Bab 47. Di temukannya Devin

86 2 0
                                    

Brumm ...

"Mas, ini masih jauh nggak?" tanya Bianca seraya menatap sekilas kearah Darto.

Setelah sehari yang lalu Darto mengatakan dimana tempat favoritnya Devin berada, keesokan harinya pun Darto dan Bianca segera berlalu pergi ke tempat itu.

"Mungkin dua kilo lagi sayang, dari sini kan nanti di depan sana ada pertigaan kita belok kanan." sahut Darto masih sembari fokus menyetir.

Mendengar itu Bianca pun manggut-manggut dan mengalihkan pandangannya kearah jendela mobil.

Setelah beberapa saat kemudian Darto dan Bianca pun akhirnya sampai juga di jalan menuju tempat itu. Bianca yang sebelumnya santai santai saja kini berubah tegang di saat suasana di sekeliling jalan begitu berbeda dari yang tadi mereka lewati. Jalan yang sebelumnya ramai rumah penduduk, dan begitu asri, kini berubah sepi dan juga mencekam.

"Mas mas, ini beneran jalannya? kita nggak lagi nyasar, kan?" tanya Bianca masih sembari menatap kearah jendela mobil.

Darto pun menganggukkan kepalanya dan menoleh sekilas kearah Bianca.

"Iya sayang, ini udah bener kok, kenapa sih, kok kamu kayak kaget gitu?" tanya Darto kemudian.

"Mas, ini tempatnya kok gini sih, kayak hutan loh bukan perkampungan, kita salah jalan kali." timpal Bianca.

Mendengar ucapan Bianca, Darto pun berdecak dan menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Yang tadi ku bilang apa sewaktu di rumah? pohon beringin di pinggir hutan, kan? jadi nggak salah dong kita lewat jalan ini." ucap Darto sembari menghela nafas sejenak.

"Tapi mas, emang Devin nggak takut ya ke tempat itu? ini ... serem banget loh, aku aja sampe merinding ini liatnya." sahut Bianca dengan muka takutnya.

"Gak tau sayang, Devin kan orangnya tertutup banget sama mas, apalagi mas kan jarang ada di rumah, jadi ya kalau Devin suka di tempat itu ya biarin aja, siapa tau kan, karena tempat itu Devin menjadi lebih tenang." timpal Darto.

Setelah perjalanan begitu panjang dan masuk masuk kedalam gang kecil serta melewati jalan jalan yang masih berupa tanah, Darto dan Bianca pun sampai juga di tempat itu. Sesampainya mereka di sana suasana sekitar langsung berubah seketika. Cuaca yang semula panas berubah mendung dan angin yang semula bertiup langsung terdiam. Pohon yang Darto maksud berdiri dengan gagahnya di tengah tengah pepohonan itu, di dua meter di depan mereka.

"Sayang kita udah sampai, tuh pohonnya ada di depan kita." ucap Darto seraya tersenyum dan menoleh kearah Bianca.

Bianca yang mendengar itu langsung bergidik setelah menatap kearah pohon yang Darto maksud. Pohon beringin itu begitu menyeramkan bagi Bianca, selain besar dan tinggi, pohon itu juga terkesan mistis, letaknya yang di pinggir hutan dan posisinya yang berada jauh dari orang orang membuat aura pohon itu semakin menyeramkan bila di tatap terlalu lama.

"Mas, kok serem ya pohonnya, i-itu beneran pohonnya, mas nggak salah, kan?" Bianca masihlah bergidik ngeri di saat tatapannya mengarah pada pohon beringin itu.

Darto pun mengiyakan ucapan Bianca, memang tempat dan pohon itu terlihat sedikit menyeramkan, apalagi di posisinya di pinggir hutan seperti ini, jauh dari perkampungan dan tak seorangpun yang datang, bukankah aura mistisnya semakin melekat padanya. Lagipula bukankah pohon beringin memang terkenal dengan aura mistisnya.

"Yuk sayang, kita turun, siapa tau ada Devin di sana, atau kalau nggak, kita bisa nemuin sesuatu." ajak Darto. Setelah mendengar ajakan suaminya itu, Bianca yang masih takut takut pun mencoba meyakinkan diri dan melawan rasa takutnya. Dia mengiyakan ajakan Darto, dan ikut turun bersamanya.

Kress ... Kress ... Kress ... (Suara pijakan kaki di atas tanah yang di penuhi dedaunan kering)

Wuusshhh ...

Seketika angin bertiup sepoi-sepoi di saat mereka sampai di pohon itu, ukurannya memang besar dan terkesan rindang, namun Bianca yang memang orangnya penakut, justru terlihat bergidik sesaat menatap kearah pohon beringin itu.

Sesaat mereka tengah menatap sekitar, tak seorangpun mereka temui termasuk Devin. Suasana di sana begitu sepi dan juga sunyi. Namun saat tatapan Darto, ia arahkan ke balik pohon beringin itu, dia sedikit mengernyitkan keningnya di saat ada sepasang kaki yang badannya tertutup oleh pohon itu. Awalnya Darto kaget dan bingung dengan yang di temuinya itu, namun sembari menepis rasa bingungnya, dia pun berjalan kearah balik pohon sembari diikuti Bianca di belakangnya.

Deg!

Sesampainya di sana, Darto maupun Bianca sangat terkejut setelah tau siapa pemilik dari kaki yang di temukannya itu. Devin, ya lelaki itu lah pemilik dari kaki yang di lihat Darto itu.

Astaga!

Bianca dan Darto yang melihat jika itu memang Devin segera bergegas menghampirinya. Keadaan Devin tak sadarkan diri, dia tertidur di atas tanah dengan pakaian yang sudah kotor.

"Dev Devin, bangun nak, Devin ... Kamu dengar suara paman?" panggil Darto di saat dirinya dan Bianca telah berjongkok di sebelah tubuh Devin.

Tubuhnya masih hangat, dan nafas masih juga ada, namun sejak tadi Darto terus menerus mengguncang bahu Devin berharap anak itu bangun, namun jangankan bangun, merespon pun tidak.

"Mas, Devin kenapa? apa dia lagi sakit ya, makanya dia pingsan dan gak bangun bangun?" ucap Bianca.

"Hm mungkin saja, sayang gimana kalau Devin kita bawa ke rumah sakit, biar sekalian di periksa dan diobati, nih kepalanya juga tergores kan?" setelah mengatakan itu, Darto pun mengangkat tubuh Devin dengan sekuat tenaga.

"Hati hati mas." ucap Bianca sembari berjalan tergesa di belakang Darto.

Setelah sesampainya di mobil, Darto pun memasukkan tubuh Devin ke bangku belakang, dia ingin membawa Devin ke rumah sakit untuk di periksa. Karena keadaan Devin terlihat baik baik saja, dia masih bernafas dan tubuhnya juga masih terasa hangat, namun masalahnya hanya satu, dia tidak mau bangun.

"Semoga saja Devin baik baik saja ya mas." ucap Bianca di saat mereka telah berjalan pergi dari tempat itu.

....................................



Tuk ... Tuk ... Tuk ...

Semenjak Devan mengiyakan tuk menemani Malika ke apartemennya tuk minum minum, dia sudah lupa waktu dan sangatlah bersalah. Semenjak kemarin Devan tak pulang ke rumah dan sama sekali tidak mengabari Linda. Hp nya dalam keadaan mati dan dirinya juga dalam keadaan mabuk.

"Sayang, maafin aku ya karena aku udah nggak pulang kemaren." sesaat melihat Linda di ruang keluarga tengah nonton tv, Devan pun berjalan kearahnya dan duduk di sebelah Linda.

"Kamu kemana aja emangnya, hm? kerja kamu kan cuma nyampe jam enam sore aja, tapi ini kok sampe seharian nggak pulang?" tanya Linda tanpa menoleh sedikitpun.

"Maaf sayang, kemarin aku tuh habis kerja diminta bos ku untuk nemenin dia minum, dia lagi ada masalah sayang, makanya aku mau aja di ajak dia minum di apartemennya." jelas Devan seraya menundukkan kepalanya.

Linda yang mendengarnya pun hanya tersenyum sekilas lalu menoleh kearah Devan.

"Lalu siapa bosmu itu, dia laki laki atau perempuan?" tanya Linda santai.

Karena Devan takut untuk mengatakan yang sebenarnya tentang bosnya, dia pun memilih tuk berbohong, karena setelah minum minum kemarin, Devan sangatlah mabuk dan tak sadar dengan apa yang di lakukannya setelahnya.

"L-laki laki sayang." balas Devan seraya menundukkan kepalanya.

"Kalo Linda sampai tau apa yang gue lakuin kemarin setelah minum minum bareng Malika, bisa habis gue." batin Devan.


                        Bersambung ...

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang