"Jujur saja aku benci, Bunga dengan mereka. Aku kesal, aku marah. Sampai detik ini pun kata kata mereka untuk membunuhku pun masih terngiang-ngiang di telingaku. Aku tak tau apakah aku bisa memaafkan mereka, hhh jangankan memaafkan, melihat mereka pun aku tak ingin. Bahkan, semalam entah kenapa aku merasa jika Tante Linda tengah bersedih seraya memanggil namaku berulang kali. Huufftt ... Aku tak tau lah Bunga, bingung aku." sahut Devin seraya mengalihkan pandangannya kearah lain.
Bunga pun turut mengalihkan pandangannya kearah yang Devin tatap, dia terdiam begitu lama lalu mengangguk sekilas.
"Jika begitu, apa yang mau kau pilih, tetap disini bersamaku atau kembali pada mereka?" tanya Bunga.
"Vin, memang dulu kau begitu benci dan marah pada mereka, dendammu begitu membara di hatimu sampai membuatmu pergi dari rumah itu. Tapi Vin, walau dulu kau begitu dendam pada mereka, sekarang rasanya sudah berbeda, dendam yang dulu begitu membara di hatimu sekarang sudah mulai berkurang, kurasa kau sudah memaafkan mereka sekarang, Vin. Kau sudah mulai menerima mereka kembali, benarkan?" sahut Bunga seraya menoleh kearah Devin, begitu juga dengan Devin yang turut menolehkan kepalanya menghadap kearah Bunga.
"Aku tak tau Bunga, aku bingung, walau aku sudah memaafkan mereka, tetap saja rencana mereka untuk membunuhku masih lah tertulis begitu rapi di otakku, kata kata itu masih terngiang-ngiang di telingaku setiap hari. Bahkan saat ini pun aku masihlah mengingat semua itu." timpal Devin seraya menundukkan kepalanya dan menghela nafas kasar.
"Walau aku sudah memaafkan mereka, dan tak ada dendam lagi di hatiku untuk mereka. Tetap saja, aku tidak akan pernah kembali kepada mereka, aku akan tetap di sini bersamamu. Kamu yang telah menerangi hidupku, dan mewarnainya begitu indah, aku bisa sampai di posisi sekarang itu juga karenamu, kamu yang telah merubah hidupku menjadi lebih baik, jadi Bunga, aku akan tetap di sini bersamamu, lagi pula bukankah katamu aku sudah meninggalkan duniaku lebih dari satu tahun, dan di rentan waktu selama itu bukankah mustahil untukku bisa kembali? ragaku, walau aku tak tau dia dimana sekarang, bukankah harusnya sudah hancur? Di waktu selama ini, untukku bisa kembali itu akan sangat sulit." lagi lagi Devin mengatakannya seraya mengalihkan pandangannya dari Bunga.
"Ragamu belum hancur Vin, ragamu masih utuh. Dia berada di bawah pohon tempat kita pertama kali bertemu, dia ku letakkan di situ dan ku lindungi dengan kekuatanku agar dalam waktu selama ini dia tetaplah baik baik saja. Jadi jika sekarang kau ingin kembali kepada keluargamu, itu masihlah memungkinkan." timpal Bunga datar dan nyaris tanpa ekspresi.
"Benarkah, kok bisa? Bukankah aku sudah pergi selama itu? Dan mengenai kekuatan mu, bagaimana kau bisa memiliki kekuatan, bukankah kau hanya arwah? Lagipula kekuatan apa itu?" sahut Devin masih dengan ekspresi dan posisi yang sama.
Mendengar perkataan Devin, Bunga pun menghela nafas sejenak lalu menyentuh pundak Devin dan menatap sekilas kearahnya.
"Memang kau sudah pergi selama itu, dan sudah menjadi peraturannya, jika seorang manusia pergi ke alam kita dengan waktu selama itu, maka raganya akan hancur dan tidak akan terselamatkan lagi. Manusia itu akan terjebak dan tinggal selamanya di alam kita. Tapi, Vin, ragamu sekarang tetaplah utuh, dia masihlah seperti sedia kala seperti saat kamu masihlah berada di dalamnya. Tapi jika kamu bertanya tentang kekuatanku, aku takkan pernah bisa mengatakannya kepadamu, intinya aku akan melakukan apapun untuk kebaikanmu dan keselamatanmu. Aku mencintaimu Vin, walau posisiku hanyalah seorang hantu." ucap Bunga sembari menundukkan kepalanya.
"Aku tahu semua itu, Bunga, aku tau. Dulu ibuku yang almarhum ayahnya merupakan seorang dukun pernah mengatakannya kepadaku, jika aku telah mewarisi kekuatannya. Ibu juga mengatakan semua yang kau katakan, walau kenyataannya memang seperti itu, aku tetaplah tidak peduli. Aku merasa nyaman berada di sini, walau di sini bukanlah tempatku, dan juga duniaku, aku akan tetap berada di sini. Bunga, mari kita pergi, ini sudah menjelang sore, tidak baik untuk kita berada di luar seperti ini." setelahnya Devin menggandeng tangan Bunga dan mengajaknya untuk kembali ke rumahnya.
Devin, benarkah yang kau katakan itu? Kau cucu seorang dukun? Tapi, bukankah dari penerawanganku kau anak dari wanita Belgia dan ayahmu juga kan orang biasa biasa saja? lalu bagaimana semua itu bisa terjadi? apa kau bukanlah anak dari orang tuamu yang telah meninggal? lalu bagaimana bisa, bagaimana semua itu bisa terjadi Devin? Apa penerawanganku ada yang salah? apa kekuatanku sudah mulai menipis? Tidak, aku harus tetap bertahan. Aku takkan pernah mau pergi sebelum Devin juga ikut pergi bersamaku. Dia mencintaiku itu artinya dia mau pergi bersamaku kan? batin Bunga.
..........................................
Sudah sejak kedatangannya ke sekolah dua hari yang lalu, Devan sudah melamar pekerjaan dan sudah mulai bekerja. Di posisinya sekarang yang menjadi kepala keluarga membuatnya harus bekerja keras, terlebih ada anak mereka kan sekarang, itu artinya kerja keras Devan akan semakin besar.
"Bro, gue balik duluan ya." saat ini hari sudah menjelang malam dan di saat ini pula cafe tempatnya bekerja sudah hendak tutup. Sejak tadi telah banyak rekan kerjanya yang berlalu pulang satu persatu. namun, saat Devan hendak pulang juga, dia harus di bebankan oleh cucian yang begitu banyak di bak, saat itu karyawan yang ditugaskan tuk mencuci piring tidaklah masuk karena sakit, dan karena sudah banyak yang pulang, tinggal Devan lah yang harus mengerjakannya seorang diri.
"Oh, oke bro, hati hati." sahut Devan seraya tetap fokus dengan kegiatan mencucinya.
Huufftt ...
Kini tinggalah Devan dan juga sang bos yang masih berada di ruangannya di ujung Utara cafe. Di posisi sesepi ini, Devan banyaklah mengeluh, dia bisa bekerja sekeras apapun jika kondisi saat itu tidaklah sesepi ini.
Klotak ... (Suara piring dan gelas beradu)
"Van, kamu nggak mau pulang aja, ini udah malam loh, jam kerjanya juga sudah habis." ucap Bosnya yang rupanya sudah berdiri di belakang Devan seraya menatap kearahnya dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Oh Bu, saya tadi masih nyelesain cucian ini, pada numpuk dan anak anak juga udah pada pulang, jadi ya terpaksa deh saya yang ngerjain. Tapi udah selesai kok Bu, ini saya mau ambil jaket dan segera pulang." setelah mendengar jika bosnya berada di belakang tubuhnya, Devan pun sontak menyudahi cucian piringnya dan bangkit dari duduknya, ia melap tangannya yang basah ke ujung bajunya lalu beralih menatap kearah sang bos yang juga tengah menatap kearahnya.
"Oh yaudah, bagus. Kamu, rajin banget ya Van, hebat. Ehm oh iya, besok selesai kerja kamu tunggu saya di depan cafe ya, ada yang mau saya katakan." ujar bosnya yang saat itu merupakan seorang wanita muda berumur sedikit lebih tua dari Devan dan terlihat begitu cantik. Tubuhnya sedikit kurus, rambutnya lurus terurai dan bajunya begitu modis.
Cantik sekali, bahkan saat pertama kali Devan bertemu dengan bosnya, dia sampai tersenyum senyum dan jantungnya berdegup kencang sesaat melihat jika bos atau pimpinannya di cafe itu adalah seorang wanita muda dan wajahnya sangatlah cantik.
"Oh iya Bu, siap." sahut Devan seraya tersenyum.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend is a Ghost
RomanceKehadiran seorang hantu perempuan mengubah hidup Devin secara tak terduga. Awalnya frustrasi dan putus asa, kini ia menemukan sinar harapan sejak bertemu makhluk gaib yang misterius itu. Cinta tumbuh di antara mereka meskipun dunia luar keras menent...