Bab 12. Firly

220 7 0
                                    

Kini di dalam ruangan yang nampak monoton itu, Linda tengah memeras handuk kecil yang dibawanya guna mengompres kening Devin. Selepas Devan selesai mengangkat tubuh sang adik ke kamarnya, Firly pun pulang. Ia sempat bersitatap mata dengan Devan, dan kedua mata mereka nampak menyelidik.

Walau khawatir akan kondisi sang adik, tapi ia juga marah terhadapnya. Ia marah karena Devin selalu bersikap semaunya. Ia juga egois, dan tak mau mendengarkan orang lain. Dia selalu begitu semenjak adik dan kedua orang tuanya meninggal beberapa tahun yang lalu. Devin belum juga move on dari masa lalu yang menderanya. Sementara Devan sendiri sudah sejak lama move on dari masa lalu itu. Ia belajar menerima, dan iklhas atas semua yang terjadi padanya. Tapi itu tak ada dalam diri Devin.

Saat Linda tengah memeras handuk yang dibawanya itu kedalam air tiba tiba Devin membuka matanya perlahan. Ia masih terlihat pucat, dan kondisinya yang berantakan itu.

"Vin, kamu udah bangun nak?" Linda bertanya lembut padanya. Ia menaruh kembali handuk yang dibawanya itu kedalam air lalu membimbing Devin untuk bangun dan menaruh bantal di belakang tubuhnya guna memudahkannya tuk menyender agar terlihat nyaman.

Devin hanya mengangguk lemah. Ia tak ada tenaga tuk hanya sekedar menjawab. Sebab ia ada penyakit lambung yang sedikit kronis, dan parahnya ia malah tak memedulikan itu. Kini Linda meraih mangkuk bubur yang dibawanya tadi dari atas nakas. Ia mengadukannya sebentar, lantas menyuapkannya kemulut Devin tanpa penolakan.

"Maaf ya Tan, udah buat Tante khawatir." Ucap Devin lirih di sela sela mengunyahnya.

Linda pun tersenyum lantas mengangguk.

"Iya gak papa Vin. Tapi kamu kemana semalam, kok gak pulang, apa kamu lagi ada masalah sama firly?" Linda pun balik bertanya. Sementara Devin yang mendengar lantas mengernyit heran. Darimana tantenya ini tahu tentang Firly? Apa ia sempat mengatakannya sebelumnya?

"Darimana tante tahu tentang Firly, apa dia datang kesini kemarin?" Sorot mata Devin nampak menginterogasi.

"Tadi dia nemuin kamu pingsan di jalan, terus nganterin kamu pulang. Apa kamu gak ingat?" Jelas Linda seraya menyuapkan kembali bubur itu kemulut Devin.

Devin terlihat berpikir lalu memutar bola matanya malas. Ia teringat jika ia sempat meminggirkan motornya karena dirasanya ia sangatlah pusing untuk bisa melanjutkan perjalanannya. Tapi kenapa Firly bisa disana, apa kebetulan ia tengah lewat lalu melihatnya pingsan, dan karena tak enak makanya ia bawa dirinya pulang alih alih meninggalkannya.

"Udah berpikirnya, sekarang kamu habisin buburnya terus minum obat dan istirahat. Oke." Linda pun terlihat serius dengan ucapannya. Ia kembali menyuapi bubur yang tinggal beberapa suap itu lantas menaruhnya kembali diatas nakas setelah tak ada apapun yang tersisa di dalamnya.

Devin pun menurut dengan apa yang Linda katakan. Ia tak ingin berdebat untuk saat ini. Terlebih setelah mengetahui jika Firly lah yang mengantarkannya pulang, Devin begitu bingung dengan apa yang harus dilakukannya kedepannya. Karena bayangan dimana Firly tengah menyelingkuhinya langsung berputar di kepalanya begitu saja.

.............................

Sampai keesokan paginya, Devin belum juga membuka matanya. Ia masih terlelap dengan selimut tebal yang membalut badannya. Lantas sesaat kemudian, terbukalah matanya. Ia masih terlihat lemah dengan wajahnya yang memucat.

Teringat jika hari ini dirinya ada seleksi masuk universitas impiannya di sekolah, Devin pun bangkit dari tidurnya. Ia masuk ke kamar mandinya dengan malas, sambil sesekali mengecek jam dinding yang tergantung cantik di atas ranjangnya. Setelah dirasa jam sudah hampir menunjukkan jam tujuh, Devin pun mengerjap lantas bergegas masuk ke kamar mandi dan membersihkan sekenanya tubuhnya yang lengket karena sudah lebih dari dua hari dirinya tak mandi atau sekedar cuci muka.

Kini dirinya terlihat segar dengan seragam putih abu-abu dan tas yang tergantung di pundaknya. Devin terlihat menuruni tangga hingga dilihatnya sang paman dan juga Bianca di ruang makan tengah sarapan dan juga mengobrol seperti biasa. Sementara Linda, ia terlihat mencuci piring di wastafel dengan kondisinya yang masih acak acakan. Sungguh, disini Devin melihatnya seperti seorang pembantu sementara Darto dan Bianca adalah majikannya. Sungguh miris, kenapa sih harus ada drama perselingkuhan di keluarga ini?!

Darto sempat memanggilnya tapi Devin melewatinya begitu saja tanpa mau menatapnya sedikitpun. Begitu juga Linda, Devin hanya tak mau melihat wajah paman dan juga selingkuhannya saja, tapi akhirnya Linda pun turut kena. Ia juga tak pamit padanya atau menjawab panggilan darinya. Devin memutuskan tuk berangkat ke sekolah karena seleksi itu akan berlangsung sebentar lagi. Tapi sampai di pintu, ia kembali tersentak dengan panggilan itu. Ya, Linda lah yang memanggilnya. Devin memutar badannya dan menatap Tante cantiknya itu. Ia terlihat berdiri di hadapan Devin dengan satu tangannya memegang sebuah kotak bekel.

"Kamu udah baikkan, kok udah mau sekolah aja? Nih bekal buat kamu, nanti habisin ya, jangan lupa obatnya diminum. Tante udah taruh lengkap di dalamnya."

"Makasih ya Tan, aku berangkat dulu." Selepas mencium punggung tangan sang Tante, Devin pun berangkat. Ia terlihat dingin dan tak bersahabat. Sebab dari ekor matanya, ia melihat Bianca tengah menatap dirinya dengan tatapannya yang menggoda. Devin sangatlah tak nyaman dengan adanya perempuan itu disini, terlebih posisinya tak ubah hanya seorang PELAKOR.

Bersambung.

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang