Bab 5. mereka kembar

274 13 1
                                    

Devin yang sedari tadi tertidur lantas terbangun sesaat mendengar deru langkah kaki yang berlalu melewati kamarnya. Ia bangkit dari posisi tidurnya, meregangkan tubuhnya, lalu menguap sepanjang panjangnya. Dan beralih memasuki bilik kamar mandi di kamarnya selepas itu.

Bermenit menit lamanya ia berada di bilik mandi tersebut sampai di detik berikutnya keluarlah ia dengan hanya menggunakan celana jeans pendek lengkap dengan kaos biru dongker polos miliknya. Ia beranjak keluar dari kamar selepas menyisir rambut basahnya dan menyemprotkan parfum Italia kesukaannya.

Awalnya ia ingin beranjak ke dapur guna mengisi perutnya yang telah keroncongan tapi baru saja ia menutup pintu kamar Lamat lamat terdengar olehnya suara tangisan perempuan. Suaranya terdengar pilu, dan tersengal sengal. Devin yang awalnya tak menggubris langsung tersentak manakala teringat pemilik suara itu.

Ya itu adalah suara Tante Linda dan parahnya lagi suara itu datangnya dari arah kamarnya yang ada tepat di sebelah kamar sang kakak. Devin yang penasaran dengan suara tangisan tantenya lantas berjalan perlahan menuju kamar sang Tante.

Ia berjalan begitu pelan hingga nyaris tak terdengar suara langkahnya itu. Dan setelah kamar tantenya ada tepat di hadapannya Devin pun lantas memutar kenop pintu itu. Ia tersentak manakala pintu itu tak dikunci dari dalam atau mungkin tantenya lupa. Hm,, sudahlah.

Devin sempat melihat dari celah pintu yang terbuka itu, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Tante yang selama ini selalu menunjukkan sisi cerianya tengah duduk di ujung kasur membelakanginya seraya menatap kearah jendela dan menangis.

Tapi karena cacing di perut Devin sudah berdemo ingin diberi makanan, ia pun kembali menutup pintu kamar tantenya itu perlahan lalu beranjak menuruni tangga menuju dapur.

Di tangga pertama ia dapat melihat di ruang tamu sosok pamannya dengan seorang perempuan asing di sebelahnya. Ia sempat menghiraukan itu tapi tak ketersengajaan dirinya berhasil membuatnya melihat dengan jelas gelagat aneh pamannya. Ia dan perempuan itu, mereka nampak menunjukkan sisi mesranya di sana terlebih adanya Devan yang datang dan menyajikan minuman tuk mereka berhasil membuat langkah Devin terhenti dan beralih menatap mereka sepenuhnya.

"Yaudah om, Devan mau ke atas dulu. Silakan dinikmati tehnya." Saat Devin dapat melihat dengan jelas sorot tak sukanya sang kakak pada paman dan perempuan itu, ia pun kembali berpikir, apakah ada sesuatu yang terjadi selama ia tidur tadi, dan siapakah perempuan yang berada di sisi pamannya itu?? Kenapa ia rasa ada suatu kejadian besar yang baru saja terjadi di sini. Terlebih tangisan sang Tante, apakah tantenya menangis selepas melihat ini?

"Baiklah makasih ya Van."

Saat melihat sang kakak akan menaiki tangga, Devin pun mencoba bersikap biasa. Ia kembali menuruni tangga, hingga berpapasan lah ia dengan saudara kembarnya itu. Semula mereka saling berhenti, diam, dan setelahnya mereka pun saling melewati tanpa adanya sapaan ataupun suara yang dimaksudkan tuk saling menegur. Mereka sama sama diam dengan Devin yang bersikap dingin dan acuh seperti biasa. Tapi lain halnya dengan Devan, ia nampak diam, dan diamnya itu seperti diamnya orang kecewa, dan marah pada seseorang. Ya Devin dapat melihat itu sesaat kedua mata mereka saling menatap tadi. Terlebih sikap dingin sang kakak yang tak pernah dilihatnya sebelumnya mulai dilihat olehnya setelah menyajikan minuman pada paman juga perempuan asing itu.

Saat langkah kaki Devin sudah sampai pada tangga terakhir ia kembali tersentak selepas kata kata itu keluar dari mulut perempuan itu.

"Sayang. Kayaknya keponakan sama istri kamu gak suka deh sama kedatangan aku. Apa sebaiknya kita batalin aja ya acara pernikahan kita, aku rasa ini semua salah sayang, dan gak sebaiknya kita lakuin ini. A-aku bener bener menyesalinya sekarang." Tentu saja itu hanya alibinya saja, Bianca pun lantas menunduk selepas itu. Ia terlihat sedih, dan tangannya telah saling bertaut satu sama lain.

Tapi Darto yang mendengarnya justru terkejut, sebab dari kemarin yang mendesaknya untuk segera melaksanakan pernikahan ini ya Bianca sendiri, tapi kini justru dirinyalah yang teringin membatalkannya.

Darto yang pusing dengan sikap plin plan sang kekasih lantas memegang gemas dagunya selepas itu ia tersenyum manis seraya mencium sekilas bibir merahnya.

Devin yang masih mematung di tempatnya kembali dibuat terkejut dengan adegan yang dilihatnya barusan.

Om Darto nyium perempuan itu?? Disini?? Apa om Darto selingkuh, dan semuanya tahu kecuali aku?! Apa Tante Linda juga tahu, dan kecewa sama mereka makanya ia menangis di kamar tadi?

"Sayang jangan ngawur. Kita udah sejauh ini, dan kamu juga lagi ngandung anak aku. Aku gak bisa lepas tangan gitu aja, aku bakal tanggung jawab, dan akan nikahin kamu, oke. Udah jangan pernah ngomong gitu lagi, aku itu sayang sama kamu, cinta sama kamu. Makanya kenapa aku rela khianati Linda dan menjalin hubungan sama kamu."

Saat Darto mulai menarik pinggang Bianca dan memeluknya, Devin kembali tersentak dengan adegan itu, terlebih ucapan pamannya tentang kehamilan gadis itu. Sungguh otak buntunya tak dapat memikirkan semua itu. Ia pun kembali melangkahkan kakinya kearah dapur sebelum panggilan pamannya kembali membuatnya terhenti, dan mau tidak mau ia pun terpaksa tuk berbalik dan menatap kearah mereka.

"Lho vin,, kamu habis dari mana? Kok om gak lihat kamu dari tadi?" Saat pertanyaan itu kembali terdengar di telinga Devin. Ia pun bersikap seperti biasa, tetap dingin juga sorot matanya yang cuek, dan terkesan acuh.

"Baru bangun tidur." Devin pun beranjak selepas mengatakan itu. Ia tak ingin terlalu lama melihat keduanya, terlebih pertanyaan di kepalanya masih saja berdengung dan membutuhkan jawaban saat itu juga.

"Sayang itu siapa, kok mirip sama keponakanmu yang tadi. Apa mereka kembar?" Tanya lembut Bianca tepat di depan telinga Darto.

Darto yang mendengarnya lantas menganggukkan kepala dan tersenyum.

"Iya mereka kembar. Dan dia itu adeknya Devan namanya Devin."

Bianca sempat manggut manggut mendengar itu. Terlebih ia sama sekali tak mengetahui jika Devan juga memiliki kembaran, karena saat berhubungan dengannya dulu Devan sama sekali tak mengatakan apapun tentang keluarganya. Tapi saat melihat saudara kembarnya ini, mata Bianca pun berbinar, ia tak henti hentinya membayangkan sosok Devin di kepalanya.

Karena walaupun kembar, wajah sama, dan tubuh pun seimbang. Bianca dapat melihat jika devin jauh lebih tampan dan lebih menggoda daripada Devan. Tubuhnya kekar, dan wajahnya juga terkesan dingin tapi ada ketampanan yang menggairahkan di dalamnya.

Bianca pun mulai terbesit ide gila, dimana ide itu adalah ide yang tak pernah dipikirkannya sebelumnya atau lebih tepatnya sebelum ia mengenal Devin.

"Aku jadi tahu apa tujuan aku selanjutnya tuk masuk ke keluarga ini." Ucapnya dalam hati seraya tersenyum miring dan tetap menatap lurus ke depan.

Bersambung.

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang