CHAPTER FIFTY ONE | INVISIBLE WOUNDS

2.3K 164 33
                                    

"Rendy, sini dulu," panggil Firman—papa Rendy pada Rendy yang baru turun dari kamarnya.

Meja makan sudah berisi banyak menu sarapan juga Mama dan Papanya. Rendy menyampirkan jaket Alatas di samping kursi yang ia duduki lalu mengambil sepotong roti berselai kacang kesukaannya.

"Sebentar lagi perusahaan Papa ulang tahun—"

"Saya gak mau terlibat," tukas Rendy cepat, sudah paham akan rencana Papanya.

"Kamu anak Papa. Setidaknya kamu datang untuk menghargai acara yang Papa buat."

Mengangkat sebelah alisnya. "Lalu Anda akan memperkenalkan saya pada teman-teman Anda sebagai penerus bisnis?" kata Rendy. "Saya tidak tertarik."

Firman baru akan angkat bicara namun Desti mencegahnya.

"Ren, ikuti aja kata Papa kamu. Selain merayakan ulang tahun perusahaan, Papa juga akan merayakan proyek besar Papa yang berhasil. Akan banyak rekan-rekan kantor Papa yang datang. Kamu sebagai anak harus hadir. Kalau bukan karena Papa, setidaknya untuk Mama," ucap Desti.

Rendy mengerlingkan mata. Mengambil jaket lalu beranjak dari duduknya.

Lagi-lagi Firman dan Desti hanya menghela napas melihat Rendy yang terlanjur benci.

-oOo-

Meneliti dari lantai atas Dinda menyorot jengah anak Zeleon yang dijemur di lapangan. Lagi-lagi Kelvin dan antek-anteknya membuat ulah hingga Dinda enggan mengakuinya kembaran. Sampai kapan Kelvin terus seperti itu? Bisa-bisa masa depannya hancur hanya karena pergaulan.

"Dari awal Dinda udah gak suka sama pergaulan Kelvin. Lihat, dari sini aja kelihatan kelam banget masa depannya. Menurut Rendy gimana?" tanya Dinda pada Rendy yang berada di sampingnya.

"Biasa aja."

"Kok biasa aja ,sih!" seru Dinda tidak terima. Jawaban Rendy terbilang simpel. "Rendy gak tau ya, Kelvin itu kalau main berangkat pagi pulang pagi lagi. Gak ada tuh kumpul bareng saudara-saudaranya. Udah gitu pulang bawa hadiah. Kalau gak muka bonyok ya surat peringatan dari sekolah," cerita Dinda.

"Namanya juga cowok."

Dinda membelalak. "Terus tanggapan Rendy tentang cewek yang suka gibah itu gimana? Biasa aja?"

Rendy mengangguk membenarkan. "Namanya juga cewek."

Ya Tuhan. Kalau tidak dosa ingin Dinda mendorong Rendy dari lantai dua. Tapi sepertinya tidak mungkin, Dinda bisa apa tanpa Rendy? Bisa gila iya.

Dinda kembali memperhatikan hingga Kelvin tak sengaja menangkapnya. Dinda memeletkan lidah mengejek, melihatnya Kelvin melotot lalu mengangkat kepalan tangannya menantang. Dinda terkekeh, sama sekali tidak ada takut-takutnya. Sampai akhirnya Dinda membelalak kaget mendapati Syila dan Aura digiring oleh Bu Reta ke tengah lapangan, ikut berbaris bersama anak Zeleon. Bukan hanya Dinda, Zeleon pun ikut terperangah, begitu pula Rendy yang mengernyit heran.

"Mereka kenapa, kok dihukum?" tukas Dinda bertanya-tanya.

Rendy menggendikan bahu tidak tau.

Lagi-lagi Dinda memperhatikan, hingga keterkejutan terjadi saat Aura mendorong Syila sampai terjatuh. Spontan hal itu menarik perhatian Zeleon terutama Kelvin, karena tepat Syila terjatuh di sampingnya. Entah apa yang ada dipikiran Kelvin, cowok itu berdiri menantang Aura. Menatap marah serta mengata-ngatai Aura, Dinda tidak bisa mendengarnya tapi terlihat Kelvin emosi sekali.

Dinda menoleh saat Rendy berlari menuju lantai bawah. Tanpa banyak berpikir kenapa dan mengapa Dinda mengikuti jejak cowok itu. Hingga tiba di tempat kejadian Rendy langsung memasang badan di depan Aura.

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang