Jangan lupa Vote sebelum atau sesudah membaca untuk menghargai karya penulis!
Happy Reading 💜
•••
Jangan tanya bagaimana perasaan Dima saat menemukan istrinya berada di tengah-tengah keramaian di tempat laknat yang di datanginya kini. Kesal, marah, kecewa, terkejut, semuanya menjadi satu di hatinya.
Jihan bahkan tak tahu harus mengatakan apa, di tenggorokannya seolah ada batu besar yang membuatnya tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
Hanya satu kata yang lelaki itu katakan, "Pulang." tenang, tajam, dan penuh penekanan.
Maka, dari pada itu Jihan pamit pada teman-temannya terlebih pamit pada si pemilik acara sebelum ia pergi pulang.
Tara mulanya melarang, namun setelah melihat kehadiran Dima dengan pandangan tajam membuat nyali Tara ciut dan berakhir merelakan temannya pulang terlebih dulu.
"Kalau saya nggak telepon, mungkin sampai subuh kamu ada di sana." baru saja mereka masuk rumah, Dima sudah terlebih dulu membuka suara.
Bahkan saat di perjalanan tadi, hanya hening dan canggung yang melingkupi. Jihan sudah mencoba menjelaskan namun Dima sama sekali tak menggubrisnya.
"Aku lupa, mas, maaf...."
"Saking asiknya sampai nggak inget waktu, nggak heran juga." intonasi lelaki itu terdengar begitu datar dan dingin. Jihan merasa hatinya tercubit setiap Dima berkata dengan begitu dingin padanya.
"Udah sholat maghrib?" Jihan menggeleng pelan.
Terdengar helaan napas dari lelaki itu, "Sholat dulu sana," dengan berat hati Jihan pun pergi menuju kamar yang kini berada di lantai dasar.
Setelah membersihkan diri dan menunaikan ibadah sholat maghrib, Jihan lantas duduk di samping Dima untuk menjelaskan semuanya. Ia tahu suaminya masih kesal karena kehadirannya di Club tadi.
Dima yang fokus pada laptopnya berpura-pura tak melihat Jihan, lelaki itu bahkan tak menggubris setiap kata yang Jihan lontarkan.
"Kenapa nggak sekalian aja pake mini dress?" kening Jihan mengerut samar, "Maksud kamu?"
Tanpa menoleh Dima kembali berucap, "Udah minum berapa botol di sana? Udah mau masuk kamar sama siapa aja?"
"MAAAAS!" bukan bentakan yang Jihan lontarkan, melainkan rengekan yang sebentar lagi akan berubah menjadi tangisan.
"Memang benar ya, kebiasaan lama itu sulit dihilangkan." Dima seolah tuli akan panggilan Jihan barusan dan terus berucap yang membuat hati Jihan terasa di remas.
"Mas, aku nggak gitu...." suara Jihan terdengar bergetar.
"Terus gimana?" kini Dima menoleh pada Jihan yang hendak menumpahkan air matanya.
"Mau bilang kalau saya nggak datang, mungkin kamu udah mabuk-mabukkan di sana? Gitu?" dan setelah mendengar penuturan itu bulir bening dari manik Jihan merembes keluar.
Tak dapat di tahan lagi, Jihan menangis sejadi-jadinya. Air matanya mengalir deras menuruni pipinya yang kini tembam.
"Aku nggak gitu, hiks...Aku nggak tahu kalau Tara rayain ulang tahunnya di sana, aku nggak tahuuuu...." dengan kedua tangan menutup wajahnya, Jihan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dima terdiam melihat istrinya yang menangis maraung-raung.
"Aku bahkan beli air mineral sebelum masuk biar nggak minum alkohol di sana, hiks...." Dima menoleh pada botol aqua yang tadi dibawa istrinya yang kini tinggal setengah bahkan nyaris habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
INARA : BAD WIFE [SELESAI]
Romanzi rosa / ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA] Pernikahan muda yang mereka jalani sama sekali tidak mengubah apapun, termasuk sikap dan perilaku Inara yang masih urakan dan bebal. Akankah pernikahan itu bertahan lama atau menyerah di tengah jalan? "Lho, kok malah tidur. Ng...