part-25

3.1K 155 4
                                    

Pagi hari dikamar hotel yang Ariz sewa terasa harmonis serta hangat, sejak pukul 6 pagi tadi sudah terdengar kegaduhan lantaran Ariz dan Zhela sibuk membereskan mainan yang mereka mainkan semalam.

Walaupun sudah jelas ada yang membersihkannya, Asya tetap menyuruh keduanya membersihkan dengan syarat wanita itu memasakkan sebuah sarapan untuk mereka.

"Mereka bersih-bersih atau demo sih!" Gerutu Asya yang sedang menonton tutorial membuat nasi goreng.

Terdengar beberapa suara benda terjatuh yang diakibatkan oleh keduanya.
"Ariz! Zhela! Kalian yang benar bersihinnya!" Kembali Asya berteriak.

Hening,

Asya menoleh kebelakang begitu tidak mendengar keributan, entah apa yang sekarang mereka lakukan, Asya tidak tau, lebih baik ia lanjut memasak.

Ia menatap alat dan bahan-bahan diatas meja, seperti rumah sendiri, Asya bergerak bebas melakukan apa saja disini. Padahal ini merupakan hotel.

Entah kemana semua penghuni dapur sehingga hanya ia yang tersisa sendirian disini, dalam benaknya bertanya-tanya, apakah hotel ini sudah tidak terpakai?

Sejak Ariz membawanya semalam, tak satupun orang lain ia lihat di gedung berlantai 17 ini, akan tetapi jika memang tidak terpakai, mengapa hotel ini terlihat terawat dan nampak mewah?

Tapi begitu Asya mengingat Ariz, ia sudah tau apa jawabannya.

Selang beberapa menit, Asya merasa ada seseorang dibelakangnya.

Belum sempat ia membalikkan badan, seseorang memeluknya dari belakang.
"Ariz?" Panggil Asya begitu melihat tangan kekar melilit diperutnya.

"Hmm."

Ariz berdehem dipotongan ceruk leher milik Asya, membuat wanita itu mengigil saat merasakan nafas hangat laki-laki dibelakangnya.

"Lepas." Asya menyikut tubuh Ariz, tapi bukannya terlepas, justru pelukan itu semakin erat.

Asya mencengkram kuat pisau ditangannya, apakah jika ia menancapkan pisau ini kewajah Ariz, akankah mantan kekasih ini akan langsung mati?

"Maaf."

Tatapan Asya kosong saat mendengar suara parau milik laki-laki yang saat ini menenggelamkan wajahnya dileher miliknya.
"Maaf Sya."

Tes.

Tes.

Sesuatu mengalir membasahi panggung kanan Asya, memilih sedikit tidak percaya, untuk pertama kalinya ia melihat Ariz menangis.

"Kamu tau?" Lirih Asya.

Asya merasakan anggukan sebagai jawaban, raut wajah Asya menjadi sendu.
Sesuatu yang tidak terwujud tanpa disuruh meremas ujung ulu hatinya

Rasanya sesak dan menyakitkan.

"Kenapa kamu nyuruh aku ngelakuin itu?"

Asya tidak mendapat jawaban atas pertanyaannya.
"Kalau memang kamu nggak cinta sama aku, setidaknya kamu..." Ucapan Asya tercekat begitu mengingat kalimat Ariz dimasa lalu.

Kalimat yang mengatakan untuk mengugurkan kandungan yang baru dihitung satu bulan.

Asya merasakan jantung Ariz berdegup kencang dibelakang, Asya tidak mengerti, Asya benar-benar dibuat bingung akan jalan pikiran Ariz.

Setelah menyebut nama wanita lain dimalam saat Asya mengalami kehancuran, tidak cukupkah Ariz untuk terus menyakitinya dengan mengatakan agar membunuh bayi tidak bersalah diperutnya?

Srek.

Ariz membalik paksa tubuh Asya dan kembali memeluk perempuan itu, Ariz seakan tidak mau Asya melihat wajahnya yang penuhi oleh air mata.

Aku Tokoh Utamanya : Penyesalan II (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang