Part 05

114 13 0
                                    

Sesampainya di rumah Irgina, Natalia meletakkan koper dan tasnya di sudut kamar yang sudah disiapkan Irgina untuknya.

"Wah, rumah sewa Kak Irgina sangat nyaman. Pasti harga sewanya mahal. Ternyata bekerja di LD Publisher bisa menyewa rumah sebesar ini, ya?" gumam Natalia sambil melihat ke sekeliling.

Tercium aroma masakan yang menggunggah selera. Gadis itu mengusap perutnya yang rata. "Aroma tumis bumbu ini membuatku lapar. Apa kak Irgina memasak? Aku harus membantunya."

Natalia keluar dari kamar menuju ke dapur. Ia melihat Irgina sedang memasak. Seniornya itu terlihat imut dengan kaos putih berlengan pendek dan celana pendek berwarna hitam. Ada celemek merah muda yang terpasang di tubuhnya yang ramping. Rambut panjangnya dicepol. Untuk pertama kalinya Natalia melihat Irgina berpenampilan seperti gadis rumahan. Ia terbiasa melihat Irgina memakai jas formal.

"Ada yang bisa aku bantu, Kak?" tanya Natalia sambil menghampiri Irgina.

"Siapkan piring saja dua ke meja, ya. Sendoknya di dalam lemari atas yang nomor dua dari ujung," jawab Irgina tanpa mengalihkan perhatiannya dari wajan.

"Okay!" Natalia menyiapkan dua piring lalu ia membuka lemari dan mengambil sendok beserta garpu.

"Natalia, apa kau lebih suka telur ceplok atau telur dadar?" tanya Irgina sambil menoleh sebentar pada Natalia.

"Aku suka keduanya," jawab Natalia.

"Baiklah, aku akan menggoreng telur ceplok saja, ya." Irgina menuangkan minyak ke wajan. Sambil menunggu minyak panas, Irgina membuka tutup rice cooker disambut uap lembut yang keluar dari panci rice cooker tersebut.

"Biar aku saja," kata Natalia sambil menghampiri Irgina dan membawa panci rice cooker.

"Hati-hati panas," kata Irgina kemudian ia memasak telur ceplok setelah minyaknya dirasa sudah panas.

Natalia meletakkan panci rice cooker ke meja. Ia mengibas-ngibaskan tangannya di atas nasi hangat tersebut membuat uapnya menari-nari. Aroma nasi hangat yang khas membuat Natalia semakin lapar. Ia melihat Irgina yang cekatan saat memasak.

Wah, Kak Irgina sangat hebat. Dia bahkan tidak menjerit saat menggoreng telur ceplok. Padahal minyaknya loncat-loncat, batin Natalia.

"Akhirnya matang juga." Irgina menyajikan masakannya ke meja. "Ayo, kita makan bersama."

Natalia tersenyum. "Terima kasih makanannya, Kak."

Saat mencicipi masakan Irgina, ia tampak menikmatinya. "Ini enak sekali, Kak. Kakak sangat pandai memasak."

Irgina hanya tersenyum. "Makanlah yang banyak."

"Terima kasih, Kak."

Saat di tengah-tengah makan, adzan berkumandang. Irgina beranjak dari kursinya. "Lanjutkan saja makannya, ya. Aku harus salat magrib dulu."

Natalia mengangguk.

Selesai makan, Natalia membereskan piringnya sendiri untuk dicuci. Ia melihat piring Irgina yang masih ada nasi dan lauknya.

"Kak Irgina lanjut makan atau tidak, ya?" Natalia berjalan menuju ke kamar Irgina yang pintunya sedikit terbuka. Ia melihat Irgina masih salat.

Natalia pun kembali ke ruang makan. Namun, langkahnya terhenti melihat foto-foto di dinding. Ada salah satu foto yang menarik perhatiannya, yaitu Irgina bersama seorang pria berkemeja putih dan dan berdasi. Dalam foto tersebut, keduanya tampak tersenyum bahagia.

"Apakah ini pacarnya Kak Irgina? Tampaknya dalam foto ini mereka masih sangat muda. Mungkin SMA atau masih kuliah," gumam Natalia.

Irgina keluar dari kamarnya sambil merapikan rambutnya. Ia mendapati Natalia sedang melihat foto-fotonya.

Natalia menoleh pada Irgina. "Kakak manis sekali waktu bayi."

Irgina hanya tersenyum. "Biasa saja."

Natalia cemberut. "Lucu, kok."

Irgina teringat sesuatu. "Oh ya, besok kita berangkat jam 7. Tadi sopir Pak Eldo menghubungiku."

"Begitu, ya? Kalau begitu, aku akan bangun lebih awal," kata Natalia.

Irgina mengangguk. "Sekarang kau harus tidur lebih awal agar besok fresh saat bangun pagi."

Malam harinya, Natalia tampaknya sudah tidur nyenyak di kamar. Sementara Irgina masih terjaga. Gadis itu mengotak-atik laptopnya mencari lokasi tempat tinggal Zyara Andaressa yang akan dikunjunginya besok.

"Ya, tempat ini memang terlihat sangat asri. Semoga aku bisa lebih tenang dan mendapatkan energi positif setelah pulang di sana," gumam Irgina.

Irgina melihat kertas biodata Zyara Andaressa. Di bagian sudut atas kanan ada foto gadis muda yang tidak tersenyum sama sekali. Gadis itu menunjukkan ekspresi datar dengan filter hitam-putih. Tak lain ia adalah Zyara Andaressa.

🥀 Flashback On 🥀

Irgina dan gadis cantik dalam foto hitam-putih itu duduk berhadapan di ruang tamu khusus yang disediakan oleh perusahaan LD di lantai dua. Di meja ada dua gelas jus.

"Halo, namaku Irgina Maharaya Chaira, editor naskah yang kebetulan merevisi naskahmu," kata Irgina sambil mengulurkan tangannya.

"Zyara Andaressa." Gadis itu menerima uluran tangan Irgina. Mereka bersalaman. Zyara tampaknya menghindari tatapan Irgina. Bahkan sikapnya sedikit aneh seolah sedang berwaspada dan berhati-hati.

Irgina menyodorkan map berwarna cokelat pudar pada Zyara. "Silakan dibaca dulu kontrak penerbitannya. Setelah itu, kau bisa menandatanganinya. Apabila ada yang kurang paham, tanyakan saja."

Tanpa repot-repot membaca isi kontraknya, Zyara langsung menandatangani semua dokumen tersebut.

Irgina melihat ke dokumen dan Zyara bergantian. Ia mengangguk menganggap Zyara sudah mempercayakan sepenuhnya pada LD Publisher.

"Kau menempuh perjalanan yang cukup jauh. Istirahatlah sebentar," kata Irgina.

Zyara menunduk. "Aku harus segera pulang. Seperti yang kau tahu, kampung halamanku sangat jauh."

Salah seorang karyawan percetakan memasuki ruang tamu. Ia membawa satu troli buku berjudul Kematian Datang Lebih Cepat dari yang Kau Duga.

"Kau harus menandatangani buku-buku ini sebelum dibungkus oleh tim packing," ucapnya pada Zyara.

Zyara tidak merespon.

Irgina membantu pria itu mengeluarkan buku-buku tersebut dari dalam troli ke meja. "Terima kasih, Teguh. Trolinya tidak perlu kau bawa. Aku akan mengangkut buku-buku ini dengan troli tersebut dan membawanya ke packing."

Teguh mengangguk lalu ia pun pergi.

Irgina membantu Zyara yang menandatangi puluhan bukunya itu dengan membuka satu per satu jilidnya agar lebih cepat.

Merasa suasana canggung karena keheningan, Irgina pun bersuara, "Ada penginapan di sekitar sini. Kau bisa menginap sehari...."

"Aku tidak memerlukannya," potong Zyara.

"Perusahaan yang akan membayar biaya penginapan. Kau terlihat masih sangat muda. Pasti melelahkan berangkat dan pulang di hari yang sama. Apalagi kau sendirian," kata Irgina.

Zyara menoleh pada Irgina dengan tatapan tidak terbaca. "Apakah ke depannya aku bisa mengirimkan tanda tangan digital saja?"

Irgina mengangguk. "Iya, bisa."

Setelah selesai menandatangani semua buku itu, Zyara pamit pulang. Langkahnya terlihat buru-buru dan kaku.

Irgina menatap punggung Zyara yang menghilang di balik pintu.

🥀 Flashback Off 🥀

Perhatian Irgina teralihkan pada tanggal lahir Zyara. Tertera 16 April 1998.

Irgina mengernyit. "Dia kelahiran 98? Artinya dia seumuran dengan Natalia, tapi sepertinya dia jauh lebih muda dari Natalia. Apa dia berbohong soal tanggal lahirnya?"

🥀🥀🥀

19.40 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

MISANTHROPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang