"Kau tidak tahu? Semalam kau tidak mendengar sesuatu?" tanya wanita itu.
Natalia menggeleng, sementara Irgina mengernyit.
"Dua orang anak kecil bermain di lantai ini dan jatuh dari tangga. Mereka tewas seketika," kata wanita itu.
Natalia terkejut mendengarnya. Ia melihat ke ujung tangga. Seorang wanita menangis histeris. Dua orang polisi menahannya agar tidak mengamuk dan mengobrak-abrik TKP. Ada darah di tangga. Ia mengalihkan pandangannya.
"Bukankah kalian menyewa kamar yang ini? Seharusnya kalian mendengar kegaduhan semalam yang terjadi di depan kamar ini. Semua orang langsung datang ke lantai 8 saat mendengar suara benda jatuh disertai dengan suara teriakan anak kecil."
Irgina bertanya, "Semalam jam berapa, ya, Kak? Mungkin kami sudah tidur."
"Jam 10 malam. Di atas jam 9 anak-anak di bawah umur dilarang berkeliaran, tapi mungkin kedua anak itu keluar saat orang tuanya lengah. Dan terjadilah insiden ini," ucap wanita itu.
Irgina tampak berpikir. Jam 10? Tapi, jam 1 dini hari aku juga mendengar suara anak-anak. Kalau semua anak di jam tersebut dilarang keluar, lalu suara anak-anak yang kudengar semalam... itu....
Ponsel Irgina berdering. Gadis itu terhenyak lalu segera mengangkat telepon yang masuk.
"Halo, Mas Yuda, sepertinya kami tidak bisa turun ke bawah. Tangga menuju ke bawah sekarang dijadikan TKP."
"Apa? Memangnya terjadi pembunuhan?" Yuda terdengar kaget.
Irgina menjelaskan, "Ada yang jatuh dari tangga dan meninggal. Mereka...."
Natalia melihat ke ujung koridor. Ada dua anak kecil yang berdiri di sana. Salah satu dari mereka kepalanya belah dan darahnya terus mengalir membasahi wajah dan bajunya. Bahkan menetes ke lantai koridor Anak yang satunya memiliki luka menganga di wajahnya. Mereka berdua melihat ke arah Natalia.
Perlahan Natalia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan pura-pura tidak melihat.
"Baiklah, kami akan lewat sana." Irgina mengakhiri panggilannya. Melihat tingkah Natalia yang aneh, Irgina mengernyit. "Natalia, kau kenapa?"
Natalia menatap Irgina dengan tatapan sedih. Keringat dingin mengalir dari keningnya. Wajahnya memucat. Gadis itu nyaris menangis.
"Kau baik-baik saja? Apa kau sakit?" tanya Irgina khawatir.
"Aku mohon, kita turun atau kembali saja ke kamar," ucap Natalia dengan suara bergetar.
"Mas Yuda bilang, ada tangga lain. Kita bisa lewat sana." Irgina menunjuk ke ujung koridor tepat di mana kedua sosok anak kecil itu berada.
Natalia meringis sambil menepuk dahinya. Kenapa harus lewat sana?!
"Kenapa? Kau merasa tidak sehat dan tidak mau pergi? Kalau begitu, kita kembali saja ke kamar dan merevisi naskahnya di kamar. Aku akan menghubungi Mas Yuda," kata Irgina.
Natalia menggeleng. "Tidak apa-apa, kasihan Mas Yuda sudah menunggu kita. Kita tidak boleh mengecewakannya."
Irgina mencerna ucapan Natalia lalu ia menganggukkan kepalanya. "Baiklah, ayo lewat sana."
Natalia mengangguk walau berat hati. Irgina berjalan duluan, sementara Natalia menyusulnya di belakang.
"Kata Mas Yuda, ini tangga darurat atau tangga belakang yang biasa dipakai OB dan staf penginapan. Mas Yuda sudah neminta izin pada manager penginapan, kalau kita akan lewat sana. Setelah melewati tangga darurat, kita akan lewat tangga biasa di lantai 8," kata Irgina.
Natalia tidak menanggapi ucapan Irgina. Ia masih bisa melihat kedua sosok anak kecil itu tidak berpindah dari tempatnya sama sekali, bahkan satu senti pun.
Irgina dan Natalia semakin dekat. Natalia menunduk dalam. Irgina melewati dua sosok anak kecil itu begitu saja, tampaknya ia tidak melihat kehadiran mereka. Natalia melangkah lebih gegas. Ia menyusul Irgina dan mensejajarkan langkahnya.
Langkah Irgina terhenti saat Natalia memegang tangannya dengan erat. Ia menoleh melihat Natalia yang ketakutan.
Ternyata salah satu sosok anak kecil itu memegang tangan Natalia. Itulah sebabnya langkah Natalia terhenti dan ia memegang erat tangan Irgina.
Irgina melihat tangan Natalia yang satunya terlihat kaku. Ia memegang tangan itu lalu menariknya pelan-pelan dan berkata, "Jangan ditahan, kau akan baik-baik saja."
Ucapan ambigu Irgina membuat Natalia mengernyit, tapi karena Irgina, ia berhasil lolos dari anak kecil itu.
"Ayo!" Irgina menuntun Natalia. Mereka pun menuruni tangga darurat.
"Kakak bisa melihat mereka? Kakak melihat mereka?" tanya Natalia.
"Melihat siapa?" Irgina balik bertanya.
"Melihat hantu anak kecil di koridor tadi," jawab Natalia pelan.
Langkah Irgina terhenti. Ia menatap Natalia. "Ha-hantu?"
Natalia mengangguk. "Kakak menyuruh mereka berhenti menahanku dan Kakak juga bilang kalau mereka akan baik-baik saja."
Irgina membeku untuk sesaat lalu ia menarik tangan Natalia dan berjalan lebih cepat menuruni tangga.
"Kak Irgina!" gerutu Natalia.
Sampailah mereka di tangga lantai 8 menuju ke lantai 7. Irgina menghentikan langkahnya lalu ia menatap Natalia.
"Jadi, sebenarnya... tadi kau melihat hantu?" tanya Irgina panik.
Natalia terdiam untuk sesaat lalu ia mengangguk pelan. "Dia memegang tanganku yang ini."
Irgina menghela napas berat. "Aku kira tadi tanganmu kram, itulah sebabnya aku bilang, jangan ditahan, kau akan baik-baik saja."
Natalia terdiam sejenak. Ia mengalihkan pandangannya. "Kalau begitu... sepertinya tadi aku salah lihat. Mungkin bukan hantu, tapi halusinasiku saja."
Irgina menatap Natalia dengan tatapan penuh selidik. "Jadi, sebenarnya kau bisa melihat hantu?"
Natalia tidak segera menjawab.
Irgina menepuk dahinya sambil menggerutu, "Sejak SMA, aku selalu ketakutan saat bersama seseorang yang punya kemampuan melihat makhluk tak kasat mata."
Natalia menatap Irgina. Untuk pertama kalinya ia melihat Irgina sepanik itu.
"Tenang saja, hanya aku yang bisa melihat mereka. Kakak tidak perlu khawatir. Selain itu, aku juga tidak akan bilang pada Kakak, hantu apa saja yang aku lihat saat kita berjalan bersama melewati suatu tempat," kata Natalia.
"Kau melihat banyak hantu di tempat-tempat yang sudah kita lewati?" tanya Irgina semakin panik.
Natalia mengangguk ragu.
"Ah, menyeramkan sekali." Lutut Irgina terasa lemas sampai-sampai ia berjongkok.
"Tenang saja, mereka tidak mengganggu, kok," hibur Natalia.
Irgina membuang napas pelan. "Jam 1 malam, aku mendengar suara anak kecil berlarian di depan kamar. Bahkan mungkin mereka mengetuk pintu kamar. Aku pikir itu adalah hantu anak-anak yang kau lihat tadi, yang katanya meninggal jam 10. Padahal di atas jam 9 anak-anak di bawah umur dilarang berkeliaran di koridor penginapan."
"Sebenarnya aku terbangun, karena mendengarnya juga. Tapi, aku mengabaikannya lalu kembali tidur," ucap Natalia.
"Kau mendengarnya?"
Natalia mengangguk. "Aku kira Kakak tidak mendengarnya. Kalau aku tahu Kakak mendengarnya, aku pasti bangun untuk berbagai ketakutan dan penderitaan bersama."
Ponsel Irgina berdering. Ia melihat nama Yuda di layar ponselnya. "Oh? Aku lupa, Mas Yuda pasti menunggu kita."
"Oh iya, ya."
🥀🥀🥀
19.24 | 1 Desember 2020
By Ucu Irna Marhamah

KAMU SEDANG MEMBACA
MISANTHROPE
HorrorSINOPSIS Bermula dari seorang editor naskah novel yang mencari seorang penulis novel yang akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Seolah-olah ditelan bumi, penulis novel misterius itu tidak ada kabar sama sekali setelah beberapa minggu terakhir. Pem...