part-14

5.3K 277 12
                                    

Bisik-bisik terdengar dilorong gedung kala sepasang saudara berjalan melewati mereka. Tatapan dan comohan terdengar telinga.

Entahkah itu tatapan bingung, marah, sinis atau bahkan ucapan yang tidak enak didengar ditelinga.
"Kak."

Bagas menatap Asya, ia menghela nafas.
"Jangan dengerin, abaikan."

Mendengar itu Asya hanya bisa menunduk agar menghindari tatapan para karyawan yang sungguh menyakitkan.

"Dengar-dengar mereka berdua anak haram dari alm. Pak Harris." Bisik-bisik yang terkesan menyindir kembali terdengar telinga mereka, Asya hanya bisa menelan ludah begitu perasaan takut hinggap dihatinya.

"Berarti mereka saudara Nona Jenny?"

"Bisa dibilang begitu."

Akhirnya Asya bisa menghirup nafas setelah mereka memasuki lift, sudah berapa tahun ia tidak mendengar kalimat itu? Anak haram? Ha.

Ternyata, bukan anak kecil saja yang bisa mengatainya seperti itu. Asya baru tau bahwa orang dewasa pun bisa.

"Tidak usah dipikirkan, orang-orang itu hanya berbicara omong kosong." Bagas berusaha lembut berbicara, ia menarik tangan adiknya dan segera memeluknya.

"Kakak pernah bilang, jangan pernah pikirkan masa lalumu. Biarkan masa itu berlalu oke?" Bagas mengelus kepala adiknya dengan lembut, dan berusaha menenangkan Asya agar penyakit aneh adiknya tidak kambuh.

Bagas melepas pelukannya begitu lift terbuka, keduanya segera melangkah keluar dan disambut oleh pengacara Goni.
"Selamat datang Tuan Bagas dan Nyonya Asya." Ucapnya ramah.

Bagas dan Asya membalasnya dengan senyuman.
"Terima kasih atas sambutan Anda." Ucap Bagas.

Sebelumnya Bagas sudah memberi tau Asya tentang harta warisan milik Ayah mereka, jadi hari ini adalah awal dari perebutan harta itu. Cih sebenarnya Asya sudah membiarkan saja, ia tidak mau berurusan dengan keluarga Ayahnya itu.

Jika begini, bagaimana dengan rencana balas dendamnya yang lain?

Disepanjang perjalanan, Asya menatap sekeliling. Ia belum tau menahu perusahaan ini, jika di aljabar kan, perusahaan ini melingkup tentang sebuah aplikasi.

Entah aplikasi apa, Asya juga tidak tau.

Dari arah yang berlawanan, terlihat wanita cantik melangkah bersama dengan Asistennya, Asya pernah melihat wanita itu.
"Oh Tuan Goni, Anda sudah datang." Ucapnya, wanita itu seakan mengabaikan keberadaan ia dan Bagas.

"Nona Jenny, senang bertemu dengan Anda." Nada suara Goni terdengar datar, walaupun begitu Jenny membalasnya dengan senyuman karena laki-laki itu membalas jabatan tangannya.

"Saya tidak tau bahwa Anda membawa dua tamu datang kemari." Jenny dengan tatapan rendahnya menatap kedua bersaudara didepannya.

Goni berdehem mendengarnya.
"Maaf, sebelumnya Anda sudah pasti tau siapa mereka."

Bagas menatap tajam wanita didepannya, dasar tidak tau malu.

"Mereka adalah client Anda sekaligus pemimpin perusahaan ini. Boleh dikatakan Tuan Bagas dan Nona Asya juga saudara Anda." Saudara kandung tapi beda rahim, bisa dikatakan kandung bukan?

Jenny benar-benar tidak sudi, ia  benar-benar merasakan jijik ketika menyadari ditubuhnya mengalir darah laki-laki brensek itu.

"Tuan Goni, apa maksud Anda? Sudah jelas pemimpin perusahaan ini adalah saya? Lagi pula saya tidak memiliki client bernama Bagas dan Asya. Benar Asisten Laura?" Jenny menatap wanita dibelakangnya.

"Benar Nona." Jawabnya.

"Ahli waris tetaplah ahli waris, walaupun perusahaan ini berpindah kepemilikan mereka berdua tetap memiliki hak diperusahaan ini." Dengan tatapan serius dan suara tegas, Goni berhasil membungkam mulut wanita didepannya.

Aku Tokoh Utamanya : Penyesalan II (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang