Part 56

69 8 2
                                    

Di meja makan.

"Di mana kakakmu?" tanya Elis.

Zyara mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu. Dari tadi aku tidak melihatnya."

"Dia tidak ada di kamarnya?"

Zyara menggeleng. "Tidak ada."

"Ke mana dia pergi? Tidak biasanya dia diam sampai beberapa hari seperti ini," gumam Elis.

Zyara tampak berpikir. "Sepertinya Kakak tidak pergi ke sekolah. Aku tidak melihatnya di sekolah."

"Anak itu." Elis mengusap rambutnya sendiri dengan agak kasar.

"Ibu jangan memarahi Kakak terus. Dengan memarahinya, tidak membuatnya menuruti perkataan Ibu. Yang ada Kakak akan sedih dan juga kesal pada Ibu," ucap Zyara pelan.

"Kau sangat menyayangi kakakmu, ya?" gerutu Elis.

Zyara merespon, "Tentu saja, dia satu-satunya saudaraku. Aku juga sakit hati dan ikut sedih saat Ibu memarahinya."

"Baiklah, Ibu akan meminta maaf padanya agar kau senang."

Zyara tersenyum.

🥀🥀🥀

Di sekolah, Zyara baru selesai berolahraga di lapangan. Ia akan berganti pakaian. Saat mengambil seragam di tasnya, Zyara menjerit kaget melihat banyak sekali ulat bulu di dalam tasnya itu. Sampai-sampai Zyara terjungkal, karena takut.

Semua teman-teman sekelasnya tertawa melihat ekspresi ketakutan Zyara.

Terpaksa Zyara tetap memakai baju olahraga saat pelajaran lain berlangsung. Hanya ia sendirian yang memakai baju olahraga. Teman-temannya semua memakai seragam.

Bu Guru menegur Zyara, "Resa, seharusnya kau memberikan contoh baik pada teman-temanmu. Kenapa kau memakai baju olahraga saat pelajaran PKN?"

Zyara menjawab, "Baju seragam saya di dalam tas. Saat saya akan berganri pakaian, ada banyak ulat di dalam tas saya. Mereka memasukkan ulat bulu ke dalam tas saya, Bu."

Teman-teman Zyara segera menyanggah ucapannya.

"Itu tidak benar, Bu."

"Kami tidak memasukkan ulat, kok."

"Resa berbohong, Bu."

Zyara tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, karena tidak ada satu pun temannya yang bersaksi untuknya. Mereka semua menyudutkan Zyara.

"Apa kau melihat sendiri saat mereka memasukkan ulat bulu ke dalam tasmu?" tanya Bu Guru.

Zyara tidak merespon, karena ia memang tidak tahu dan tidak melihat secara langsung. Meski sebenarnya ia sudah tahu kalau teman-temannya memang melakukannya.

"Resa, hanya karena kau peringkat pertama di kelas, bukan berarti kau bisa seenaknya begini," ujar Bu Guru.

Teman-teman sekelasnya menyoraki Zyara.

"Bu, anak-anak kelas ini tidak menyukai saya. Mereka selalu membully saya," kata Zyara membela diri.

Teman-teman Zyara semuanya bersikukuh menyalahkan Zyara dan mengelak dari tuduhannya.

"Resa, Ibu tahu kau penulis novel, kau memang pengarang cerita yang bagus. Dengan menuduh teman-temanmu tidak akan membuatmu menjadi lebih baik," ucap Bu Guru.

Zyara berhenti bicara.

Bu Guru melanjutkan menulis di papan tulis. Teman-teman Zyara saling berbisik sambil tertawa senang melihat Zyara dipojokkan.

Zyara mengambil pulpen lalu menusukkannya ke meja dan menggores meja tersebut membuat suara berdengung yang memekakkan telinga.

Para murid di kelas itu menutup telinga, termasuk Bu Guru yang menghentikan aktivitasnya sesaat lalu menoleh pada Zyara yang berhenti menggores meja.

"Apa yang kau lakukan, Resa?!" bentak Bu Guru.

"Memangnya apa yang saya lakukan, Bu?" Zyara balik bertanya.

"Kau menggores meja dan membuat suara berisik! Kau pikir Ibu bodoh dan tuli?!" teriak Bu Guru.

Zyara tersenyum. "Kenapa Ibu menuduhku? Aku tidak melakukan apa pun. Hanya karena Ibu seorang guru, bukan berarti Ibu bisa memarahi murid Ibu seenaknya tanpa alasan."

"Dia melakukannya, Bu."

"Resa menggores meja dengan pulpen. Kami melihatnya."

Bu Guru menatap Zyara sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Teman-temanmu melihatmu melakukannya, kenapa kau tidak mau mengakuinya?"

Zyara balik menatap Bu Guru. "Ibu tidak bisa menuduh orang sembarangan. Ibu tidak melihatku secara langsung melakukannya, itu artinya Ibu menuduhku. Mempercayai sebelah pihak adalah ketidakadilan. Memihak mayoritas yang berbuat salah adalah kejahatan. Itu yang diajarkan dalam PKN, kan?"

Bu Guru tampaknya tidak terima. Ia akan menyanggah ucapan Zyara.

Namun, Zyara kembali bersuara, "Kalau Ibu tetap memarahiku, artinya Ibu benar-benar tidak mempraktikkan PKN dalam kehidupan Ibu sehari-hari, tapi Ibu hanya mempelajari teorinya saja."

Bu Guru tidak mengeluarkan suara lagi. Ia tidak tahu harus bicara apa, karena ucapan Zyara memang benar.

Pulang sekolah, Zyara tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia pergi ke saung bambu dekat pohon besar. Gadis itu mengotak-atik ponselnya. Ia menuliskan semua keluh kesahnya menjadi sebuah novel.

"Para bajingan dan para jalang sialan itu," gerutu Zyara. "Lihat saja, apa yang terjadi apabila ada manusia berhati setan yang mendatangi mereka."

~DIA DATANG

~•••~

Dia datang, dia datang lagi. Suara cakaran-cakaran di dinding rumahku memekakkan telinga. Aku sendirian dan aku ketakutan kala bisikan-bisikan itu kembali terdengar. Dia selalu menyeretku dalam perasaan penuh ketakutan, menghanyutkanku dalam gelisah, dan membunuhku dalam kedinginan. Hening. Yang kudengar hanya suara tetes air di kran yang menetes ke wastafel kamar mandi

~•••~

Di tengah kesunyian malam, terlihat gadis berambut panjang dengan gaun merah membawa rantai di tangannya. Tatapan matanya yang tajam sangat mengintimidasi. Rahang tegas dengan dagu lancip dan hidung menukik. Ia adalah seseorang yang memiliki kebencian yang sangat mendalam di hatinya. Hasrat ingin membunuh dan menghancurkan hidup orang-orang yang telah berbuat salah.

Ia terlahir dengan nama....~

Zyara tidak melanjutkan tulisannya. Ia merasakan ada angin yang menerpa wajahnya. Rambutnya yang tergerai bergerak-gerak tertiup angin.

"Nama yang bagus apa, ya?" gumam Zyara.

Ia menghapus bagian baris terakhir dan menggantinya.

~ Ia terlahir tanpa nama, tetapi perasaan itu sering kita kenal dengan nama Misanthrope. Ya, rasa benci, dengki, dan segala ketidaksenangan pada orang lain. Itulah gambaran dari gadis bergaun merah yang kini berdiri di depan sebuah rumah bertingkat dua.

Senyuman lebar terukir di bibirnya. Ia mengayunkan rantainya sembari bekata, "Pelajaran kemarin belum cukup untuk mengajarimu."

Setiap mendatangi korbannya, ia akan memberikan pertanyaan, "Kau mau kematian yang seperti apa? Dikuliti, digantung, ditenggelamkan, atau dibakar hidup-hidup? Hanya satu yang bisa kau pilih."

Setelah mendapatkan jawaban dari korbannya, maka ia akan menghabisinya sesuai pesanan. Tanpa ampun, ia membiarkan korbannya kesakitan dan tersiksa selama proses kematian. Sambil tersenyum mengerikan, ia akan menonton sampai korbannya meregang nyawa.

Ia mendatangi setiap rumah yang mana si pemilik rumah itu adalah seseorang yang pernah berbuat dosa. Wanita bergaun merah itu akan menghabisinya tanpa dicurigai oleh polisi. Tidak ada polisi yang berhasil menangkapnya.

Dalam kasus ini, orang-orang mulai berpikir, apakah si pembunuh adalah manusia atau bukan?

Entahlah, tidak ada yang tahu siapa Misanthrope sebenarnya.~

Zyara berhenti menulis. Ia melihat ke sekeliling kala merasakan kehadiran sesuatu yang tidak bisa ia lihat wujudnya.

"Sampai sini saja dulu." Zyara segera pulang ke rumahnya saat merasakan suasana berubah menjadi agak mencekam.

🥀🥀🥀

17.29 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

MISANTHROPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang