Jangan lupa Vote sebelum atau sesudah membaca untuk menghargai karya penulis!
Happy Reading 💜
•••
Setelah selesai mengajar pukul 5 sore, saya pulang ke rumah dan mendapati ayah, ibu, serta adik saya tengah berkumpul di ruang tengah.
Saya masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam dan setelahnya mencium punggung tangan ibu serta ayah saya.
"Mas ke lantai atas dulu____"
"Mas bisa bicara sebentar?" seru ayah saya yang refleks membuat saya menatap ibu dan adik saya___Adit.
Saya menurut dan duduk di samping Adit yang sama-sama terdiam, saya akui suasana saat ini sedikit aneh. Mungkin karena suara televisi yang sengaja di kecilkan membuat suasana di ruang tengah ini terasa hening.
Saya menimbang-nimbang ada apa gerangan sampai semua anggota keluarga di kumpulkan di sini, apa Adit berbuat onar sehingga kami berkumpul di sini? Entahlah, semuanya akan diketahui setelah ayah dan ibu buka suara.
"Usia mas sekarang berapa?" tanya ayah secara tiba-tiba, saya tidak langsung menjawab dan melirik sebentar pada ibu.
Walaupun masih belum mengerti dengan keadaan yang terjadi, saya tetap menjawa pertanyaan ayah saya barusan, "25 tahun Yah, kenapa memangnya?"
"Mas, sudah punya seseorang yang akan di kenalkan pada kami?"
Sekarang saya tahu kemana arah pembicaraan ini sebenarnya, saya menggeleng untuk menjawab pertanyaan ayah lagi.
Memang betul adanya saya belum memiliki calon yang akan dikenalkan pada ibu dan ayah saya, saat ini saya sedang ingin fokus dan menikmati pekerjaan saya sebagai seorang pengajar di salah satu sekolah menengah atas.Terlihat ayah mangut-mangut tanda paham kemudian menoleh pada ibu yang sejak tadi hanya diam, "Ibu, mau ibu atau ayah yang bilang?" tanya beliau pada ibu.
"Ayah aja" balas ibu singkat.
Sebenarnya ada apa, kenapa suasananya tampak canggung? Bahkan Adit saja yang biasanya mengoceh kini hanya bisa diam di samping saya.
Ayah berdehan sebelum bicara, "Mas, ibu punya seorang teman. Beliau punya anak. Cantik. Sama seperti mas, dia pun masih sendiri. Bagaimana kalau mas bertemu dulu dan saling mengenal satu sama lain?"
Saya berdeham untuk membasahi kerongkongan yang kering, "Apa ada alasan kenapa ayah dan ibu ingin mengenalkan mas pada gadis itu? Mas enggak keberatan kalau ini memang keinginan ayah dan ibu," jika orang tua saya ingin memperkenalkan saya dengan seorang gadis dengan niat baik agar saya ingin cepat menikah, saya juga tidak akan menolak, saya yakin ibu serta ayah saya memilih perempuan yang baik untuk saya. Toh, mungkin juga ini memang sudah saatnya saya untuk melepas masa lajang.
Kali ini ibu yang sepertinya akan menjawab, terlihat beliau yang melirik ayah seolah meminta izin untuk berucap dan ayah menganggukkan kepalanya.
"Sebenarnya ada, teman ibu bilang dia akan pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Karena dia seorang janda dan tidak ada yang mengurus putri semata wayangnya, dia khawatir jika harus meninggalkannya sendiri. Dia ingin menitipkannya pada ibu. Ibu tidak keberatan dan mengizinkan, lagipula ibu kenal dengan putrinya. Tapi, setelah beberapa hari, teman ibu berubah pikiran. Katanya, kenapa anak gadisnya dan mas tidak menikah saja agar kami terjalin hubungan yang erat, ditambah dengan tidak ada batas waktu kapan teman ibu itu akan pulang dari luar negeri karena pekerjaannya"
"Ibu belum menyetujui, ibu ingin dengar pendapat mas dulu. Walaupun kami ingin segera melihat mas menikah dan ingin segera menimbang cucu, tapi kami tidak akan memaksa kalau mas belum siap untuk menikah. Bagaimana, mas mau bertemu dan berkenalan dulu?"
Saya melihat wajah ibu dan ayah bergantian, saya tahu mereka tidak memaksa saya. Tapi, saya dapat melihat secercah harapan dari kedua mata mereka yang menatap saya penuh harap.
Saya sebenarnya belum siap untuk berdekatan dengan gadis mana pun apalagi dengan menikah, tapi kembali lagi ke awal, jika saya menolak mungkin ayah serta ibu saya akan sedikit kecewa pada saya, apalagi dengan ibu gadis itu yang sepertinya sangat berharap pada saya, alih-alih hanya ingin menitipkan putrinya pada ibu, beliau malah ingin menikahkan putrinya dengan saya.
"Sebelumnya, mas ingin bertanya, apa ibu dan ayah setuju kalau mas menikah dengan gadis itu?" tanya saya memastikan.
Ayah mengangguk, "Kami setuju jika mas setuju. Kami serahkan semuanya pada keputusan mas" jawab ayah, saya mengangguk singkat.
"Kalau boleh mas tahu, berapa usia gadis itu?" saya bertanya lagi.
"20 tahun, Inara juga masih kuliah" sahut ibu.
Saya mengernyit, "Mas bukannya ingin menolak secara halus, tapi, usianya hampir seumuran dengan Adit. Kenapa ibu malah ingin mempertemukannya dengan mas bukan dengan Adit?"
"Adit baru masuk kuliah, dia ingin fokus kuliah dulu. Lagipula usia mas sudah pas untuk membina rumah tangga, jika mas setuju, ibu akan langsung bicarakan dengan teman ibu dan menanyakan apakah Inara juga setuju atau tidak"
Saya mangut-mangut, jadi namanya Inara.
Akhirnya saya mengangguk, mengatakan jika saya setuju untuk bertemu dan saling mengenal dengan gadis bernama Inara itu. Lagipula tidak ada salahnya saling mengenal terlebih dulu. Cocok atau tidaknya itu urusan nanti.
Jika ini sudah menjadi jalan saya, Allah pasti mempermudahnya.
_____TBC_____
jangan lupa voment nya bestieee ❤✨
terima kasih tidak menjadi silent readers:d
see you!
KAMU SEDANG MEMBACA
INARA : BAD WIFE [SELESAI]
Literatura Feminina[FOLLOW SEBELUM BACA] Pernikahan muda yang mereka jalani sama sekali tidak mengubah apapun, termasuk sikap dan perilaku Inara yang masih urakan dan bebal. Akankah pernikahan itu bertahan lama atau menyerah di tengah jalan? "Lho, kok malah tidur. Ng...