CHAPTER TWENTY | RENDY'S ANGRY

2.6K 168 1
                                    

Suasana kantin sangat ramai, beruntung Dinda dan yang lain sudah mendapatkan tempat duduk hingga tak harus rebutan bangku. Dinda menyeruput lemon tea kesukaannya, sesekali mengaduknya menghilangkan kebosanan.

Ting!

Notif itu berasal dari ponsel Feysi. Feysi mengeceknya, seketika wajahnya berubah masam. Feysi menghiraukan, mematikan layar dan kembali sibuk memakan siomay.

Dinda mengernyit heran. "Dari siapa, Fey?" tanya Dinda penasaran.

"Si makhluk aneh, Galang! Gedeg gue sama tuh bocah, dapat nomor gue dari mana coba?"

Sabrina membelalak. "Seriusan Galang? Anjay, tuh bocah suka sama lo?"

Feysi mengangkat bahu tak acuh, mau Galang menyukainya atau tidak hatinya tetap pada ketua Zeleon—Kelvin Pramata Hilton.

"Galang memang suka sama Fey, waktu itu dia pernah bilang sama Dinda katanya Feysi itu imut. Malah Dinda dibilang mirip Anabel, jahat gak tuh!"

Ketiganya tak dapat menahan tawa, melihat Dinda dan Galang yang tak pernah akur kadang menjadi komedi tersendiri. Mulut Galang yang ceplas-ceplos itu membuat mereka pengen nabok. Memang dasarnya Galang cowok cerewet kek emak-emak.

Syila mengelus punggung Dinda menenangkan. "Sabar Din, lo itu imut kok. Galang aja yang gengsi mau ngakuin."

Dinda mengangguk. Kemudian perhatiannya jatuh pada seseorang yang memasuki kantin khas stocking hitam lengannya. Dinda membelalak heran, bukan hanya dirinya yang begitu, tapi para pengunjung kantin pun bersikap demikian.

Kantin yang tadinya ramai seketika menjadi sepi. Yang terdengar hanya bisik-bisik tak percaya melihat ketua Alatas—Rendy Arselio memasuki kantin. Benar-benar kejadian langka.

Rendy menghampiri salah satu meja khas wajah datarnya. Menggebraknya keras membuat beberapa siswa yang duduk tersentak kaget. Mata Rendy menyorot tajam siswa bername tag 'Rozi Tahtama, entah ada masalah apa antara mereka. Penuh keberanian Rozi membalas tatapan itu meski keringat dingin membasahi telapak tangannya.

"Ada masalah apa lo sama gue?" tanya Rendy datar, tapi disetiap katanya penuh penekanan.

"Gue gak pernah merasa ada masalah sama lo."

"Kalau gak ada masalah ngapain lo mata-matain gue? Lo 'kan yang nyuruh anak Garuda nyerang gue kemarin? Jangan kira gue gak tau, bitch!"

Bentakan Rendy memberi ketegangan semakin menjadi. Bagi sebagian murid ini adalah kali pertama mereka melihat Rendy melabrak siswa secara terang-terangan, terlebih lagi di lingkungan sekolah.

Kejadian itu menarik simpatik kumpulan siswa yang duduk di pojokkan kantin, tempat keramat yang isinya adalah anggota Zeleon. Terutama Kelvin, lelaki itu menyeruput lemon tea sembari menyaksikan hal tersebut.

"Kalau iya kenapa?" tantang Rozi mengangkat dua alisnya. Cowok itu tak ada takut-takutnya sama sekali.

Rendy menarik kerah baju Rozi, memberi bogem mentah tepat di wajah cowok tesebut. Tak hanya sekali, berkali-kali Rendy mendaratkan pukulannya hingga kegaduhan kantin kembali tedengar.

"Kebangsatan lo bikin orang lain jadi korban goblok!"

Rozi tak bisa melawan, pukulan Rendy membuatnya lemas kehilangan tenaga. Dinda yang ingin melerai tertahan oleh cekalan Sabrina untuk tidak mendekat.

Sudut bibir Rozi mulai mengeluarkan darah, bahkan tangan Rendy pun ikut terkena cairan tersebut. Entah dorongan dari mana Kelvin menghampiri kejadian itu, berdiri di tengah-tengah mereka dan mendorong Rendy menjauh. Ekspresinya santai, tidak seperti Rendy yang menahan amarah.

"Gue gak ada urusan sama lo!" ucap Rendy penuh penekanan.

"Mulai sekarang Rozi jadi anggota Zeleon. Urusan lo sama dia termasuk urusan gue."

Sontak perkataan Kelvin itu membuat anggota Zeleon lain cengo, mereka tak habis pikir jika Kelvin begitu mudahnya mengklaim Rozi menjadi bagian Zeleon, jelas-jelas peraturan untuk menjadi anggota Zeleon itu harus diospek terlebih dahulu.

Begitupun Rozi yang mengernyit ling-lung. Rendy memicingkan senyum devil. Tak akan ada habisnya jika terlibat masalah dengan Zeleon. Meski salah mereka tak akan mengaku kalah.

Rendy melirik Rozi sekilas, mengisyaratkan kalimat bahwa urusan mereka belum selesai. Sampai akhirnya Rendy memilih pergi ketimbang berurusan dengan Zeleon lagi. Lagipun hatinya lumayan lega telah memberi Rozi pelajaran sebab telah berani memata-matainya dan menjadikan Dinda korban.

"Itu tadi beneran Rendy?" tanya Feysi tak percaya, dia benar-benar tak menyangka jika Rendy bisa bersikap demikian. Yang ia tau Rendy itu cowok cuek yang tak mau bermasalah.

"Hampir aja gue sesek napas lihat Kelvin sama Rendy mau kelahi, anjir!"

Sedangkan Dinda yang bungkam tak mau berdiam diri. Bergegas dia berlari keluar kantin untuk memastikan sesuatu.

Ketiganya paham, Dinda pasti menemui Rendy.

Sampai koridor Dinda berhasil menghadang jalan Rendy. Rendy menatap datar cewek dihadapannya saat ini. "Gue gak akan suka kalau lo nanya masalah tadi."

Dinda menggeleng, bukan itu yang mau dia tanyakan. "Kenapa Line Dinda gak dibalas?"

Rendy menaikkan satu alisnya. "Emang ada?"

"Ada lah, Dinda udah kirim berpuluh-puluh pesan tapi gak ada yang dibalas satupun! Kemarin 'kan Rendy janji mau balas."

"Gue sibuk."

"Itu aja terus alasannya."

Rendy menghela napas, mengambil ponsel dalam saku celananya dan mengotak-atiknya sebentar. Mengetik beberapa kata kemudian melihatkan layar pada Dinda. "Udah gue bales," ucapnya santai.

Melihat itu Dinda kesal setengah mati. Ingin dia memakan Rendy hidup-hidup. Jelas-jelas dia mengirim pesan semalam tapi dengan santainya Rendy balas sekarang. Pendek pula balasannya.

Rendy memasukkan ponsel dalam saku celananya. Kembali melangkah meninggalkan Dinda yang cengo di tempat. Tangan Dinda mengepal kuat, ia sangat-sangat gemas.

"Cowok gak peka, cowok ngeselin, cowok jengkelin. Dinda benci sama Rendy, Dinda benciiii!"















TO BE CONTINUED

Mantap gk tuh Rendy mukulin Rozi. Mampos lo, salah siapa jadi mata-mata.

Beruntung aja Dinda masih dibalas. Dari pada gak diread sama sekali.

See you next part gaes!!!

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang