CHAPTER SIXTY TWO | SECRET

1.5K 60 3
                                        

"Bang, gue resign kerja."

Menghentikan aktivitasnya Feri menoleh pada Rendy yang berdiri di sampingnya. Tatapannya penuh akan tanya. "Kok tiba-tiba, kenapa?"

Terdengar helaan napas berat. "Gue udah ambil keputusan yang menurut gue tepat."

***

"Kamu gak bisa gitu dong Rendy. Apa susahnya sih tinggal pilih aku atau Dinda? Kalau kamu pilih Dinda fiks aku gak akan ganggu-ganggu kamu lagi. Tapi pikiran siapa yang dari dulu susah senang sama kamu. Aku bukannya gak ikhlas, tapi cuma mau kamu berpikir," ujar Aura.

"Udah gue bilang teman sama pacar itu bukan pilihan, Ra," balas Rendy memberi pengertian.

"Sebegituya kamu suka sama Dinda, ya, Ren?"

"Udah gak bisa dibilang suka lagi, Ra. Sayang, cinta, itu semua gue rasain. Gue juga punya rasa itu buat lo, tapi hanya sebatas teman."

Aura memejam membuat air matanya jatuh. Ia tahu membicarakan ini hanya akan membuatnya sakit. Tapi, Aura tidak bisa menahan diri dengan kukungan tanpa kepastian seperti ini.

"Berhenti berharap Ra atau lo bakal ngerasain sakit lebih dari ini. Gue capek bahas ini terus. Jangan bikin gue habis kesabaran dan males ketemu lo," ujar Rendy.

"Iya kamu 'kan senengnya kalau ketemu Dinda doang. Bahagianya cuma sama Dinda. Beda sama aku yang bisanya bikin kamu malu, repot, marah dan jengkel."

"Ra...,"

"Apa sih istimewanya aku? Pinter enggak, hits enggak, banyak teman juga enggak. Ke mana-mana sendiri, kalau ada teman pun mereka cuma fake. Punya seseorang yang dipercaya tapi sekarang pedulinya bukan ke aku lagi. Aku bisanya cuma gangguin kamu, bikin kamu risih."

"RA!!!"

"BEDA SAMA DINDA YANG CANTIK, PINTAR, HITS, PUNYA BANYAK TEMAN, TERKENAL, HUMBLE, SELALU BIKIN KAMU NYAM—"

"AURA!!!"

"KENAPA? BENER 'KAN APA YANG AKU BILANG? BENER KATA KAMU HARUSNYA AKU BERHENTI BERHARAP. DAN BENER KATA ORANG-ORANG TEMAN ITU CUMA MITOS!"

Dinda ada di sana, di sebelah Rendy. Tapi cewek itu diam karena Rendy yang menyuruhnya. Mendengar perkataan Aura membuatnya tak enak hati.

"Gue gak mau bikin lo berharap kalau bareng gue terus. Meski gitu bukan berarti gue peduli sama lo. Kapan sih gue biarin lo diapa-apain sama orang lain? Kapan gue biarin lo susah sendirian? Lo minta sesuatu selalu gue usahain. Bahkan di saat sifat jelek lo keluar gue selalu berbesar hati buat gak mempermasalahkan itu. Kapan lo denger gue ngomong sepanjang ini sama cewek lain selain lo sama pacar gue?"

Bukan hanya Aura, Dinda pun dibuat tertegun akan ungkapan Rendy. Rendy berusaha menahan kesalnya yang sewaktu-waktu bisa saja meledak. Cowok itu terlalu malas membahas hal seperti ini.

"Harusnya dari awal kita gak usah temanan. Gak usah kenal. Biar aku bisa kejar-kejar kamu kayak Dinda dan bisa miliki kamu kayak Dinda."

"Meski begitu bukan berarti gue bakal milih lo. Karena gue suka Dinda jauh sebelum Dinda kejar-kejar gue."

Kalimat menohok yang lagi-lagi Aura dapatkan. Cewek itu menatap Dinda bengis. "Ini semua gara-gara lo!" Tangannya siap menjambak rambut Dinda namun Rendy mencegahnya dengan merentangkan sebelah tangannya. Ekspresi Rendy datar.

"Aura, maafin Dinda kalau bikin Aura kesal. Tapi, Dinda juga gak bisa kontrol hati Dinda buat gak suka sama Rendy."

Tangan Aura terkepal perlahan merunduk dengan tangis yang lagi-lagi pecah. Bahu itu bergetar berusaha meredam suara tangisannya. "Lo menang Dinda. Lo menang."

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang