Jangan lupa Vote sebelum atau sesudah membaca untuk menghargai karya penulis!
YEAYY GAK KERASA UDAH ENDING AJA YAAA 😭😬
a/n: siapin hati 😀🙈
Happy Reading 💜
•••
Hujan baru saja berhenti membuat suasana terasa begitu dingin.
Jalanan dan juga pepohonan di luar sana nampak basah terkena guyuran air hujan. Sama halnya seperti beberapa orang yang berada di sebuah rumah yang nampak ramai itu, kedua pipinya basah karena siraman air mata.
Sebagian orang keluar dari sana dengan pakaian serba hitamnya. Dapat disimpulkan jika di rumah tersebut tengah dalam keadaan berduka.
Aqila. Gadis itu nampak tengah melamun di dekat tangga seorang diri. Tak memedulikan beberapa orang yang menegurnya untuk duduk dan bergabung bersama kakak nya yang lain.
Wajahnya pucat, pandangannya kosong, bibirnya kering, di bawah matanya pun terlihat ada bulatan hitam tanda gadis itu tidak tidur dengan teratur.
Pandangannya lurus ke depan hingga tanpa sadar air matanya luruh membasahi pipi tirusnya.
Melihat di depan sana ketiga kakak laki-lakinya tengah sibuk menghadapi beberapa tamu yang sedang melayat.
Hingga tanpa sadar kini di depannya ada Malik yang menatapnya sendu, lelaki berusia 23 tahun itu tidak menangis. Namun, terlihat dari sorot matanya yang begitu terluka.
"Jangan berdiri di sini terus, kamu bukan patung. Ayo ikut abang," Malik mengulurkan tangannya, ia harap Aqila meraih uluran tangannya karena sudah terhitung 6 kali dirinya datang namun terus di tolak oleh gadis itu.
Aqila menatap Malik sebentar dan melirik kembali pada seseorang yang terbaring di depan sana dengan seluruh tubuhnya yang di tutupi oleh sebuah kain.
"Qila pasti mimpi kan, Bang? Tadi pagi jelas-jelas Qila di kasih bekal sama Bunda... Tapi, sekarang...." gadis itu tak bisa melanjutkan kata-katanya, suaranya tercekat.
Malik tak mampu bertatapan terlalu lama dengan Aqila yang kini berurai air mata, lelaki itu hanya menarik sang adik ke dalam dekapan hangatnya sembari menahan bulir bening yang terus menerus ingin keluar.
"Ini bukan mimpi, Qila. Bunda udah pergi. Yang ikhlas, ya?" ucapnya lembut berusaha untuk menenangkan sang adik.
Malik pun sama tidak percayanya dengan Aqila, ia hanya diberi tahu oleh kakak tertuanya bahwa Bundanya telah pergi untuk selamanya setelah tepat 100 hari kepergian Abi mereka.
Aqila menangis sesenggukan di dalam pelukan Malik, tangisnya yang tadi berusaha ia tahan kini meledak. Bahkan suara tangisnya mampu membuat orang lain yang mendengarnya merasa sakit.
"Aqila mau lihat Bunda untuk terakhir kali?" tanya Malik setelah pelukan mereka terurai.
Aqila melirik ke ruang tamu yang kini terlihat banyak orang itu. Hatinya benar-benar seperti di remas begitu kuat, rasanya sakit dan sesak di waktu bersamaan.
Tidak pernah Aqila menyangka kedua orang tuanya pergi secepat ini, bahkan sebelum dirinya menjadi sarjana dan membanggakan Abi dan Bundanya.
Pantas saja saat pagi tadi Bundanya berucap sedikit aneh sembari memberikannya bekal makan.
"Aqila, belajar yang rajin ya, biar jadi anak sholeha. Bekal nya di makan, maaf deh kalau kurang enak soalnya Bunda buru-buru masaknya, heheh. Kalau kurang enak, nanti kamu bisa tolong masakin ke abang-abang kamu yang pada jago masak."
KAMU SEDANG MEMBACA
INARA : BAD WIFE [SELESAI]
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA] Pernikahan muda yang mereka jalani sama sekali tidak mengubah apapun, termasuk sikap dan perilaku Inara yang masih urakan dan bebal. Akankah pernikahan itu bertahan lama atau menyerah di tengah jalan? "Lho, kok malah tidur. Ng...