part-48

1.7K 101 9
                                    

Mulai minggu pagimu dengan membaca ff ini 😝




Bagas yang ingin melangkah kedapur terhenti saat melihat Zhela yang duduk diam diruang tamu.

Laki-laki itu menaikkan satu alisnya bingung, cukup mengherankan karena beberapa hari ini keponakannya itu terlihat ketakutan dan memikirkan sesuatu.

"Zhela." Panggilnya seraya menghampiri.

Zhela seketika tersentak mendengar panggilan itu. Ia menatap laki-laki yang ia panggil Om itu.

"Ada apa? Kok ngelamun gitu?" Tanyanya begitu duduk disamping Zhela.
"Lagi mikirin apa? Cerita sama Om." Bagas mengusap rambut keponakannya dengan sayang.

Zhela menghela nafas, tidak tau harus memberi tau apa tidak. Tapi disisi lain ia masih menyayangi Papanya.

"Tidak, sebenarnya Zhela lagi mikir pernikahan Mama. Itu bagaimana? Kata Mama itu cuma pernikahan main-main." Zhela berusaha mengalihkan pembicaraan sekaligus mengalihkan pikirannya yang sama seperti beberapa hari lalu.

Mata Bagas mengerjab beberapa kali.
"Dengar Zhela, sebenarnya memang begitu. Tapi sekarang Ariz itu Papa kamu oke?"

Anak itu menundukkan kepalanya.
"Terus Papa Cen Cen bagaimana?" Nada suara Zhela terdengar memelas.

Bagas memeluk Zhela tanpa menghentikan usapan di rambutnya.
"Kamu tau Pak Hakim atau Ibu Hakim kan?"

"Um tau,"

"Nah Mama sama Chen Heng itu sudah cerai, kalau mau Mama sama Paman Ariz cerai, harus hadapin Pak Hakim atau Ibu Hakim dulu baru bisa pisah." Jelasnya.

"Tapi tidak semudah itu Zhela," Bagas tersenyum miris memikirkan nasib adiknya, sudah dikataka rencana mereka gagal, ditambah sekarang adiknya menjadi istri simpanan.

Menyesal ia mengiyakan persyaratan laki-laki itu.

"Mudah, Mamakan tinggal bilang kalau Paman Ariz sudah punya keluarga." Ucap Zhela memberi saran.

"Eh iya juga?" Ujarnya seakan tersadar. Bagas tersenyum menatap Zhela.
"Nanti kita tanya Mama ya?'

___________

Brak!

Kecelakaan beruntun yang terjadi dijalanan membuat orang-orang berteriak histeris begitu melihat sebuah bus terbalik dengan kondisi parah.

Mereka akhirnya berbondong-bondong menghampiri bus itu, mencoba mencari para korban yang masih dapat diselamatkan.

Disisi lain, seorang anak kecil masih berusaha mempertahanan kesadarannya, matanya sejak tadi sudah berlinang air saat melihat jasad kedua orang tuanya.

"Ibu... Ayah..." Panggilnya dengan lemah, beralih ia menatap anak kecil disampingnya.

Kini anak perempuan itu semakin menyesal, orang-orang yang berada dibus ini sepertinya meninggal dunia. Ia menatap bola didepan sana.

Bola itu....

"Maaf..." Asya menangis terisak, tangannya yang berdarah ia usah ke wajahnya guna menyeka air matanya.

"Maafin Asya... Maafin Asya Pak supir."

Mata Asya terbuka lebar diiringi detak jantungnya yang berdebar. Ia menatap langit-langit kamar didepannya dengan bingung.

Lantas wanita itu segera terbangun dari tidurnya, Asya menghela nafas sembari menepuk kepalanya yang masih saja kepikiran.

Mimpi itu...

Aku Tokoh Utamanya : Penyesalan II (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang