Part 67

53 8 0
                                    

Elis membanting pintu saat Amir sudah pergi. Ia melihat kesal pada Rina dan berlalu melewati kedua anaknya menuju ke dapur.

"Ibu? Ibu mau apa?" Zyara menyusul Elis.

"Tetap di dalam bersama kakakmu!" Elis mengunci pintu dapur yang menuju ke halaman belakang dari luar.

Zyara membuang napas kasar.

Elis menatap mayat Widya yang terbujur kaku dan diselimuti api di antara tumpukan sampah.

"Maafkan aku, Widya." Elis mengambil minyak tanah dan menuangkannya ke tumpukan sampah itu sehingga api semakin membesar dan asap hitam mengepul membumbung ke langit.

Elis memasukkan lebih banyak sampah menutupi tubuh Widya. Sampai apinya padam dan yakin kalau mayat Widya sudah menjadi abu, Elis pun pergi.

Tanpa disadarinya, cairan merah gelap mengalir dari tumpukan sampah itu.

Rina datang ke bak sampah dan menuangkan cairan berwarna hitam sehingga bercampur dengan cairan berwarna merah gelap itu.

🥀 Flashback Off 🥀

"Aku siap dihukum karena ikut menyembunyikan kejahatan yang dilakukan oleh kakakku," kata Zyara pelan.

Zaki mengangguk. "Kami akan memproses itu tanpa pandang bulu. Tapi, kenapa kau baru mengatakannya sekarang? Pasti ada alasan lain, kan?"

"Aku tidak mengira kakakku menjadi pembunuh sejak saat itu. Aku tidak mungkin menyembunyikan kejahatannya terus-menerus," ucap Zyara.

"Sebenarnya aku curiga, mungkin saja Rina membunuh lebih dari 6 orang. Mungkin saja dia membunuh orang lain sebelum Widya," kata Zaki.

Zyara tidak merespon.

"Apa sebelumnya dia memang seperti itu? Atau mungkin dia menjadi seperti itu karena suatu alasan?" tanya Zaki.

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Dulu kakakku tidak seperti itu. Tapi, semenjak bertengkar dengan Ibu dan mengenal tempat itu, sikap kakakku berubah," jelas Zyara.

"Tempat itu? Tempat apa yang kau maksud?" tanya Zaki.

"Tempat kalian menemukan jenazah ibuku. Kakakku selalu diam di saung bambu dekat pohon besar itu. Dia melamun dan kadang berbicara sendirian. Aku juga sering datang ke sana saat aku kesal. Suasananya memang nyaman dan sejuk, tapi kalau lama-lama di sana, rasanya sangat menakutkan. Tempat itu terasa sangat mencekam. Seperti ada seseorang yang mengawasi dari dekat. Padahal tidak ada siapa-siapa, hanya aku sendiri waktu itu," ucap Zyara.

Zaki terdiam untuk sesaat.

"Apa mungkin... Kak Rina yang membunuh ibuku? Apa dia benar-benar membunuh ibu kami?" tanya Zyara.

Zaki tidak menjawab. Ia membatin, ya, semua bukti kuat mengarah padanya.

"Mungkin... Kak Rina membunuh Ibu, karena dia terluka dengan ucapan Ibu," gumam Zyara. "Sebenarnya... ayah kami berbeda."

Zaki terkejut. "Tapi, namamu dan nama Rina ada di kartu keluarga yang sama dan nama ayah kalian juga sama."

"Sebelum menikah dengan ayahku, ibuku dilecehkan oleh atasannya di tempatnya bekerja. Karena syok, ibuku kabur dari perusahaan itu. Ayahku yang juga bekerja sebagai karyawan di tempat yang sama menyukai ibuku. Mereka merencanakan pernikahan, meski ibuku menjelaskan apa yang terjadi padanya. Ayahku tetap ingin menikahinya."

Zaki mendengarkan.

"Tapi, sebelum pernikahan terlaksana, ibuku baru menyadari kalau dirinya hamil anak dari bosnya yang telah melecehkannya. Ibuku marah dan sedih. Berkali-kali ibuku mencoba untuk menggugurkan kandungannya dengan berbagai cara, tapi bayi dalam kandungan ibuku tetap hidup. Ayahku bersedia merawat bayi itu seperti anaknya sendiri, meski ibuku bersikeras ingin membunuhnya. Mereka pun melangsungkan pernikahan dan kakakku pun lahir. Ayahku menyayangi kakakku dan menganggapnya seperti putri kandungnya sendiri. Lalu aku juga lahir," Zyara mengakhiri ceritanya.

