Memegangi ujung tali tas gendongnya Dinda menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Diikuti Kelvin yang memantau di belakang bersama Galang dan Zeyn.
Tepat di persimpangan jalan Dinda tak sengaja menabrak seseorang. Ia hampir saja terjungkal, untung bisa mengimbangi. Dinda melihat siapa yang menabraknya, dan saat itu juga hatinya berdesir hebat, jantungnya pun dibuat berdetak tak normal. Tatapan dingin dengan ekspresi datar kembali ia lihat. Netranya pun sempat bertabrakan lama sebelum akhirnya Dinda tersadar dan berucap, "Kalau jalan lihat-lihat dong, punya mata 'kan? Lain kali kalau ngelihat pakai mata kepala jangan mata kaki!" Setelah mengeluarkan kalimat pedasnya Dinda langsung pergi. Tak lupa menabrak bahu cowok itu membuat cowok itu menatap bingung. Ada apa?
Baru beberapa langkah, Dinda menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Rendy yang ternyata memperhatikannya. "Udah nabrak bukannya minta maaf malah diam aja. Gak pernah diajarin sopan santun ya?"
"Lo kenapa?" tanya Rendy, masih datar seperti biasanya.
Dinda enggan menjawab, ia memilih pergi. Melihatnya Rendy menaikkan bahu tak acuh, Dinda memang aneh pada waktu tertentu.
***
Yang tadinya ramai kelas menjadi hening seketika, terutama Franky dan Joey yang langsung berhenti memainkan game online. Terkejut mendapati cowok yang duduk di hadapan mereka khas wajah datarnya.
"Bisa santai aja gak lihatnya?"
Franky tersadar, ia langsung berdiri tepat di sebelah meja cowok itu. "Dari mana aja lo?" tanya Franky penuh rasa penasaran.
Rendy mengeluarkan earphone dari dalam tas nya, menyetel lagu tanpa menjawab pertanyaan Franky.
"Gue lagi nanya!"
"Dan gue gak pingin jawab."
Franky tersenyum mengejek sembari berkacak pinggang. "Katanya ketua Alatas. Apa pun masalah yang terjadi diselesaikan bareng-bareng, tapi apa? Masalah sebesar kemarin lo malah gak ada."
Rendy menoleh, dahinya mengernyit tanda tak paham. "Maksud lo apa?"
"Kit-"
"Hadirnya dirimu berikan suasana baru..."
Keduanya menghela napas berat, suara khas Zeyn mendominasi kelas. Tiga serangkai sudah ada di kelas itu berarti ketenangan susah didapatkan. Bersamaan itu pula bel masuk berbunyi, Franky memilih menjeda ucapannya dan akan menceritakannya nanti.
***
"Apa kabar calon adik ipar, sehat-sehat aja 'kan?"
Dinda mengangguk, meski awalnya terkejut saat Cellin-cabe-cabean berkelas SMA Harapan Bangsa menghampiri dan langsung duduk tepat di sampingnya. Dinda tidak sendirian, ada tiga sahabat setianya yang menemani seperti biasa.
Mendengarnya Feysi berdecih. "Calon adik ipar? Sejak kapan Kelvin jadian sama, lo? Kege'eran banget jadi people," cibir Feysi tak suka.
"Sewot mulu jadi human. Ngomong aja kalau lo iri sama gue," balas Cellin sembari menyibakkan rambutnya, untung Dinda sempat menghindar jadi tidak terkena tamparan rambut tersebut.
"Iri? Sama lo?" Feysi tertawa sumbang. "Sorry-sorry aja nih ya, gue jauh lebih iri sama Syila yang bisa dikejar-kejar Kelvin daripada elo yang bisanya cuma ngemis-ngemis doang!"
Cellin tersenyum picik kemudian melirik Syila. Cewek itu hanya diam semakin membuat Cellin geram. "Syila, ya? Haha, memang sih saat ini dia dikejar-kejar Kelvin tapi harusnya dia mikir, setiap orang itu punya batas kesabaran masing-masing. Dan siapa yang tau kalau endingnya Kelvin menyerah dan malah berbalik ngejar gue? Girls, selama ini gue gak pernah maksa Kelvin buat suka sama gue. Jadi kalau suatu saat Kelvin jatuh ke tangan gue itu bukan salah gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...