Keesokan harinya, Irgina bangun pagi. Gadis itu tampak sudah sibuk memasak di dapur. Dengan cekatan, Irgina memotong sayuran, memotong daging, mengocok telur, dan memasak semuanya dengan telaten.
Saat menumis bumbu, Irgina hanya menuangkan sesendok teh minyak. Ya, karena sayuran dan daging yang ia masak hanya sedikit. Begitu pun saat menggoreng telur. Seolah-olah telurnya tidak digoreng, tapi dipanggang di teflon.
Setelah semuanya matang, Irgina pun membagi dua semuanya. Satu porsi untuk sarapan dan satu porsi lagi untuk makan siang saat jam istirahat.
"Pagi hari diet dengan makanan sehat, tapi malamnya makan mie instan. Dasar aku!" ujar Irgina.
Setelah sarapan, gadis itu pun pergi ke LD Publisher dengan berjalan kaki seperti biasa setiap harinya. Tas kulit berwarna merah ditenteng di tangan kirinya.
Beberapa orang yang berpapasan dengannya akan menyapa atau hanya sekedar tersenyum, begitu pun sebaliknya.
Sesampainya di kantor penerbit LD, Irgina menyapa satpam dan beberapa karyawan yang datang pagi juga. Ia duduk di mejanya lalu menyalakan komputer. Gadis itu mengecek email yang ia kirimkan pada penulis Zyara Andaressa, tapi tampaknya Zyara tidak memberikan respon.
"Irgina," sapa Rizal yang datang sambil meletakkan tasnya ke meja kerjanya.
Irgina menoleh pada Rizal. "Hm? Tumben datang pagi."
Rizal menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pria itu terkekeh pelan. "Ya, karena hari ini ada ibuku di rumah. Jadi, aku bangun lebih awal karena omelannya."
Irgina hanya tersenyum.
"Apa kau tahu, hari ini Pak Eldo mengundang para penulis terbaik yang paling banyak menerbitkan karya di kantor kita ini?" tanya Rizal. "Aku rasa Pak Eldo juga akan memberikan mereka hadiah seperti yang kita dapatkan."
Irgina mencerna ucapan Rizal. "Benarkah? Apa itu artinya mereka juga akan bekerja di dalam perusahaan? Bukankah bagus memiliki penulis tetap yang menjadi andalan suatu perusahaan penerbit buku? Itu akan menjamin kemajuan kantor kita."
"Ya, kurasa begitu. Tapi, tidak tahu juga, sih," jawab Rizal.
Irgina mengangguk. "Seandainya aku bisa merekomendasikan penulis favoritku. Aku rasa dia yang paling berhak mendapatkan hadiah dari Pak Eldo."
"Siapa penulis favoritmu?" tanya Rizal.
Irgina menjawab, "Penulis ini sangat berbakat dan menarik. Buku-bukunya sangat bagus dan memiliki plot cerita yang tidak mudah ditebak. Dia penulis yang berbeda dari kebanyakan penulis Indonesia. Genre yang ditulisnya adalah horror dan thriller. Sangat nyata dan langsung terbayang saat aku membacanya. Seperti yang kau tahu, tidak semua editor membaca naskah yang mereka revisi seserius itu, tapi aku membaca karya penulis ini dengan sangat teliti."
"Komputer kita punya pendeteksi typo, tapi kau membaca semuanya?" tanya Rizal dengan tatapan tidak percaya.
Irgina mengangguk. "Ya, seperti yang aku katakan tadi, aku menyukai jalan cerita yang dia buat."
"Kalau begitu, kau bisa membicarakannya dengan Pak Eldo," saran Rizal.
Irgina menghela napas berat. "Meski aku merekomendasikan Zyara Andaressa pada Pak Rizal, tetap saja sia-sia, karena Zyara Andaressa tidak bisa dihubungi."
Hening.
Rizal tampak berpikir. "Apa mungkin penulisnya sudah meninggal?"
Irgina memundurkan wajahnya. "Apa? Kenapa kau berpikir begitu?"
"Dia tidak bisa dihubungi, kan? Mungkin saja dia sudah meninggal. Kau ingat Heri yang editor dari Surabaya itu?" tanya Rizal.
Irgina mengangguk. "Iya, aku ingat. Tahun lalu dia resign, karena membangun tempat hiburan anak."
"Nah, waktu itu Heri menghubungi penulis novel yang naskahnya akan segera terbit. Sudah satu bulan berlalu, tapi tidak ada kabar dari si penulis. Akhirnya dia memutuskan untuk mengunjungi rumah si penulis yang kebetulan tidak terlalu jauh dari sini. Ternyata penulisnya sudah meninggal dunia," ucap Rizal sambil membuang napas penyesalan.
Irgina terlihat sedih. "Sepertinya aku harus membicarakan tentang Zyara Andaressa juga pada Pak Eldo."
Saat jam bekerja, semua karyawan tampak serius mengerjakan tugas masing-masing, termasuk Irgina.
Terdengar suara langkah kaki mendekat. Irgina menoleh, ternyata CEO LD Publisher yang menghampirinya.
"Irgina, Pak Eldo memanggilmu ke ruang kerjanya," kata pria itu.
Irgina mengangguk. "Saya akan segera ke ruangan Pak Eldo. Terima kasih, Pak Tino."
Tino mengangguk.
Setelah Tino melenggang pergi, Irgina bergumam, "Ini saat yang tepat untuk membicarakan Penulis Zyara Andaressa dengan Pak Eldo."
Irgina menge-print biodata milik Zyara Andaressa lalu melangkah pergi menaiki tangga menuju lantai tiga. Gadis itu mengangguk santun saat berpapasan dengan manager.
"Oh? Irgina?" Bu Manager tersenyum hangat.
Irgina juga tersenyum. "Bu Yuli."
Wanita berambut pendek itu tersenyum sembari mengangguk lalu pergi melanjutkan langkahnya.
Irgina melihat Eldo sedang duduk di mejanya sambil meneguk kopi hangat. Gadis itu mengetuk pintu kaca ruangan Eldo.
Eldo menoleh lalu meletakkan cangkir kopi hangatnya ke meja. "Masuklah, Irgina."
Irgina membuka pintu lalu ia masuk dan duduk berhadapan dengan Eldo, setelah pria paruh baya itu mempersilakannya untuk duduk.
Eldo menjelaskan, "Sekretarisku baru saja menghubungi para penulis terbaik kita dan katanya hanya ada 15 penulis yang bisa dihubungi, seharusnya ada 16. Penulis yang tidak bisa dihubungi itu terakhir kali mengajukan naskah Dalam Genggaman Maut empat bulan yang lalu dan terbit setelah direvisi olehmu. Apa kau tahu sesuatu tentangnya? Aku perlu mengapresiasi karyanya. Namanya Zyara Andaressa."
Irgina menyodorkan kertas print berisi biodata Zyara Andaressa pada Eldo. "Kebetulan, Pak, saya juga sedang berusaha menghubunginya, karena dua bulan yang lalu dia mengirimkan naskah berjudul Dia Datang. Seharusnya novel tersebut terbit tujuh minggu lalu, tapi tiba-tiba dia tidak bisa dihubungi. Jadi naskahnya masih ada pada saya, karena kita tidak bisa menerbitkan naskah sebelum penulisnya menandatangani persetujuan akhir untuk penerbitan."
Eldo mengernyit. "Apa kau pernah bertemu dengannya? Maksudku... para penulis kita pasti pernah datang ke mari untuk menandatangani buku-buku mereka, bukan? Dan para penulis biasanya akrab dengan editor naskah mereka."
Irgina mengangguk. "Iya, satu tahun lalu kami pernah bertemu sekali. Dia datang ke mari untuk menandatangani novel pertamanya yang terbit di sini. Selama satu tahun ini sejak saat itu, dia sudah mengirimkan 8 naskah dan semuanya terbit. Naskah yang saya pegang adalah naskahnya yang ke-9, tapi anehnya dia hanya datang untuk menandatangi karya pertamanya. Saat karya ke-2 sampai karya ke-8 terbit, dia tidak menandatangani buku-buku tersebut, padahal saya sudah menghubunginya."
"Sepertinya dia sedang tidak sehat atau mungkin sesuatu terjadi padanya...." Eldo tidak melanjutkan kata-katanya saat mendengar suara pintu diketuk.
Irgina dan Eldo menoleh ke pintu kaca. Terlihat seorang gadis muda berambut curly berdiri di depan pintu. Jas cokelat muda dipadukan dengan celana panjang berwarna cokelat tua membuatnya terlihat imut. Ia mengangguk santun.
🥀🥀🥀
08.25 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

KAMU SEDANG MEMBACA
MISANTHROPE
TerrorSINOPSIS Bermula dari seorang editor naskah novel yang mencari seorang penulis novel yang akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Seolah-olah ditelan bumi, penulis novel misterius itu tidak ada kabar sama sekali setelah beberapa minggu terakhir. Pem...