Ini work pertama aku yang di mana belum mengenal EYD dan lain-lainnya. Jadi, maaf kalo banyak typo yang pasti banyak bangeet.
Saya janji jika ceritanya bagus akan follow akun ini.
Nah loh udah janji, semoga suka! 💕
Jangan lupa Vote sebelum atau sesudah membaca untuk menghargai karya penulis!
Happy Reading 💜
•••
"Nggak sholat kamu?" tanya Dima saat netranya melihat istrinya___Jihan yang sedang bersantai di atas ranjang mereka atau lebih tepatnya ranjang Dima karena saat ini mereka tengah berada di rumah orang tua lelaki itu.
Masih dengan ponselnya Jihan menyahut, "Hm,"
"Lagi halangan?" tanya lelaki itu lagi.
"Hm" jawab Jihan seadanya.
Akhirnya Dima melaksanakan sholat isya ini seorang diri, karena katanya gadis itu sedang halangan. Yang berarti itu artinya mereka tidak akan melakukan apapun yang sering di katakan dengan istilah malam pertama,well, dirinya memang tidak terlalu mengharapkan akan datangnya malam pertama itu malam ini, mengingat sikap istrinya yang begitu sarkas.
Baru saja Dima selesai dengan sholat nya, Jihan sudah lari terbirit menuju luar balkon kamar, kemudian terdengar gadis itu yang memulai percakapan dengan orang yang berada di seberang telepon. Karena, pintu balkon yang tertutup walaupun tidak rapat, namun Dima tetap tidak bisa mendengarnya. Mungkin karena jarak yang cukup jauh dan gadis itu yang menjawab telepon dengan suara pelan.
Tok...Tok...Tok...
Suara ketukan membuyarkan Dima yang tengah menonton berita di saluran televisi, dirinya berjalan mendekati pintu dan membukanya.
"Ayo makan malam, kalian udah sholat kan?" seru Sania saat anak lelakinya sudah membuka pintu kamarnya.
Dima mengangguk, "Ina katanya lagi halangan, jadi cuma Mas yang sholat" Dima memang berbiasa memanggil dirinya sendiri dengan panggilan Mas, sebab semua anggota keluarga nya yang lain pun memanggilnya demikian.
Sania menganggukkan kepalanya lagi, "Yaudah ajak Ina nya, kita makan sama-sama" ucap Sania sekali lagi kemudian melenggang pergi ke lantai dasar.
Dima masuk kembali ke dalam kamar setelah menutup pintu, dirinya masih melihat sang istri yang masih asik berteleponan entah dengan siapa, mungkin dengan temannya dan bercerita tentang pernikahan mereka tadi siang.
"Ibu suruh kita makan, ayo ke bawah" seru Dima setelah melihat Jihan selesai menutup telepon dan berjalan masuk kembali ke dalam.
"Gue lagi males ke bawah, bisa tolong ambilin nggak?" balas gadis itu tanpa menatap Dima sama sekali, atau lebih tepatnya gadis itu kini tengah mengetikkan pesan di benda pipih yang genggamnya itu.
Dima terdiam di tempatnya sekitar beberapa detik, melihat raut gadis itu yang nampak lelah, Dima memakluminya dan menganggukkan kepala tanda bahwa ia menyanggupinya.
Dima keluar dari kamar dan menuruni anak tangga untuk bisa ke lantai bawah. Lelaki itu kembali naik ke lantai atas dengan kedua tangan yang memegang nampan yang berisi makanan dan minuman. Dima lebih memperhatikan istrinya untuk makan terlebih dahulu dibanding dirinya sendiri.
Cklek
Lelaki itu dengan susah payah membuka pintu kamar dan memasuki ruangan.
Setelah menyimpan nampan di atas meja depan sofa, Dima berjalan ke arah Jihan yang merebahkan diri dengan posisi tengkurap.
"Ina, ini makanannya sudah saya ambilkan, cepat di makan" seru Dima di samping tempat tidur.
Tidak ada sahutan dari si gadis, bahkan masih setia dengan posisi tengkurap nya.
"Inara jangan dulu tidur, makan dulu, sudah saya ambilkan" seru Dima lagi yang kini mulai memberanikan diri untuk menepuk pelan lengan gadis itu.
Jihan yang mulai terganggu menggerak-gerakan tangannya agar lelaki itu berhenti mengganggu tidurnya yang baru sebentar, bahkan ia bergumam tidak jelas hanya untuk membalas ucapan suaminya.
"Cepat di makan nanti malah keburu dingin..."
"Simpen aja di situ, nanti gue makan" sahut Jihan dengan suara pelannya, sedangkan kedua matanya masih tertutup rapat.
"Ya sudah, saya pergi dulu ke lantai bawah" ucap Dima yang hanya dibalas gumaman tak jelas dari Jihan.
Hingga 20 menit Dima ke lantai bawah untuk melaksanakan makan malam, sampai dirinya kembali lagi ke dalam kamar makanan itu masih tetap pada posisi semula di atas meja. Maniknya menatap sang istri yang sudah terlelap di atas ranjang tanpa balutan selimut yang hangat.
Ia menarik napas pelan, makanannya sudah dingin dan gadis itu seperti tidak ada niatan sama sekali untuk bangun dan beranjak makan. Ia khawatir istrinya akan kelaparan di tengah malam, namun ia pun tidak bisa memaksa dengan membangunkan gadis itu sekarang.
Dima memilih untuk menyimpan kembali makanan beserta minuman di dapur dari pada berada terus di kamarnya yang malah mengundang semut atau serangga lainnya. Setelah kembali ke dalam kamar, ia menyelimuti tubuh istrinya yang kini sudah berbaring dengan posisi menyamping.
Setelah selesai menyelimuti sang istri, Dima mulai memposisikan dirinya di samping Jihan dan menggunakan selimut yang sama dengan yang dipakai istrinya, biarkan saja toh mereka sekarang sudah menjadi suami istri.
Dima tidak merasa mengantuk karena banyak sekali pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya, lelaki itu menoleh ke arah samping di mana istrinya berada. Senyuman tipis terpatri di wajah rupawan nya, tidak ada kata-kata yang terlontar dari mulutnya, hanya ukiran senyuman yang meneduhkan yang terpatri di wajah itu.
Hanya seperti inilah ia bisa melihat wajah istrinya sesuka hati, karena dengan begitu gadis itu tidak akan mengetahui jika dirinya kini sedang menatapnya secara terang-terangan tanpa harus merasa malu dan segan.
•••
Ini bukan kisah di mana sepasang suami istri yang memiliki banyak adegan manis dan romantis,
Bukan juga kisah penuh canda tawa sehingga membuat kalian gemas pada keduanya,
Ini hanyalah kisah kedua insan yang dipaksa bersatu tanpa ada cinta di dalamnya, kisah yang penuh lika-liku dan konflik pasangan hidup suami istri yang semakin lama benih cinta timbul di kedua hati mereka.
Namun, cinta bukanlah penentu kisah yang akan berakhir bahagia.
Cinta hanyalah bumbu di kedua hidup mereka yang membantunya kian manis.
Ini hanya kisah seorang Inara Jihan Nurhizana, gadis berusia 20 tahun yang dipaksa menikah oleh sang ibu.
Dan juga kisah seorang lelaki bernama Dima Ravian, lelaki dewasa berusia 25 tahun yang terpaksa menerima perjodohan untuk menuruti keinginan orang tuanya. Lelaki lulusan LC di salah satu Universitas di Kairo yang memiliki berkepribadian dewasa, tegas, dan taat agama yang di sandingkan dengan Inara yang memiliki kepribadian jauh berbeda darinya.
Selamat datang di kehidupan suami istri yang Inara yakini mereka tidak ditakdirkan untuk berjodoh.
_____TBC_____
chapter 1 nih, semoga sukaaaa 😊🌟
Jangan dulu menilai jika belum baca sampai ending 👍
Jangan lupa voment nya bestieee 💋❤
Terima kasih tidak menjadi silent readers:D
See You!
KAMU SEDANG MEMBACA
INARA : BAD WIFE [SELESAI]
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA] Pernikahan muda yang mereka jalani sama sekali tidak mengubah apapun, termasuk sikap dan perilaku Inara yang masih urakan dan bebal. Akankah pernikahan itu bertahan lama atau menyerah di tengah jalan? "Lho, kok malah tidur. Ng...