Seragam putih abu-abu cowok itu sudah tidak beraturan. Baju keluar dengan dasi yang tidak lagi melingkar di kerah bajunya. Rambut acak-acakan, wajahnya merah menahan amarah serta tangan yang tak henti mengepal. Sorot matanya tajam, setajam elang yang siap memangsa. Di depan cowok itu ada seseorang yang tengah tersungkur di lantai, memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan darah segar. Sudut matanya juga membiru, padahal lukanya yang lama saja belum sembuh total. Dapat dibayangkan seberapa sakitnya.
"DINDA GAK ADA SANGKUTPAUTNYA SAMA MASALAH KITA! KALAU LO EMANG LAKI, JANGAN BAWA ORANG LAIN DALAM MASALAH INI." Suara Rendy meninggi, terdengar tajam dan penuh penekanan. "SEKALI LAGI LO LIBATIN ORANG LAIN DALAM MASALAH KITA. GUE GAK AKAN SEGAN-SEGAN NGABISIN LO DETIK ITU JUGA!"
Setelah mengucapkan kalimatnya Rendy berbalik, ia rasa pelajaran untuk Arda cukup.
"Kenapa lo bersikap berlebihan begini? Khawatir lo gue nyekap Dinda?"
Kalimat Arda mampu menghentikan pergerakkan Rendy. Cowok itu menggertakan giginya. "Gue cuma gak suka lo libatkan orang lain. Terlalu pengecut dan kampungan!"
"Apa bedanya waktu gue libatkan Aura? Cewek yang dulu pernah suka sama lo? Gue rasa lo masa bodo sama dia. Tapi kenapa kalau sama Dinda sikap lo berlebihan gini? Bukannya lo gak suka sama dia? Atau ... Diam-diam lo udah mulai suka sama dia?"
Rendy berbalik, ekspresinya berubah datar dan dingin, tapi matanya masih menyiratkan peperangan. "Gue begini karena gue gak mau ada orang lain yang terlibat dalam masalah kita."
Arda tersenyum picik. "Itu alasan lo? Kalau gitu gak papa dong gue ganggu Dinda."
"Lo ganggu dia. Berurusan sama gue."
-oOo-
"Pulang sama Galang, gue ada urusan."
Mendengarnya Dinda mendengus. Lagi-lagi harus pulang bersama kaleng soda. Cewek itu tak bisa menolak. Ia masih trauma akan kejadian yang menimpanya beberapa hari lalu.
Dinda tidak langsung pulang. Cewek itu masih menunggu kedatangan Galang. Duduk di pos satpam SMA Harapan Bangsa. Kaki ia ayunkan menghalau kebosanan sampai deru motor terdengar ia baru berdiri.
"Lama banget si...ih."
Dinda mengernyit heran melihat motor ninja hitam tepat di hadapannya. Ini bukan motor Galang. Dari body si joki pun Dinda berani yakin jika ini bukan orang yang ditunggu. Deg. Dinda tersadar dalam kebingungannya, seketika dibuat terkejut saat sadar bahwa orang di hadapannya sekarang ini adalah ... Rendy Arselio-Ketua geng besar Alatas.
"Gak pulang?"
Pertanyaan itu menghancurkan lamunannya. Sebisa mungkin Dinda mengontrol hatinya untuk tidak luluh oleh pesona The fridge runs tersebut. "Ini juga mau pulang. Masih nunggu Galang. Lo ngapain di sini, pergi sana! Ganggu ketenangan orang aja."
Rendy membuka helm full face yang dikenakan. Merapikannya dengan jemarinya. Tampan. Tidak, Dinda tidak boleh luluh begitu saja. Ia mengalihkan pandangan, menetralkan degub jantungnya. Bagaimana bisa ia melupakan Rendy jika bertemu saja perasaannya dibuat berantakan?
"Apa kabar?"
"Gak penting juga buat elo kan?" jawab Dinda tanpa menoleh sedikitpun.
Rendy berusaha tenang menghadapi cewek di hadapannya ini. "Pulang sama gue."
"Gak mau!"
"Kenapa?"
"Ya karena Dinda gak mau! Perlu gitu Dinda kasih tau alasannya?"
Helaan napas terdengar. Sebisa mungkin Rendy tidak tersulut rasa kesal. "Lo gak akan suka kalau gue udah maksa."
"Rendy kenapa sih suka banget bikin Dinda kesal. Kalau Dinda dekati Rendy menjauh, tapi giliran Dinda menjauh dan berusaha gak perduli Rendy malah dekati. Mau Rendy itu apa sih? Kenapa suka banget bikin Dinda bingung?"
"Kalau emang gak suka yaudah gak suka aja. Gak usah bersikap seolah-olah suka yang bikin Dinda berharap."
"Sekarang terserah Rendy mau ngapain Dinda gak perduli."
Kalimat beruntun Dinda lontarkan. Meluapkan unek-unek yang sudah lama mengendap di kepalanya. Napasnya sampai naik turun menahan emosi yang menggebu-gebu.
"Udah?"
Cengo seketika. Dalam keadaan seperti ini pun cowok itu masih bersikap biasa? Jawaban super simplenya membuat Dinda menggeram siap mencekiknya kalau-kalau ia kalap. Tapi semua itu coba Dinda tahan.
"Belum! Masih banyak hujatan-hujatan untuk Rendy."
"Yaudah lanjutin." Rendy menyangga dagu dengan satu tangannya menatap Dinda. "Gue dengerin."
"COWOK GILA, JENGKELIN, NGESELIN. DINDA BENCI SAMA RENDY!!"
Senyum tipis tergambar di bibir Rendy. "Yakin benci sama gue?"
Dinda tercekat saat tangan Rendy bergerak menangkup kedua pipinya. Walau ada jarak tetap saja netra Rendy memaksa Dinda untuk larut dalam pesonanya. Jangan tanya perasaan Dinda gimana? Sudah pasti sangat tidak beraturan sampai sulit dideskripsikan.
"Jangan pergi. Gue lagi berusaha untuk memantaskan diri."
TO BE CONTINUED
Minal aidzin walfaizin gaes.
Gimana untuk part ini? Pendek ya? Hehe sengaja karena pingin fokus ke Rendy sama Dinda aja. Ada yang kangen sama mereka berdua? Siap untuk part selanjutnya?
See you next part gaes!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...