64| Cinta Abadi

660 37 2
                                    

Jangan lupa Vote sebelum atau sesudah membaca untuk menghargai karya penulis!

Happy Reading 💜

•••

Jihan menatap kosong seluruh ruangan yang kini terasa dingin dari sebelumnya. Netranya terkunci pada sebuah box yang tersimpan di samping lemari.

Dadanya kembali bergemuruh, kakinya bergetar tanda bahwa untuk berdiri saja rasanya tidak kuat. Namun, meski begitu Jihan dengan berat hati beranjak dari duduknya untuk mengambil box tersebut.

Setelah berada di hadapan box tersebut, Jihan tak langsung mengambilnya. Wanita dengan wajah pucat dan lesuh itu masih berdiri sembari memandangi kotak yang merupakan pemberian dari suaminya.

Air mata kembali luruh menuruni pipinya yang mulai tirus. Bibir tipisnya yang kering mengeluarkan isakan pelan.

Dengan tangan bergetar, Jihan mengambil box biru itu dan kembali duduk di sofa yang berada di kamar.

Hatinya menimbang-nimbang apakah ia harus membuka kotak tersebut atau tidak, karena jika ia memilih untuk membukanya, maka Jihan harus menguatkan hatinya.

Dengan segala pertimbangan, Jihan memilih untuk membukanya setelah dua minggu lebih ia diamkan.

"Hiks...."

Baru saja tutup box itu terbuka, suara isakan kembali hadir.

Jihan membekap mulutnya sendiri agar tangisnya tidak pecah, dengan sekuat tenaga pun jihan menggigit bibir bawahnya.

Matanya yang berkaca-kaca dapat melihat sebuah kain putih bersih yang berada di sana. Jihan yang penasaran pun mulai meraih benda yang berada di dalam kotak.

Sebuah mukena.

Mukena yang menjadi hadiah ulang tahun Jihan dari Dima.

Namun, di ulang tahunnya kali ini, Jihan tak tahu harus merasa senang atau sedih. Sebab, di saat dirinya bertambah satu tahun, di saat yang sama juga sosok yang menjadi panutannya, pahlawannya, imamnya, telah tiada untuk selamanya.

Entah lelaki itu sudah merencanakan ini atau tidak, karena setelah Jihan menerima hadiah tersebut, dua hari setelahnya Jihan harus merelakan lelaki yang di cintainya pergi.

Pecah sudah tangisnya, kedua tangannya menggenggam erat mukena yang kini dipeluknya. Sudah dua minggu sejak kepergian lelaki itu namun segala kenangan masih meninggalkan jejak yang begitu jelas di hati dan pikiran Jihan.

Tangisnya mereda saat maniknya tak sengaja melihat ada secarik kertas di dalam sana, tangannya yang bergetar pun meraih kertas tersebut.

Lagi-lagi tangisnya semakin kencang melihat kalimat pertama yang ia baca. Mampukah ia sanggup membaca pesan terakhir dari suaminya itu?

Untuk Inara, istri cantik saya.

Kamu pasti baik-baik aja kan?

Nggak boleh sedih, apalagi nangis kalau sesuatu terjadi nanti.

Ini hadiah mukena buat kamu. Semoga panjang umur dan sehat selalu, makin rajin juga sholat nya ya.

INARA : BAD WIFE [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang