Bab 11. Kamu demam

201 5 0
                                    

Saat sinar matahari sudah menjulang tinggi di awan awan, Devin yang semalaman tak pulang itupun tengah duduk termangu di posisinya. Ia masih di tempat itu, di bawah pohon favoritnya. Saat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan kondisinya yang tak karuan, Devin berniat untuk pulang. Ia tak enak pada Tante dan abangnya yang semalaman menanyakan keberadaannya malah ia cuekkan begitu saja.

Sesaat Devin tengah naik ke motor besarnya, dan mengenakan helmnya ia kembali teringat dengan bunga. Sosok gadis yang semalam menemani dirinya di tempat ini. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru guna menemukan gadis yang tengah dicarinya itu barangkali saja ia ada di sini.

Tapi sesaat tak menemukan apapun Devin pun memutuskan tuk meninggalkan tempat itu. Ia menyalakan mesin motornya dan melesat dari sana.

Sebenarnya ia tak enak pada Linda, sebab Devin tahu pasti tantenya itu tengah mencemaskannya sekarang, tapi apalagi yang bisa dilakukannya. Ia hanya butuh tempat sepi buat merenung sekarang dan hanya tempat itulah solusinya.

Karena semalaman tak ada asupan makanan yang masuk ke perutnya dan semalaman pula ia tidur tak beralaskan apapun. Kini rasa pusing mulai mendera kepalanya. Rasanya sangat berat, dan matanya pun mulai memburam. Ia teringat jika ia tengah menyetir, lantas ia pinggirkan motornya itu ketepi jalan seraya turun darinya susah payah. Ia memutuskan tuk istirahat sebentar di bahu jalan seraya menetralkan pandangannya.

Tapi rasa pusing itu kian kuat hingga membuatnya terjatuh tak sadarkan diri di tempat itu.

Selang beberapa saat, para warga yang kebetulan lewat pun mulai mengerubungi Devin yang tergeletak itu. Mereka tengah merogoh kantung celana Devin guna mencari handphone miliknya. Mereka ingin menghubungi keluarganya tapi sayangnya handphone Devin mati karena semalaman tak di cas. Lalu mereka pun bingung sampai datanglah sesosok perempuan, ia penasaran dengan kerumunan tersebut dan memutuskan tuk menerobosnya.

"Devin!!!" Ucapnya kaget. Ia terkejut selepas orang yang tengah dikerubungi itu tak lain adalah Devin, mantan kekasihnya. Ia terkejut selepas diketahui jika Devin tak pulang semalam.

Terlebih kondisinya kacau begini. Sungguh hati Firly yang paling dalam sangat tak menginginkan ini.

"Mbak kenal orang ini?" Tanya salah satu warga yang ikut mengerubungi Devin.

Firly pun tersenyum lantas mengangguk.

"Iya pak, dia Devin, teman saya. Ehm dia kenapa ya pak, kok tergeletak disini?" Tanyanya lagi seraya memangku kepala Devin di pahanya.

"Gak tahu mbak, saya lewat udah gini keadaannya. Hm mbak bawa aja deh, tadi saya mau hubungi keluarganya tapi hp nya mati." Jelasnya.

"Yaudah pak, masukin ke mobil saya aja, ntar masalah motor biar saya suruh orang buat anterin ke rumahnya."

"Yaudah mbak kalau gitu. Ehm ayo bapak bapak bantuin saya buat angkat mas ini ke mobil mbak ini."

Selepas itu, para warga pun mengangkat tubuh Devin kedalam mobil Firly. Ia membenarkan tubuh Devin, memasangkan sabuk pengaman lalu merogoh handphone miliknya dari dalam dasbor mobil.

"Halo pak, iya saya ada tugas buat bapak."

"..."

"Gini sekarang pak seno datang aja ke jalan melati terus sekalian bawa derek juga ya, soalnya temen saya pingsan terus sekarang lagi saya bawa kerumahnya. Pak disana kan ada motor spot warna putih, motornya dia. Ntar bapak angkut ya habis itu anterin ke alamat yang saya kirim."

"...."

"Oke pak, makasih."

Selepas sambungan telepon terputus, Firly sempat menghela nafas berat lantas menatap Devin di sebelahnya.

Cukup lama ia menatapnya, lantas mulai menyalakan mesin mobilnya dan melesat dari sana. Ia hanya terdiam seraya fokus pada jalanan yang lumayan senggang itu.

Sambil menyalakan musik di mobilnya ia pun tersenyum.

"Kenapa kamu jadi kayak gini Vin? Huufft, apa semua ini karena aku, tapi kamu sendiri kan yang mau putusin aku kemarin. Jujur aku ngerasa bersalah udah jahat sama orang yang udah berjasa buat aku dan keluargaku. Tapi aku bisa apa, aku cuma orang bodoh yang hanya bisa nurutin perintah orang buat bisa hidup. Maafin aku Vin, karena selama kita menjalin hubungan, aku selalu bohongin kamu. Selalu aku bohongin dan khianati kamu. Tapi Vin, kenapa kamu gak marah sama aku, kenapa kamu cuma diem. Jika aku punya pilihan, pasti pilihan aku jatuh sama kamu. Kamu adalah orang yang baik, dan setia. Kamu selalu menomor satukan aku di diatas segalanya. Vin, kita udah hampir sampai, kamu tenang aja ya, aku bakal anterin kamu sampai selamat oke." Ucapnya seraya tanpa sadar menyentuh tangan Devin yang posisinya masih tak sadarkan diri.

Sesaat sampailah ia di halaman depan suatu rumah minimalis dengan beragam bunga yang menghiasi setiap sudutnya. Firly nampak tersenyum seraya memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah itu.

"Vin, kita udah sampai. Kamu tunggu bentar ya, aku panggil keluarga kamu dulu."

Selepas itu turunlah Firly dari mobilnya, ia langkahkan kakinya kearah rumah minimalis di hadapannya. Ia hembuskan nafas perlahan lantas mengetuk pintu kayu tersebut.

Tok

Tok

Tok

Lama tak ada jawaban, hingga terdengarlah pintu terbuka dari dalam. Linda, dialah yang membuka pintu selepas selesai kegiatan memasaknya. Ia nampak kucel dengan celemek memasak yang masih melekat manis di tubuhnya.

"Iya, ada perlu dengan siapa?" Tanya Linda ramah.

"Eum maaf Tante, saya Firly, dan kedatangan saya kesini cuma mau nganterin Devin aja. Dia tadi saya temukan pingsan di pinggir jalan, tapi orang orang gak ada yang kenal dia, hm makanya saya langsung anterin kesini." Jelasnya seraya tersenyum.

'Tunggu, Firly? Apa dia Firly yang sama dengan Firly pacarnya Devin? Tapi kenapa dia bisa bersama Devin, dan maksudnya itu Devin lagi gak sadarkan diri begitu?' pikirnya.

"Tan, Tante gak papa?" Tanya Firly. Ia bingung sebab beberapa saat lamanya Linda tak merespon ucapannya, ia terdiam seraya tetap menatapnya.

Linda pun tersentak dan mulai tersenyum guna menutupi rasa terkejutnya.

"Hm, Tante gak papa kok, dan mana devinnya, dia masih belum sadar?" Tanyanya lagi.

"Belum Tan, gak tahu kayaknya dia lagi sakit deh, mukanya pucat gitu soalnya." Balas Firly seraya menuntun Linda kearah mobilnya. Ia buka pintu samping, dan menampakkan Devin yang belum juga tersadar dari pingsannya.

Linda begitu terkejut selepas ia lihat sendiri kondisi sang keponakan. Ia terlihat pucat dengan kondisinya yang kacau. Linda arahkan tangannya pada kening Devin lalu menyentuhnya lembut.

"Astaga kamu demam." Ucapnya masih dengan sorot terkejut.

Ia terkejut dan panik selepas dirasanya Devin mengalami demam. Ia tak pulang semalaman dan selepas pulang ia malah membawa kekhawatiran pada diri Linda.

"Hm, bentar ya nak, Tante panggillin abangnya dulu, dia kebetulan lagi gak masuk sekolah. Nanti biar dia yang angkat, soalnya kalo Tante sendiri pasti gak akan kuat, Devin kan bongsor hehe."

Selepas itu berlalulah Linda kedalam rumahnya, dan meninggalkan Firly sendirian bersama Devin yang masih tak sadarkan diri.

Bersambung.

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang