerai."

Perkataan itu lolos bukan dari dua orang yang tengah bertikai tersebut. Melainkan dari seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka. Tatapannya datar, meski terlihat menahan amarah.

"Itu 'kan yang kalian mau?"

-oOo-

Cowok bersurai mata cokelat dilengkapi bekas luka di wajahnya itu berjalan menuruni anak tangga. Ekspresi wajahnya tampak biasa tak mengisyaratkan ketakutan ataupun memelas setelah kesekian kalinya mendapat ceramah dari sang ayah. Belum sempat Kelvin menempatkan pantatnya di sofa, pertanyaan sang kakak tiba-tiba saja meluncur mulus, mampu membuat ekspresi Kelvin berubah dari tenang ke posisi tak mengenakkan.

"Gimana rasanya diomelin ayah setiap hari? Gurih-gurih enyoy kan?"

Fendy berucap dibarengi tawa dari Dinda. Jika ada Fendy di rumah cewek itu memang selalu ada dipihak sang kakak. Tetapi, jika Fendy tidak ada di rumah dan dia dengan sengaja merecoki Kelvin. Ya, salam. Mati saja dia.

"Setiap hari diomelin itu gimana sih Vin rasanya?" tanya Dinda.

"Dari pada kalian berdua ngebacot terus, kenapa gak nyoba sendiri aja," ujar Kelvin.

"Dih ogah, kita mah anak baik-baik gak kayak elu!"

"Baik dari mana kerjaan elo tiap hari cuma ngebucin doang!" Kelvin kesal. Sampai-sampai dia memanggil Fendy dengan sebutan lo-gue. Fendy tak mempermasalahkan itu karena dia tau jika adiknya sedang kesal.

"Ngebucin ndas lo! Yang ada elo ngebucin tiap hari."

"Serah."

Merasa keki sendiri Kelvin beranjak pergi dari tempat tersebut. Mengurungkan niat untuk bermain PS. Mood nya jadi buruk karena dua saudaranya itu.

"Marah-marah mulu lo kek anak perawan!"

-oOo-

Rendy memasukki kamar mandi, handuk ia gantungkan di gantungan yang ada di sana, membalikkan badan dan menatap datar cermin dihadapannya. Hingga cermin berukuran sedang itu pecah menjadi korban amukkannya.

Rendy meninju cermin itu dengan amarah yang memuncak, rahangnya mengeras dengan tangan yang mengepal kuat. Mengandai jika tinjuan itu dapat membuatnya puas tapi nyatanya tak pernah bisa.

Rendy mendongak, menghapus air mata yang membanjiri pipi. Mengambil pecahan cermin itu dan kembali menyayat pergelangan tangan kirinya.

Darah segar kembali menetes, tetapi tetap tidak bisa mengganti atau sekadar meringankan rasa sakitnya. Melihat orang tua yang akan berpisah, siapa yang tidak akan terluka?

Sayatan demi sayatan kembali menghiasi lengan Rendy, bahkan luka lama saja belum sembuh tetapi Rendy telah memberikan luka baru, luka yang lebih dalam tentunya.

"Arrgghhh! Egois!" teriaknya marah. Rendy benar-benar terlihat lemah.

Kesekian menitnya Rendy membasuh tangan kirinya. Membiarkan darah itu luruh bersamaan air yang mengalir. Senyum kecut tercetak di wajahnya. Menghiraukan rasa perih yang menurutnya, hambar.

Selesai melakukan aksinya, Rendy kembali memakai stocking lengan andalannya. Menutupi sayatan itu dari pandangan teman-temannya.

Di luar kostan ada Abay yang terlihat santai menyesap rokok ditemani kopi hangat. Cowok itu masih tak menyadari kehadiran Rendy. Sampai ucapan Rendy mampu membuatnya terkejut.

"Kumpulin anak-anak. Kita serang Garuda sekarang!"











TO BE CONTINUED

Huaaa Rendy, kenapa coba begitu? Kan nyeri akunya.

Jangan lupa voment ya gaes!

See you next part gaes!!!

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang