CHAPTER NINETEEN | KELVIN'S ANGRY

2.4K 167 0
                                    

Kalau bukan prioritas emang gitu. Pesan aja gak dibalas apalagi perasaan.

-oOo-

"Lo gak akan suka kalau gue udah maksa."

"Bodo amat."

Dinda membalikkan badan berniat pergi, namun cekalan Rendy lagi-lagi mengurung niatnya. Dinda menatap kesal, belum sempat mengomel tiba-tiba saja Rendy menggendong tubuhnya membuat Dinda terkejut. Berkali-kali Dinda memukul dada bidang cowok tersebut tapi Rendy tak acuh lantas mendudukkan Dinda di atas motornya.

Dinda bersedekap dada. "Rendy apa-apaan sih, malu tau gak dilihatin orang."

"Gue udah bilang. Lo gak akan suka kalau gue udah maksa," ucap Rendy sembari memakai helm full facenya. Sedangkan Dinda tak dapat berbuat banyak, pasrah saja Rendy mengantarnya pulang. Dia senang, tapi disisi lain ada rasa takut tersendiri jika Kelvin akan salah paham.

Semoga. Semoga Kelvin tidak ada di rumah.

***

Dinda makin kesal. Dia menyuruh Rendy untuk mengantar sampai depan gerbang saja tapi cowok itu malah mengantarnya sampai halaman depan rumah. Kecemasan Dinda semakin menjadi kala melihat motor Kelvin terparkir rapi.

Gawat.

"Rendy langsung pulang aja."

Rendy melepas helmnya, menatap Dinda datar. "Ngusir gue?"

"Enggak gitu, tapi Dinda takut ketahuan Kelvin."

"Tapi gue gak takut."

Dinda mendesah, dari pada menanggapi Rendy dia memilih masuk ke dalam rumah. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti, matanya melebar melihat Kelvin yang sudah ada tepat dihadapannya.

"Dari mana aja lo?"

Dinda menelan salivanya alot. Ekspresi Kelvin sudah tak mengenakkan. Ah, kenapa dia tidak pergi ke rumah Fendy saja. Dinda bodoh.

"Kepala sama tangan lo kenapa?" tanya Kelvin lagi.

Dinda bungkam. Manik mata Kelvin beralih menatap cowok jangkung disebelah kembarannya. Rendy membalas tatapan itu santai, meski kebencian jelas dia lihat.

"Lo apain Dinda?!" ketus Kelvin tajam.

"Dinda pulang sama gue. Di jalan gak sengaja ketemu anak Garuda, mereka nyerang. Dinda ikut jadi korban."

Mendengar itu Dinda kesal sendiri. Harusnya Rendy bohong saja tidak jujur seperti itu. Yang ada Kelvin makin murka.

"Berengsek! Selama ini gue jaga Dinda mati-matian dari musuh tapi lo dengan mudahnya lukai Dinda! Anjing lo!" Kelvin bersiap menarik kerah baju Rendy tapi Dinda lebih dulu menghadangnya.

"Itu bukan salah Rendy, tapi salah Dinda. Dinda yang maksa Rendy pulang bareng."

Kelvin mengalihkan pandangan menatap Dinda. Ingin dia memarahi kembarannya itu, tapi melihat kondisi Dinda saat ini membuatnya iba. Kelvin meredam emosinya.

"Masuk!" ucapnya menginterupsi.

Tanpa berkata Dinda mengangguk. Melirik Rendy dengan rasa bersalah. Harusnya dia tak memaksa Rendy untuk mengantarnya pulang hari ini.

Melihat Kelvin yang berjalan lebih dulu membuat Dinda menghentikan langkah dan berbalik menatap Rendy. "Rendy, jangan lupa balas Line Dinda ya."

Rendy mengangguk singkat.

"Dinda!"

"Iya-iya."

***

Malam ini Dinda kembali berkutik dengan alat elektroniknya. Laptop untuk menonton Drakor dan ponsel untuk menunggu balasan pesan dari Rendy. Terhitung dia sudah menyelesaikan lima episode Drakor tapi pesannya tak kunjung terbalaskan. Malam semakin larut tapi Dinda masih setia menunggu.

Dinda melirik arloji di atas nakas, sudah tengah malam.

"Apa Rendy lupa, ya."

Dinda kembali mengetik beberapa kata di layar ponselnya, harap-harap Rendy cepat membalas. Sampai decitan pintu terdengar barulah Dinda melebarkan mata.

Mampus, Kelvin sudah pulang.

"Jam berapa ini lo belum tidur?" ketusnya.

"Bentar Vin, Drakornya nanggung."

"Nonton aja terus, begadang aja terus!"

Oke, sepertinya akan ada masalah baru.

"Kelvin juga begadang. Jam segini baru pulang."

Ekspresi Kelvin berubah tajam, rahangnya mengeras lantas merebut laptop Dinda paksa membuat Dinda kesal. "Kelvin apa-apaan sih, balikin laptop Dinda."

Sejauh apapun Dinda memelas tetap tidak akan diindahkan. Dinda memilih diam dan membiarkan laptopnya dirampas untuk yang kesekian kali, yang penting tidak untuk ponselnya.

"Ini sudah malam, tau waktu kalau mau nonton."

Dinda mengiyakan, meremas ponselnya menyalurkan rasa kesalnya.

Ting!

Ponselnya berbunyi, Dinda menatap layar, ternyata pesan dari Feysi. Gawat, kenapa harus sekarang Feysi mengirimnya pesan.

"Siniin hp lo."

Dinda membelalak. "Gak mau."

"Siniin atau gue banting laptop lo!" ketus Kelvin tak tanggung-tanggung, cowok itu kalau marah memang mengerikan, lihat saja Dinda jadi tak bisa melawan. Dia terlalu sayang pada laptopnya.

Dengan berat hati Dinda memberikan ponselnya pada sang kembaran. Jika menurut kalian mempunya kembaran seperti Kelvin itu menyenangkan, maka Dinda akan jadi orang pertama yang menampik pernyataan itu.

Kelvin mengotak atik ponsel Dinda, seketika senyum smirk terlihat. "Jadi, lo begadang cuma buat nunggu balesan Rendy? Gila lo! Goblok jadi cewek!"

Memang dasarnya Kelvin kalau ngomong suka nyeplos. Untung Dinda sabar. Melihat wajah Kelvin yang memerah serta urat-uratnya yang menonjol membuat Dinda tak berani menyela. Kelvin benar, bodoh sekali dia menunggu Rendy hingga selarut ini. Harusnya dia sadar dia siapa.

"Tidur sekarang," ucap Kelvin sebelum akhirnya cowok itu keluar dari kamar Dinda. Sepeninggal Kelvin Dinda memukul kasurnya berkali-kali. Ada gejolak perih di hati. Sampai akhirnya Dinda membaringkan tubuh sembari menarik selimut. Menatap lurus pintu kamar yang berhadapan langsung dengan kamar Kelvin.

Cinta itu pembodohan. Dan aku sedang berada dalam fase itu.





















TO BE CONTINUED

Kelvin mah marah-marah mulu. Hati-hati cepet tua loh ya.

See you next part gaes!!!

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang