Jangan lupa Vote sebelum atau sesudah membaca untuk menghargai karya penulis!
Happy Reading 💜
•••
Dua tahun kemudian.
Bangunan bertingkat dua yang kurang lebih selama lima tahun itu sudah mereka tempati, tempat yang sudah menciptakan beribu bahkan jutaan cerita suka dan duka, tempat yang menjadi saksi bisu kehidupan pasangan suami istri yang kini saling mencintai itu masih tampak kokoh dan hidup.
Namun, tentu saja selama ini banyak perubahan yang terjadi.
Rumah itu menjadi lebih heboh karena adanya putra kecil mereka, Haidar Ali.
Suara mobil yang baru saja terparkir di halaman depan membuat Jihan tergelak melihat putra kecilnya berlari menuju pintu utama.
Pintu terbuka dan menampilkan Dima yang baru saja pulang, senyumnya lantas merekah saat melihat hadirnya Haidar yang menyambutnya.
Lelaki itu lantas melepas sepatu dan menyimpan tas kerjanya dan menggendong sang putra yang baru menginjak usia dua tahun.
Jihan datang menghampiri keduanya dan mencium punggung tangan sang suami.
"Sama Bunda dulu yuk, Abi nya capek tuh habis pulang kerja," Jihan mengulurkan tangannya mencoba agar Haidar ingin berpindah dari gendongan Dima. Namun, apa boleh buat bocah berusia 2 tahun itu menggelengkan kepalanya dan malah semakin erat memeluk leher sang ayah.
Alasan kenapa Jihan tak ingin di panggil dirinya Umi adalah karena ia merasa panggilan tersebut begitu aneh dan geli saat Jihan mendengarnya, jadi Jihan menolak untuk dipanggil seperti itu. Dan Dima tak mempermasalahkannya, lelaki itu setuju saja asal sang istri merasa nyaman. Dan Dima sejak dulu, memang sudah sangat ingin anaknya kelak memanggilnya dengan panggilan Abi, maka dari itu Dima ingin Haidar memanggilnya dengan panggilan Abi.
"Udah, nggak apa-apa, saya nggak capek kok," balas Dima sembari berjalan yang diikuti oleh Jihan.
"Bohong banget, kelihatan tuh mukanya lesu gitu."
"Abis lihat kamu sama Haidar, lesu saya jadi hilang," Dima menoleh pada sang istri.
Jihan tertegun dan telak tak bisa berkata-kata.
Saat makan pun Haidar sama sekali tak ingin beranjak dari pangkuan Dima barang sebentar pun membuat lelaki itu kesulitan saat ingin memasukkan makanan ke mulutnya.
"Haidar sama Bunda dulu yuk? Abi nya mau makan dulu," Jihan kembali membujuk Haidar agar putranya itu ingin beranjak dari pangkuan Dima.
Namun lagi-lagi Haidar menggelengkan kepalanya membuat Jihan menghela napas panjang.
"Dari tadi rewel terus, siang nggak mau tidur, di kasih makan mesti nangis dulu," tutur Jihan sembari menatap Haidar yang kini menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Dima.
Dima mendongak dengan mulut sibuk mengunyah, "Pantesan hidungnya merah," sahut Dima setelah menelan makanannya.
Jihan menghembuskan napas, gadis itu tidak makan karena katanya ia masih merasa kenyang setelah makan camilan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
INARA : BAD WIFE [SELESAI]
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA] Pernikahan muda yang mereka jalani sama sekali tidak mengubah apapun, termasuk sikap dan perilaku Inara yang masih urakan dan bebal. Akankah pernikahan itu bertahan lama atau menyerah di tengah jalan? "Lho, kok malah tidur. Ng...