Irgina dan Natalia sudah diperbolehkan pulang. Yuda mengantar mereka ke rumah Zyara.
"Apa kalian yakin akan kembali ke rumah itu? Kenapa kalian tidak menginap di penginapan saja?" tanya Yuda.
Natalia merespon, "Zyara sedang mengalami keterpurukan setelah mengetahui kalau ibunya meninggal dunia. Kami tidak bisa meninggalkannya. Dia masih sangat muda dan membutuhkan orang lain di sisinya."
"Tapi, bukankah dia punya seorang kakak?" tanya Yuda lagi.
"Mereka tidak terlalu akrab," ucap Irgina.
"Kalian bilang, rumah itu berhantu. Kenapa kalian tetap ingin berada di sana?" tanya Yuda.
"Aku merasakan firasat buruk kalau kita meninggalkan Zyara sendirian. Meski kami bukan saudara atau teman dekat, tapi bisa dibilang kami adalah rekan kerja. Dia penulis novel dan aku editor naskahnya. Bukankah sesama rekan kerja harus saling membantu?" ucap Natalia diakhiri dengan pertanyaan.
"Tapi, bukan berarti kalian ikut dengan masalah pribadinya. Aku bilang begini, karena aku mengkhawatirkan keselamatan kalian. Kita berada di kampung orang dan banyak sekali kejadian-kejadian di luar nalar. Ini semua tidak masuk akal," kata Yuda.
"Mas Yuda," panggil Irgina.
"Hm?"
"Mas Yuda fokus menyetir saja," kata Irgina.
Sesampainya di rumah Zyara, Irgina dan Natalia keluar dari mobil. Yuda melajukan mobilnya menuju ke penginapan.
Tidak ada siapa pun di rumah. Tampaknya Zyara pergi ke sekolah dan Rina pergi bekerja.
Irgina dan Natalia menyantap bubur ayam yang mereka beli di dekat puskesmas tadi.
"Aku kira, hantu muka gosong itu ibunya Zyara," ucap Irgina. Sesaat ia berpikir. "Kalau bukan ibunya Zyara, jadi hantu muka gosong itu siapa?"
Natalia berhenti mengunyah lalu ia menatap Irgina. "Benar juga, jadi hantu muka gosong itu siapa, ya?"
Tanpa mereka sadari, sosok yang sedang mereka bicarakan tengah mengintip dan memperhatikan mereka dari pintu kamar Zyara yang sedikit terbuka.
Natalia pergi ke kamar mandi yang tentunya merangkap dengan dapur. Ia mencuci mangkuk serta sendok yang baru saja digunakan untuk makan bubur. Setelah itu, ia meletakkan mangkuk dan sendoknya ke rak piring.
Natalia menuangkan air dari dispenser ke dalam gelas. Saat ia akan meneguknya, Natalia merasakan kehadiran sesuatu di belakangnya. Ya, sosok berwajah hitam legam itu berdiri di belakangnya.
Pertama-tama, Natalia meletakkan gelas ke meja lalu tiba-tiba ia menjambak rambut sosok muka gosong itu.
"Aw! Sakit, Bodoh!" gerutu sosok itu lalu tiba-tiba berubah menjadi asap hitam dan keluar lewat jendela.
Tidak tinggal diam, Natalia segera menutup jendela dan pintu dapur membuat asap itu terkurung di dalam dapur.
"Jangan meremehkanku! Aku pernah bertemu hantu yang lebih menakutkan darimu!" gerutu Natalia.
Asap hitam itu keluar melalui cerobong asap.
"Sana pergi! Jangan kembali!" gerutu Natalia. "Bukan begitu caranya meminta tolong! Sebenarnya aku juga takut kalau tiba-tiba kau muncul seperti itu!"
Natalia mendengus kesal lalu menoleh ke pintu di mana Irgina berdiri di sana dengan ekspresi membeku.
"Kau berbicara dengan siapa? Hantu lagi?" tanya Irgina.
"Abaikan aku, aku hanya bosan dan sedang bicara sendiri. Ada dialog yang seperti itu di novel yang aku revisi," ucap Natalia kemudian berlalu melewati Irgina setelah mengatakan itu.
"Ya, dia pasti masih syok, sama aku juga," ucap Irgina lalu ia masuk ke dapur.
Natalia akan memasuki kamar, tapi ia mendengar suara pintu diketuk. Gadis itu pun membuka pintu. Ternyata dua orang polisi yang datang.
"Selamat pagi, Nona," sapa Zaki.
"Oh? Selamat pagi."
"Kami membutuhkan beberapa informasi dan keterangan dari kalian mengenai mayat di kaki bukit kemarin. Apa Nona bisa ikut kami ke kantor polisi?" tanya Markus.
"Boleh." Natalia mengangguk.
"Apa temanmu yang waktu itu bersamamu di lokasi kejadian ada di sini? Kami membutuhkan keterangan darinya juga," ucap Zaki.
Natalia mengangguk. "Aku akan memanggilnya."
Di kantor polisi.
Irgina duduk berhadapan dengan Markus. Sementara di meja lain, Natalia duduk berhadapan dengan Zaki.
"Jadi, kenapa kau bisa tinggal di rumah Resa?" tanya Zaki.
Natalia menjawab, "Sebenarnya kami adalah editor dari kota yang datang untuk melihat keadaan Zyara. Dia salah satu penulis terbaik kami, tapi karena belakangan tidak bisa dihubungi, kami pun datang ke rumahnya. Sebelumnya kami menginap di penginapan, tapi karena Zyara menawarkan kami untuk tinggal di rumahnya, kami pun setuju-setuju saja."
"Zyara?" tanya Zaki kebingungan.
Natalia terdiam untuk sesaat. "Oh, maksudku Resa. Zyara itu nama penanya. Kami terbiasa memanggilnya Zyara."
Zaki mengangguk mengerti. "Begitu, ya? Secara kebetulan kau juga menemukan jenazah ibunya di kaki bukit?"
Natalia mengernyit. "Apa kau... emmm maksudku, apa Pak Polisi menuduhku? Kemarin sore kami pergi ke persawahan dekat sana untuk membeli cabe rawit. Kak Irgina melihat kucing yang tersangkut di dahan pohon lalu menolongnya. Tapi, karena tidak hati-hati, dia jatuh dan terperosok ke dalam rumah di bawah akar pohon itu yang sebelumnya kami kira kalau itu batu besar yang ditumbuhi pohon. Aku tidak mungkin diam saja, jadi aku menolongnya. Tapi, aku juga jatuh terperosok."
Zaki menghela napas berat.
"Kenapa? Tidak percaya?" gerutu Natalia. "Pak polisi mengira aku melakukan tindak pembunuhan? Bukankah mayat itu sudah membusuk? Artinya dia dibunuh sebelum kami datang ke tempat itu. Cari saja sidik jari di tubuhnya."
"Tenanglah, Nona. Aku tidak menuduhmu. Aku memintamu datang ke mari untuk meminta keterangan dan informasi saja. Lagi pula kau orang luar yang datang baru-baru ini. Jenazah itu sudah lama meninggal," ucap Zaki.
"Kami mendapatkan catatan pemeriksaan dari puskesmas. Jadi, apa yang membuat kalian berdua terluka lumayan parah?" tanya Markus pada Irgina.
"Kami jatuh dari ketinggian 4 meter lebih dan tertimpa atap genteng. Itulah sebabnya kami terluka cukup parah," jawab Irgina.
Markus menyandarkan punggungnya ke kursi. "Begitukah? Jenazah yang kalian temukan itu berada di ruangan yang dipenuhi kain putih. Saat kami mengevakuasi jenazah tersebut, kami melihat ada kain yang dililitkan ke paku yang menancap di dinding dan membentuk salib. Apa kalian mendapatkan gangguan dari makhluk tak kasat mata dan mencoba meminta perlindungan dari Tuhan?"
Irgina tampak berpikir.
"Atau mungkin temanmu yang itu yang melakukannya?" tanya Markus sambil menunjuk Natalia yang sedang berbicara dengan Zaki.
Irgina menoleh pada Natalia.
"Jangan takut dicap gila, kami para polisi juga memahami kalau kalian diganggu makhluk halus di sana," ucap Markus.
Pandangan Irgina kembali tertuju pada Markus.
"Kau tampak terkejut. Mungkin polisi di kota tidak seperti polisi di kampung, karena tidak banyak kejadian mistis di kota. Tapi, Kampung Limus berbeda. Ada banyak praktik ilmu hitam dan perdukunan. Mungkin bagimu ini tidak masuk akal. Tapi, kadang kami meminta bantuan paranormal untuk menangani sebuah kasus."
🥀🥀🥀
08.26 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

KAMU SEDANG MEMBACA
MISANTHROPE
HorrorSINOPSIS Bermula dari seorang editor naskah novel yang mencari seorang penulis novel yang akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Seolah-olah ditelan bumi, penulis novel misterius itu tidak ada kabar sama sekali setelah beberapa minggu terakhir. Pem...