Senin pagi hari ini cukup cerah diiringi kicauan burung. Siswa-siswi SMA Harapan Bangsa terlihat memasuki gedung sekolah dengan candaan dan cerita, satpam sekolah menjaga gerbang juga petugas kebersihan menyapu dedaunan yang berguguran.
Di dalam kelas Sabrina melambaikan tangan pada Feysi yang baru datang, tetapi gadis berbandana merah itu malah melaluinya dan duduk di kursi belakang. Sabrina menoleh. "Lo ngapain duduk di sana, sini!" suruh Sabrina menepuk kursi di sebelahnya.
"Terus Dinda lo suruh duduk mana?" tanya Feysi.
Hening beberapa saat, mereka saling tatap kemudian Feysi mengambil tasnya. "Oiya, kan Dinda gak datang lagi, ya," ujarnya lalu duduk di sebelah Sabrina.
"Masih aja," ujar Sabrina. "Nanti mau datang ke rumahnya gak? Kangen gue."
"Boleh boleh, gue dapat info dari Galang juga katanya Kelvin sakit."
"Kita temuin Dinda aja deh, gue masih gak tega ketemu Kelvin," usul Sabrina.
"Sama sih gue juga."
Perhatian mereka teralihkan pada seorang gadis yang masuk kelas lalu duduk di meja depan. Dengan sinis Sabrina berseru, "heh, lo penghianat!"
Merasa tidak diharuskan Sabrina merobek kertas-menggulungnya lalu melemparkan pada Syila. Gadis rambut panjang sepinggang itu menoleh.
"Pindah ke belakang, jangan ngerusak pemandangan gue buat belajar!" ketus Sabrina. "Denger gak lo?!"
Syila segera bangkit dari tempatnya duduk lalu memenuhi perintah Sabrina untuk duduk di belakang. Ia mencari duduk di pojokan dekat jendela. Menaruh tas perhatian Syila jatuh pada pemandangan luar, ia menatap langit biru dengan burung-burung yang berterbangan. Seketika matanya memburam seperti ada bulir keristal yang akan terbentuk. Gadis itu mengepalkan tangan kuat sampai tak peduli kuku panjangnya melukai telapak tangan.
****
Kelvin membuka mata ketika merasakan kehadiran seseorang di kamarnya. Cowok yang tengah meringkuk di balik selimut tebal itu terlihat tak bertenaga, bahkan matanya sangat sayu.
Dinda mengecek suhu tubuh Kelvin dengan punggung tangan. "Panas banget, Kelvin kenapa susah banget sih disuruh minum obat? Gak tau ya kalau Bunda khawatir sama keadaan Kelvin?"
Cowok itu diam, mata beratnya berusaha terbuka demi menatap wajah kembarannya. "Lo juga sakit, kenapa malah khawatirin gue?" ujarnya parau.
"Dinda udah gak sakit lagi, kan sudah berobat. Makanya Kelvin jangan susah kalau diajak berobat." Dinda mengamati obat-obatan yang ada di nakas samping kasur. "Tuh, kan, obat-obatnya gak diminum, buburnya gak dimakan. Kasihan Bunda yang bawain ke sini."
"Bawel banget."
"Ya, bawel lah. Sama aja kayak Dinda sakit kan satu rumah yang khawatir, begitu juga kalau Kelvin atau Kak Fendy yang sakit," ujar Dinda. "Obatnya diminum, ya."
"Pahit."
"Kalau manis itu Dinda."
Kelvin menyungging senyum tipis, dalam keadaan seperti ini sempat-sempatnya Dinda bercanda.
"Buruan diminum."
Dengan tubuh yang terasa berat Kelvin berusaha bangkit. Mengambil obat dan segelas air lalu meminumnya. Cowok itu menatap Dinda. "Udah kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...