"Jadi, sampai Rina besar pun, ibumu tetap membencinya?" tanya Zaki.

Zyara mengangguk. "Aku rasa begitu, tapi sebenarnya ibuku menyayangi kakaku... hanya saja Ibu bersikap lebih keras pada kakakku. Kalau Ibu tidak menyayangi Kakak, Ibu tidak akan mati-matian melindungi Kakak dengan menyembunyikan kejahatannya selama ini."

"Ibumu menunjukkan kasih sayangnya dengan cara yang salah. Melindunginya dari hukum juga salah," kata Zaki.

Zyara menghela napas berat.

"Kembalilah ke kamarmu. Ada yang harus aku kerjakan," kata Zaki.

Zyara mengangguk. "Terima kasih, maaf telah merepotkan."

Zaki tersenyum. "Tidak apa-apa, Zyara. Kalau ada hal lain yang kau ingat, beritahu aku."

Zyara mengangguk.

Zaki menemui Markus dan menjelaskan apa yang ia dengar dari Zyara. Markus mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Pak Markus!" Riswan menghampiri Markus dan Zaki.

"Ada apa lagi?" tanya Markus.

"Sepertinya seseorang mendatangi TKP Bu Elis. Ada darah baru di bak di kamar mandi rumah tua itu," kata Riswan.

"Kita harus ke sana dan memeriksanya," kata Markus. Zaki dan Riswan mengangguk.

🥀🥀🥀

Natalia menyantap camilan sambil menonton berita di TV. "Wabah Covid-19 sedang merajalela di Indonesia. Beberapa daerah zona merah...."

"Semua berita sepertinya seputar corona," gumam Natalia sambil mengambil remote dan memindahkannya ke saluran lain.

Natalia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh bahunya. Ia mendengus kesal. "Bisakah kau diam dan tidak menggangguku?!"

Hantu Widya yang berdiri di belakang Natalia memiringkan kepalanya. "Kau tidak bisa diajak bermain."

"Dari pada bermain denganku, lebih baik kau mencari mayatmu sendiri? Kalau ketemu, aku akan melaporkannya pada polisi agar mereka bisa membantumu," ucap Natalia.

"Aku sudah melakukannya, tapi aku tidak bisa menemukan jenazahku!" gerutu Widya.

"Ya sudah, sekarang diam saja dan tunggu sampai kau menyeberang ke dunia roh," kata Natalia.

Widya cemberut. "Lagipula polisi akan menangkap Rina karena telah membunuh seseorang, kan?"

"Iya, sih," gumam Natalia. Ia teringat sesuatu. "Bagaimana keadaan Zyara, ya? Dia pasti syok. Setelah kematian ibunya, kakaknya juga menjadi buronan."

Natalia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Zyara. Widya tampak serius memperhatikan Natalia.

Panggilan terhubung.

"Kak Natalia?" Suara Zyara dari seberang sana.

"Resa," gumam Widya.

"Zyara, bagaimana kabarmu?" tanya Natalia.

"Kabarku baik. Bagaimana dengan Kakak?" tanya Zyara.

Widya tampak senang mendengar keadaan Zyara yang baik-baik saja.

"Aku juga baik-baik saja. Apa kau di rumahmu?" hawab Natalia diakhiri dengan pertanyaan.

"Aku di kantor polisi. Kak Rina menjadi buronan dan polisi sedang mencarinya. Untuk melindungiku, para polisi membawaku ke kantor polisi," jawab Zyara.

"Syukurlah kalau kau baik-baik saja." Natalia menghela napas berat.

"Terima kasih sudah mencemaskanku, Kak Natalia. Kemarin Kak Irgina juga meneleponku," ucap Zyara.

"Tentu saja, kami mencemaskanmu."

Widya tampak sedih. Ia menepuk bahu Natalia sambil memohon. "Tolong beritahu dia kalau aku di sini, ya, ya, ya."

Natalia tampak berpikir lalu ia pun berkata, "Zyara...."

"Iya?"

"Widya di sini... dia bilang, dia senang mendengar kabar kalau kau baik-baik saja," ucap Natalia.

Hening.

Zyara tidak mengatakan apa pun. Widya terlihat sedih. Di seberang sana, Zyara menangis. Natalia dan Widya mendengarnya.

"Zyara? Kau menangis?" tanya Natalia.

"Maafkan aku, Widya... maafkan aku," ucap Zyara sambil menangis.

🥀🥀🥀

14.44 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

MISANTHROPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang