"Selama ini Ayah gak pernah ngajarin kamu jadi pendendam, Vin. Kenapa kamu bisa punya sikap buruk kayak gini?"
Hermawan Aditama Hilton. Seorang ayah dari ketiga anaknya. Kepala keluarga yang tegas dan disiplin. Meski selalu dalam kesibukan, ia tak pernah lepas untuk menjaga dan mendidik anak-anaknya. Bahkan jika mendapat kabar anaknya sakit pun ia rela membatalkan meeting penting. Baginya, keluarga tetap yang utama. Dan perlakuan anak-anaknya adalah tanggung jawabnya.
"Ayah tau sendiri kan kalau dari kecil Kelvin mau jadi Akmil. Tapi kalau keadaan Kelvin sudah begini kemungkinan kecil Yah Kelvin bisa masuk sana. Bahkan mustahil," terang Kelvin. Saat ini ia sedang duduk di hadapan Ayahnya di ruang kerja rumah. Ayahnya mendapat panggilan dari pihak sekolah karena kejadian tadi siang. Tentu, Ayahnya marah sekarang. Bukan marah sih, lebih ke tegas.
"Itu semua takdir, ketentuan dari Tuhan. Kamu harus bisa terima. Percaya, kalau suatu saat nanti kamu bisa nemuin profesi yang cocok dan sesuai fashion kamu."
"Akmil itu impian terbesar Kelvin, Yah. Gak mudah buat Kelvin cari impian lain."
"Pasti ada, Vin. Semua sudah diatur, tinggal kamu sendiri yang mengendalikan itu," ucap Hermawan menasehati. Meski ia punya perusahaan besar dan bercabang di setiap daerahnya. Ia tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk meneruskan bisnis itu. Ia membebaskan mereka memilih impiannya masing-masing yang membuat mereka senang. Karena itu tujuannya. Membuat mereka senang.
Kelvin menunduk. Kejadian dua tahun lalu kembali membayanginya. Seketika dadanya terasa sesak menerima kenyataan yang ada. Tau apa yang dipikirkan anaknya, Hermawan menepuk pundak Kelvin. "Jalanmu masih panjang. Jangan diam di satu tempat aja. Coba hal-hal baru, siapa tau kamu menemukan kebahagiaan baru di sana."
Kelvin mengangguk.
"Yaudah kamu keluar. Main sama saudara-saudara kamu."
"Kelvin mau kumpul sama teman-teman, Yah."
Hermawan tersenyum, kemudian mengangguk. Ia pikir Kelvin butuh hiburan.
Melihatnya Kelvin ikut mengembangkan senyum. Ia menyalami sang ayah untuk kemudian pergi ke lantai bawah. Menyaut jaket dan kunci motor yang ada di ruang tamu lalu bergegas keluar rumah. Langkahnya terhenti saat di teras rumah. Di sana dua saudaranya tengah bersenda gurau dan bernyanyi diiringi gitar.
Menyadari kehadiran Kelvin, Fendy menaikkan satu alisnya. "Ke mana?" tanyanya."Baru dikasih siraman rohani kok udah mau pergi aja. Minta diceramahin lagi?" lanjutnya.
"Ejek aja terus. Jadi gak yakin gue kalau lo itu kakak gue," sungut Kelvin kesal. Sedari dulu mereka memang sulit akur.
"Baru sadar lo?"
Kelvin mengerlingkan mata sedangkan Dinda terkekeh mendengarnya. Dinda ingin melontarkan kalimat mengejeknya tapi kedatangan seseorang membuatnya mengurungkan hal tersebut. Sebuah motor ninja berhenti tepat di pekarangan rumah. Dan saat orang yang mengendarai motor itu melepas helm nya, hal itu mengejutkan semuanya.
Dinda tercengang. Sedangkan Kelvin memasang wajah tak mengenakkan.
Cowok itu merapikan sedikit tatanan rambut dengan jemarinya. Kemudian dengan sopan menghampiri ketiganya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Kelvin, ada nada tidak suka dari pertanyaannya.
"Maaf kalau ganggu. Gue cuma mau ketemu Dinda, mau ngajak dia jalan."
Dinda melongo. Sejak kapan dia jadi sedekat ini?
"Arda seriusan?" tanya Dinda. Kedatangan Arda begitu mengejutkan jiwa raganya.
Arda mengangguk dan tersenyum. Cowok dengan ikat kepala itu harap-harap cemas kalau Dinda akan mengiyakan. Pasalnya, ia sudah menyiapkan mental dari jauh-jauh hari untuk datang ke sini. Selain amukkan Kelvin, penolakkan Dinda adalah sebuah masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...