Irgina terbangun mendengar suara Natalia yang meringis dan menangis dalam tidurnya. Irgina bangkit lalu mengguncangkan tubuh Natalia.
"Natalia? Natalia? Kau kenapa?" tanya Irgina. "Bangun, Natalia."
Natalia berteriak semakin keras. Irgina mengambil gelas dan mencipratkan air ke wajah Natalia.
"Natalia?!"
Natalia pun terbangun dengan napas tersengal-sengal. Ia bangkit dan melihat ke sekeliling. Gadis itu mengusap wajahnya yang basah karena keringat dan cipratan air dari tangan Irgina.
"Kak Irgina." Natalia menatap Irgina lalu memeluknya. Ia menangis dalam pelukan Irgina.
"Kau kenapa? Apa kau bermimpi buruk lagi?" tanya Irgina sambil mengusap rambut Natalia.
Natalia mengangguk.
"Baca do'a dulu, setelah itu baru tidur, ya," kata Irgina sambil membantu Natalia merebahkan tubuhnya yang gemetar.
Natalia mengangguk. Ia menatap Irgina yang kembali tidur. Natalia menghela napas panjang. Mimpinya barusan terasa nyata.
Namun, Natalia merasa lega melihat Irgina baik-baik saja. Meski pun hanya mimpi, tapi yang tadi itu sangat menakutkan.
Keesokan paginya, Natalia tampak lesu. Karena semalam bermimpi buruk dan terbangun dari tidurnya, Natalia tidak berani tidur lagi. Ia tidak ingin bermimpi buruk.
Irgina tampaknya sedang menelepon, sementara Yuda memasukkan koper ke dalam bagasi. Yuda menoleh ke arah Natalia.
"Natalia, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat?" tanya Yuda.
"Aku baik-baik saja, kok," jawab Natalia. Pandangannya teralihkan pada Irgina.
"Iya, Bu, aku akan pulang hari ini. Tapi, aku pulang ke rumah sewa. Minggu atau Sabtu depan aku akan mengunjungi rumah Ibu," kata Irgina yang ternyata sedang menelepon ibunya.
"..."
"Iya, Bu. Aku sudah bicara dengannya kemarin." Irgina tersenyum.
"..."
"Baiklah, nanti aku hubungi lagi ya, Bu. Assalamu'alaikum." Setelah panggilan berakhir, Irgina memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya.
Natalia tersenyum melihat interaksi Irgina dengan ibunya. Ia membatin, aku jadi merindukan ibuku. Pak Eldo bilang, ibuku sudah membaik dan ingin bertemu denganku. Aku benar-benar tidak sabar ingin menemuinya.
Setelah berpamitan pada Rina dan Zyara, Yuda pun melajukan mobilnya meninggal Desa Limus bersama dengan semua kenangan yang telah mereka lalui selama berada di sana.
Zyara menatap sedih kepergian mobil tersebut. Sementara Rina tampak biasa saja.
"Masakannya lumayan enak. Sayang sekali mereka harus pergi. Tapi, tidak apa-apa, sih," gumam Rina kemudian berlalu pergi untuk bekerja ke rumah Bu RT.
Dalam perjalanan pulang, Natalia menatap hutan yang dilalui oleh mobil yang mereka tumpangi. Natalia melihat sosok-sosok yang berkeliaran di sekitaran hutan yang rimbun di tengah hari itu. Itu hal yang biasa. Sebelumnya sewaktu datang ke Desa Limus, ia juga melihat mereka.
"Mas Yuda, apa Mas Yuda mendapatkan masalah, karena tidak segera pulang?" tanya Irgina.
"Tidak juga, Om Eldo saja yang marah-marah. Tapi, tidak apa-apa, kok. Belakangan ini Om Eldo hanya menanyakan kabar kalian," jawab Yuda.
"Begitu, ya," ucap Irgina.
Yuda mengangguk.
Jam 4 sore, tibalah mereka di kota. Yuda mengantarkan Irgina dan Natalia sampai ke rumah masing-masing.
"Terima kasih, Mas Yuda," kata Natalia saat sudah sampai di rumahnya.
Yuda mengangguk. "Nanti aku akan menghubungimu lagi."
Natalia juga mengangguk. "Hati-hati di jalan, Mas Yuda."
Yuda pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Natalia. Natalia memasuki rumahnya.
"Ah, banyak sekali debu." Setelah menyimpan kopernya, Natalia pun membereskan rumahnya yang sudah satu minggu lebih ditinggalkan.
