CHAPTER THIRTEEN | HOME WITH RENDY?

2.6K 160 6
                                    

Tentang acara pensi itu, benar adanya. Bu Dahlia selaku pembimbing dance telah memberi pengumuman resmi beberapa jam yang lalu dan pulangan ini, anak dance langsung bergegas latihan mengingat waktu tampil yang mepet.

Dinda mengambil botol minum di dekat tasnya, meneguknya hingga tandas tak tersisa setetes pun. Dinda haus, latihan kali ini menurutnya sangat menguras tenaga.

"Mau langsung pulang, Din?" tanya Syila sembari memakai tas gendongnya bersiap untuk pulang. Latihan dance memang sudah selesai, beberapa anggotanya pun sudah ada yang pulang lebih dulu.

Dinda memasukkan botol minum kembali dalam tasnya dan melakukan hal sama seperti Syila. "Iya, Kelvin kayaknya sudah nunggu di depan. Syila mau langsung pulang juga?"

"Iya, nyari taksi dulu."

"Syila gak bawa mobil?"

Syila menggeleng. Hari ini dia tidak membawa kendaraan karena mobilnya masih diservice.

"Kalau sore-sore begini mana ada taksi yang lewat depan sekolah. Gimana kalau Syila pulang sama Kelvin aja?" tawar Dinda.

Tentu tawaran itu membuat Syila tertawa sumbang. Ada-ada saja tawaran cewek ini. "Kalau gue pulang sama Kelvin, lo pulang sama siapa? Jalan? Ngesot?"

"Dinda bisa sama Galang."

"Sejak kapan lo mau dibonceng Galang?" tanya Syila menaikkan satu alisnya. Menatap Dinda disertai senyuman tak percaya. Jika seperti ini, biasanya Dinda ada maunya.

"Siapa juga yang mau dibonceng Galang. Dinda mau alasan biar bisa pulang sama Rendy."

Benar 'kan tebakan Syila. Dinda pasti ada maunya. Mana mungkin cewek itu mau dengan mudahnya bilang 'pulang bersama Galang', tiap bertemu saja macam kucing-anjing.

Lagi, ribuan duri terasa menusuk hati Syila. Mendengar betapa keukeuh nya Dinda memperjuangan Rendy yang sampai saat ini pun dia masih tak bisa menghilangkan rasa kepada cowok berhati beku tersebut. Syila sadari, menghilangkan rasa itu lebih susah dibanding mengungkapkan rasa.

"Syila mau kan?" tanya Dinda lagi dan kini ekspresinya dibuat se-memelas mungkin agar Syila mau menuruti permintaannya.

"Kalau Kelvin mau."

"Dia pasti mau kok. Biar Dinda yang bilang."

Dinda menarik tangan Syila keluar gedung latihan. Dan benar, tak jauh beberapa meter dari sana ada Kelvin yang tengah menunggu bersama dua sahabatnya.

"Lama banget, yang lain udah keluar dari tadi lo baru muncul. Ngapain di dalam? Arisan?" Dinda baru saja sampai tapi sang kembaran sudah memberi pertanyaan yang membuat cewek itu kesal.

"Syila pulang sama Kelvin, ya, kasihan dia gak ada yang jemput. Biar Dinda sama Galang, gimana?"

Mendengar namanya disebut Galang langsung menghentikan aktivitas merokoknya lantas menatap Dinda. "Apa? Sama gue?"

"Kalau Galang gak mau sama abang Zeyn aja my beb Dinda."

Dinda mendecih, tak mau menanggapi Zeyn yang gilanya lebih kuadrat dari Galang. Pandangannya beralih menatap Kelvin meminta persetujuan.

"Boleh. Biar abang anterin Syila, lo sama Galang."

Dinda membinarkan mata, menatap Syila senang sedangkan yang ditatap hanya tersenyum simpul. Senyum paksaan pastinya.

"Dih, ogah ah gue bawa botol kecap. Badan kecil kek dia dibawa ngebut ntar terbang."

Dinda mendaratkan pukulan keras tepat di bahu Galang. Membuat cowok itu meringis kesakitan dan dengan berat hati mengiyakan ucapan cewek tersebut dibanding badannya remuk dipukuli. Ya, tubuh mungil Dinda tak menutup kemungkinan jika pukulannya tak terasa. Kadang Kelvin saja kewalahan jika sudah ditabokin sang adik. Mana tak bisa melawan, kalau melawan yang ada Dinda bonyok.

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang