"Sinyal di sini jelek sekali, aku harus pakai kartu apa?" tanya Irgina pada Zyara.
"Tidak ada kartu 4G yang bisa digunakan di tempat ini. Semuanya 3G. Itu adalah sinyal yang paling kuat dari kartu yang aku pakai. Mau kuantar besok ke konter HP untuk membeli kartu yang sering aku gunakan?" tawar Zyara.
Irgina mengangguk. "Baiklah, aku akan membeli kartu baru dari pada aku mengalami kesulitan saat situasi genting seperti kemarin."
"Kalian mengalami luka serius, apa kalian sekarang sudah benar-benar pulih?" tanya Zyara.
Irgina dan Natalia saling pandang kemudian mereka kembali menatap Zyara sembari mengangguk berbarengan.
"Polisi yang tadi mengantarku bilang, kalian mengalami luka serius. Kenapa kalian tidak bilang dan tidak menceritakannya padaku?" tanya Zyara kesal.
"Mana bisa kami menceritakan hal yang kami alami pada seseorang yang sedang mengalami kesedihan yang lebih berat?" ucap Natalia.
Zyara terdiam untuk sesaat lalu ia menatap Irgina dan Natalia bergantian. "Tetap saja, kalian seharusnya bilang dan seharusnya kalian dirawat di puskesmas lebih lama."
"Tidak!" tolak Irgina dan Natalia tegas.
"Kenapa?" tanya Zyara.
"Tidak apa-apa, hanya saja... kami tidak nyaman bermalam di puskesmas," kata Natalia pelan.
Rina menguping pembicaraan mereka dari kamarnya.
Sementara itu di kantor polisi.
Markus dan Zaki sedang berbicara serius.
"... jadi, sebelum korban meninggal, dia dihantam oleh benda tumpul lalu dadanya dibelah dan organ hati dan organ jantungnya diambil. Lalu si pembunuh mencekiknya dengan kain putih di ruangan itu dan menghantam kepalanya terus menerus hingga tewas," jelas Zaki setelah membaca laporan hasil otopsi jenazah Elis.
"Jadi, dia memang dibunuh di sana. Tidak ada DNA atau apa pun yang ditemukan di tubuhnya?" tanya Markus.
Zaki menggeleng. "Tidak ada, bahkan korban tidak melakukan perlawanan sama sekali."
Markus memijit pelipisnya. "Tidak melakukan perlawanan? Artinya bisa jadi pembunuhnya adalah orang yang ia kenal atau orang yang dekat dengannya, bukan? Jadi, korban tidak berpikir kalau dirinya berada dalam bahaya."
Zaki mencerna ucapan Markus. "Benar juga, apa Pak Markus mencurigai seseorang?"
Markus tampak berpikir. "Kalau bukan keluarganya, ya pasti orang yang akrab dengannya."
Zaki tampak berpikir. "Zyara bilang, ibunya jarang berinteraksi dengan siapa pun, kecuali kedua anaknya."
"Bagaimana pun juga, kita harus mengawasi kedua gadis itu," kata Markus.
Zaki mengangguk. "Baik, Pak."
"Bagaimana dengan riwayat rumah itu? Apa kau sudah mencari tahunya?" tanya Markus.
"Oh iya, Pak, sudah." Zaki mencari berkas yang ia maksud di tumpukan map di mejanya. Ia mengambil map berwarna hijau.
"Pada tahun 1989, ada rumah yang dibangun di kaki bukit. Ada keluarga yang tinggal di sana, yaitu seorang ayah, ibu, dan tiga orang anak. Hanya itu informasi yang aku dapatkan. Tidak ada keterangan lain, Pak," kata Zaki.
"Hanya itu? Lalu kenapa rumah itu bisa ditinggalkan dan ditumbuhi pohon sebesar itu lalu dijadikan tempat angker dan tempat praktik ilmu hitam?" tanya Markus. "Dan ke mana para anggota keluarga itu pergi?"
Zaki mengedikkan bahunya. Perhatian mereka teralihkan pada dua polisi yang datang dan memasuki ruangan atasan. Mereka adalah polisi yang menangani kasus kematian Isah.
"Mereka sudah menemukan pelaku yang menguliti korbannya?" tanya Zaki.
Markus menggeleng. "Saat kau mengantar gadis itu, mereka mendapatkan laporan dari warga sekitar yang menemukan korban kedua dengan cara pembunuhan yang sama bahkan di tempat yang sama."
"Dikuliti juga? Apakah mereka sedang menangani kasus pembunuhan berantai?" tanya Zaki.
Markus mengedikkan bahunya. "Kita fokus saja ke kasus yang kita tangani."
Zaki mengangguk.
Seorang polisi menghampiri Zaki dan memberikan map berwarna kuning pudar. "Ini yang kau minta tadi."
"Oh, terima kasih." Zaki menerima map tersebut.
Polisi pun pergi setelah memberikan map itu pada Zaki.
"Pak Markus, aku juga sudah menanyai polisi yang bertugas menangani kasus orang hilang," kata Zaki sambil membuka map tersebut.
Markus mendengarkan.
"Sebelum Ibu Elis menghilang, ada laporan dari warga bernama Pak Amir yang anaknya menghilang setelah mendatangi rumah Bu Elis," kata Zaki.
Markus mendengarkan.
"Anaknya Pak Amir yang bernama Widya itu berteman dengan Resa alias Zyara alias anaknya Bu Elis. Beberapa hari kemudian Bu Elis pun menghilang," kata Zaki.
"Polisi tadi yang memberikan map itu adalah polisi yang menangani kasus orang hilang?" tanya Markus.
Zaki mengangguk. "Iya, Pak."
"Apa dia sudah menanyakan hal ini pada Zyara?" tanya Markus lagi.
Zaki tampak berpikir. "Entahlah, apa aku perlu menanyakannya lagi secara langsung pada Zyara?"
Markus mengangguk. "Kasus ini agak aneh. Aku merasa semuanya mengerucut pada satu sisi."
Tiba-tiba semua lampu di kantor kepolisian mati.
"Apakah ada pemadaman secara serentak?" tanya Markus.
"Sepertinya begitu, kenapa tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu?" gerutu Zaki.
Sementara itu, Irgina dan Natalia tidur di sofa. Sedangkan Zyara duduk sambil mengetik novel di ponselnya. Api di lilin bergerak-gerak. Perhatian Zyara tertuju pada kamar Rina.
Zyara teringat dengan perkataan Zaki, "Apa kau tahu kalau kakakmu juga bekerja seperti ibumu?"
"Yang benar saja, apa Kakak benar-benar menjual dirinya selama menghilang?" gumam Zyara.
Zyara tampak kesal memikirkan itu semua. Ia benar-benar marah pada kakaknya. Gadis itu bangkit dari sofa dan berjalan menuju ke kamar Rina. Tangannya terangkat ingin mengetuk pintu kamar itu, tapi nyalinya menjadi ciut lagi.
Tiba-tiba pintu dibuka dari dalam membuat Zyara kaget. Rina yang membuka pintu mengernyit melihat Zyara berdiri di depan kamarnya.
"Ada apa?" tanya Rina dingin.
Zyara mengalihkan pandangannya menghindari tatapan Rina. "Ada yang ingin aku bicarakan."
Pandangan Rina tertuju pada Irgina dan Natalia yang tertidur pulas di sofa dengan ditemani temaramnya lilin di meja.
Rina membuka lebar pintu kamarnya lalu ia masuk dan duduk di kursi meja rias. Gadis itu menyisir rambutnya yang panjang sambil bercermin.
Melihat itu, Zyara agak merinding. Ia pun masuk dan duduk di tepi ranjang lalu menatap punggung kakaknya.
"Apa benar, Kakak menjadi wanita penghibur selama Kakak menghilang?" tanya Zyara.
Sejenak Rina menghentikan aktivitasnya lalu ia melanjutkan lagi menyisir rambutnya. "Kalau ingin membahas itu, lebih baik keluar dari kamarku."
"Kakak, Kakak tidak mungkin melakukannya, kan? Ibu tidak mungkin menyuruh Kakak melakukan pekerjaan seperti itu," gerutu Zyara.
Rina tidak merespon.
"Aku tahu Kakak adalah gadis yang baik, Kakak tidak mungkin melakukan itu," sambung Zyara.
"Kalau aku melakukannya, memangnya kenapa? Bukankah waktu itu kau menulis novel yang tokohnya mirip denganku melakukan hubungan seks? Sekarang aku melakukannya seperti apa yang kau tulis," jelas Rina.
"Tidak, tidak mungkin." Zyara menggeleng tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
🥀🥀🥀
18.09 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

KAMU SEDANG MEMBACA
MISANTHROPE
HorrorSINOPSIS Bermula dari seorang editor naskah novel yang mencari seorang penulis novel yang akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Seolah-olah ditelan bumi, penulis novel misterius itu tidak ada kabar sama sekali setelah beberapa minggu terakhir. Pem...