Saat hari menjelang malam, Natalia sibuk memasak di dapur. "Resep ini sama persis seperti yang biasa dimasak oleh Kak Irgina. Pasti enak juga meski buatanku."
Semua masakannya sudah matang. Ia pun makan malam sendirian. "Ya, meski pun tidak seenak buatan Kak Irgina, ini juga lumayan, kok. Setidaknya sekarang aku bisa memasak."
Natalia merasakan kehadiran sosok di belakangnya. Ia membatin, bagaimana mungkin? Rumahku bersih dan aman dari hantu, tapi sekarang aku merasakan energi negatif dari belakangku? Apakah karena rumahku ditinggalkan terlalu lama?
Sosok itu masih berdiri di belakang Natalia.
Cukup pura-pura tidak tahu dan pura-pura tidak melihat. Nanti dia hilang sendiri, pikir Natalia.
Namun, sosok itu malah meniup telinga Natalia membuatnya kegelian. Karena sosok itu tidak berhenti mempermainkannya, Natalia pun menoleh dan tersentak kaget melihat wajah hitam yang begitu dekat dengan wajahnya sampai-sampai Natalia terjungkal jatuh.
"Kau terkejut, ya?" tanya sosok itu yang ternyata adalah hantu muka gosong alias Widya.
"Kenapa kau mengikutiku sampai ke mari?!" gerutu Natalia. "Tidak usah basa-basi 'Kau terkejut, ya?'. Lalu kau pikir aku jatuh ini apa? Formalitas? Berakting? Tersandung? Yang benar saja."
Widya melipat kedua tangannya di depan dada lalu membuang muka. "Lagipula urusan kita belum selesai."
"Urusan apa? Yang membunuhmu Rina, tapi kenapa kau gentayangan dan menggangguku?" gerutu Natalia.
"Karena hanya kau yang bisa membantuku," keluh Widya.
"Aku sudah bilang padamu untuk mencari orang lain saja. Sana kembali ke Desa Limus!" gerutu Natalia.
Widya memohon, "Siapa yang bisa menolongku? Hanya kau yang bisa melihatku."
Natalia memutar bola matanya. "Kau bisa mengganggu Rina sampai dia takut dan akhirnya mengakui kejahatannya pada polisi seperti di film-film. Kenapa kau tidak berusaha sama sekali?"
Widya mendengus kesal. "Bagaimana bisa aku mengganggu Rina dan membuatnya ketakutan padaku, sementara hantu-hantu yang di dekatnya jauh lebih menakutkan. Mereka yang dibunuh oleh Rina juga tidak berani melakukan apa pun padanya meski berada dekat disekelilingnya. Justru sepertinya mereka tunduk pada Rina."
Natalia mencerna ucapan Widya. Ia mengernyit. "Kenapa mereka tunduk pada Rina?"
"Aku tidak tahu, mungkin wanita bermata merah itu...." Widya tidak melanjutkan kata-katanya.
"Wanita bermata merah?" tanya Natalia.
Widya mengangguk. "Mungkin hantu-hantu itu takut pada wanita bermata merah itu, sehingga mereka tidak berani melakukan apa pun pada Rina meski tahu kalau Rina yang membunuh mereka."
Natalia tampak berpikir, "Apa mungkin... hantu bermata merah itu menawarkan bantuan saat Rina dalam kesulitan, lalu Rina setuju dan menjadi terikat dengan hantu bermata merah itu? Jadi, tubuh Rina dikuasai hantu bermata merah dan hantu bermata merah itu melindungi Rina dari para hantu lainnya?"
Widya mengedikkan bahunya. "Apa kau berpikir kalau wanita bermata merah itu adalah hantu?"
Natalia tidak menjawab. Ia juga tidak yakin dan tidak tahu.
"Dia terlihat berbeda dari hantu-hantu lainnya. Dia memilikinya energi negatif yang sangat kuat," sambung Widya.
"Lalu menurutmu dia apa?" Natalia balik bertanya.
"Aku tidak tahu. Dia seperti sesuatu yang tidak pernah mengalami kematian. Dia seperti sesuatu yang lahir dan sudah hidup sejak lama," ucap Widya.
"Maksudmu iblis?" tanya Natalia.
Widya tidak menjawab. "Apa mungkin aku berpikir terlalu jauh?"
Natalia tidak merespon.
🥀🥀🥀
16.40 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
MISANTHROPE
HorrorSINOPSIS Bermula dari seorang editor naskah novel yang mencari seorang penulis novel yang akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Seolah-olah ditelan bumi, penulis novel misterius itu tidak ada kabar sama sekali setelah beberapa minggu terakhir. Pem...