Part 70

71 9 2
                                    

"Karena saat ini negara kita sedang dilanda Covid-19, jadi kita harus menjalankan protokol kesehatan. Kami harus mengecek suhu tubuh para pengendara sebelum pergi meninggalkan kota," ucap polisi lalu lintas itu.

Natalia mengangguk sembari membuka helmnya. "Baiklah, silakan cek suhu saya, Pak."

Polisi meletakkan alat pengecek suhu ke kening Natalia. Suhunya 31°. Pak Polisi memundurkan wajahnya. "Apa Nona kedinginan?"

Natalia tersenyum kaku. "Ya, sedikit, tapi aku baik-baik saja."

Padahal tangan Widya yang menempel di kening Natalia untuk mengacaukan alat pengecek suhu tersebut.

"Jangan terlalu ngebut, ya. Pakai jaketnya yang benar."

Natalia mengangguk seraya tersenyum. Ia kembali memakai helmnya. Akhirnya Natalia lolos. Ia pun melajukan motornya menuju ke pertigaan arah ke Desa Limus.

"Covid-19? Tapi 'kan ini sudah 2020?" tanya Widya.

"Entahlah, semoga ke depannya wabah ini menghilang dari muka bumi," ucap Natalia.

Keesokan harinya di kamar mayat di sebuah rumah sakit.

Markus menghela napas berat. Ia menutup wajah Dedi dengan kain putih.

"Pola lukanya sama seperti yang ditemukan pada daging dan kulit yang tertinggal di tubuh Isah dan Tati. Senjata pembunuhannya sama dan kemungkinan yang membunuh adalah orang yang sama," kata dokter yang mengotopsi jenazah Dedi dan Farhan.

"Bagaimana bisa kami kecolongan. Dia membunuh dua orang polisi tanpa kesulitan. Apa dia punya semacam kekuatan super?" gumam Markus.

"Apakah menurutmu ini tidak janggal?" tanya Dokter. "Maksudku, biasanya kau meminta bantuan tetua desa atau menghubungi paranormal untuk jenis pembunuhan yang seperti ini."

"Kalau begini terus, masyarakat tidak akan percaya pada kepolisian karena mengandalkan paranormal. Yang ada mereka akan lebih mempercayai paranormal ketimbang aparatur negara," ujar Markus.

"Tapi, ini benar-benar kasus yang tidak masuk akal. Seorang pembunuh yang membunuh korbannya menggunakan gunting benang lalu mengambil organ tubuh korbannya dengan mudah. Gunting benang tidak setajam itu."

Markus kembali ke kantor polisi setelah mendapatkan keterangan dari dokter yang mengotopsi mayat korban pembunuhan.

"Kepalaku sakit sekali." Markus menghampiri salah seorang polisi yang sedang fokus ke layar komputer. "Bagaimana, kau sudah menemukan lokasi ponsel Rina atau Zyara?"

"Ponsel keduanya tidak bisa dilacak, kemungkin kartunya dicopot dari ponsel mereka."

Markus mendengus kesal. "Lalu bagaimana dengan Zaki?"

"Pak Zaki bersama yang lain masih mencari Zyara dan Rina dengan menyisir hutan dan tempat lainnya di Desa Limus."

Natalia masih mengendarai motornya. Ia melewati jalanan berbatu. Matahari muncul di antara perbukitan Desa Limus. Sungguh pemandangan pagi yang indah dan menakjubkan.

"Sebentar lagi kita sampai!"

Di hutan, Zaki dan polisi lainnya tampak sibuk menyisir hutan mencari keberadaan Zyara dan juga Rina.

"Ke mana mereka perginya?" gumam Zaki.

Natalia sampai di rumah Zyara. Ia menarik knop pintu yang terkunci. "Kita lewat mana, ya?"

"Memangnya kau mau apa ke sini?" tanya Widya.

"Aku ingin membawa novel Zyara yang judulnya Dia Datang," kata Natalia.

MISANTHROPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang