Bab 52. Berjodoh kembali

83 2 0
                                    

Sesaat tangan Darto ia arahkan ke lengan Devin, seketika ia tersentak kaget di saat mendapati tubuh Devin yang semula hangat menjadi begitu dingin.

"Astaga, tubuh Devin dingin banget! i-ini Devin kenapa, bukankah dokter bilang, Devin tidak kenapa napa?" ujar Darto seraya mundur beberapa langkah kebelakang.

Mendengar ucapan Darto dan ekspresinya yang terlihat kaget sontak membuat semua yang ada di sana beramai ramai menyentuh tubuh Devin, dan di saat mereka menyentuh itu, terkejutlah mereka, tubuh mereka seakan di setrum di  waktu mendapati tubuh Devin yang mulai mendingin.

"Astaga, iya! Dev-Devin bangun nak, Devin, kamu denger Tante, kan?" Linda berusaha mengguncang kuat bahu Devin guna membangunkannya, namun apa? semakin kuat Linda itu mengguncang, satupun respon dari Devin tidak juga ia dapatkan.

"Apa Devin di culik makhluk halus ya, makanya dia nggak bangun bangun?" tanya Linda kemudian.

Mendengar Linda mengatakan hal seperti itu sontak membuat Bianca menepuk jidatnya pelan, ia adalah orang yang percaya tentang keberadaan makhluk halus, namun melihat Linda mengatakannya lagi sontak membuat Bianca geram sekaligus takut.

"Jangan bilang gitu dong, mbak, nggak baik tau." ujar Bianca sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ya kan siapa tau aja, lagian aku ngomong gini bukan karena aku sok tau ya, aku ngomong gini karena dulu temanku juga ada yang pernah ngerasain hal yang sama kayak Devin gini. Keadaannya sama kayak Devin, hilang beberapa bulan dan setelah di cari dan di ketemukan ternyata dia baik baik aja, keadaannya mirip Devin gini, baik baik aja tapi nggak sadar sadar, lalu karena ayahnya itu adalah orang pintar, ia langsung menebak jika arwah anaknya itu di bawa pergi oleh makhluk halus itu ke alamnya. Karena saat anak itu diketemukan, dia berada di dalam sebuah rumah sakit terbengkalai." jelas Linda.

Saat Bianca akan berkomentar tetiba saja Devan memotong ucapannya itu dengan begitu dingin.

"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Devan seraya menatap serius kearah Linda.

"Ehm, ya, gimana kalau kita bawa Devin ke para kyai untuk di obati?" tawar Darto kemudian.

Mengetahui tawaran Darto yang demikian sontak membuat Linda terdiam, sepertinya tawaran Darto itu bagus juga.

"Baiklah om, Devin kita bawa ke kyai Rohmat besok." balas Devan tegas setelah sekian lamanya berpikir.

Linda yang tau jika Devan itu adalah tipe laki laki yang sangat tidak percaya akan begituan, sontak terlonjak kaget. Dulu saat Linda membahas makhluk halus pada Devan, ia malah tertawa, selain itu ia juga mengatakan segala sesuatu yang dipikirkannya, yaitu tidak percaya dan tidak akan pernah percaya pada segala sesuatu tentang makhluk halus.

"Van, kamu serius?" tanya Linda seraya mengalihkan atensinya kearah Devan.

"Iya, aku serius, karena sejauh aku nggak percaya tetap aja hal seperti itu akan selalu ada. Dia terus menghantuiku dan menunjukkan eksistensi mereka padaku. Jadi biar jelas, kita bawa Devin besok ke kyai Rohmat, selain diobati biar Devin itu sekalian dibersihkan oleh kyai Rohmat. Dia adalah ayah dari temen sekolahku, orangnya begitu berwibawa dan sangatlah hebat. Jangankan tentang agama, tentang hal beginian pun beliau mampu, sudah banyak orang yang sembuh dari pengobatannya, jadi ku sarankan beliau itu bukan sekedar asal asalan." balas Devan seraya meraih pundak Linda dan menepuknya lembut.

...................................................


"Jadi Bunga, waktu kita di sini tidak lama lagi?" tanya Devin seraya mengalihkan atensinya kearah lain.

Mendengar itu mengangguklah Bunga, melihat ekspresi dan gelagat aneh Devin sontak membuat Bunga terdiam.

"Vin, kenapa ekspresimu seperti itu? ada yang aneh dengan mukaku?" melihat Devin yang sedari tadi menatapnya tanpa berkedip sontak membuat Bunga curiga.

"Bunga, sebelum pergi dari tempat ini, maukah kau menuruti permintaanku?" tanya Devin masih dengan ekspresi yang sama.

Tanpa pikir panjang mengangguklah Bunga, ia mengiyakan ucapan Devin itu tanpa tau apa yang Devin minta nanti, walau ekspresi terlihat santai, hati dan jantung Bunga sangatlah tidak karuan. Ia takut bila permintaan Devin nanti adalah hal yang mustahil tuk ia penuhi.

"Apa itu? katakan saja." ujar Bunga.

Sembari tersenyum lebar, Devin pun mendekatkan mulutnya ke telinga Bunga, setelah cukup mengatur nafas, bicaralah ia sembari tetap tersenyum.

"Bisakah kita melakukan hubungan suami istri disini?" tanya Devin masih dengan ekspresi yang sama.

Mendengar kata kata itu tentu saja membuat Bunga merinding, ia tak menyangka ternyata hal seperti itulah yang Devin minta padanya.

"Apa yang kau minta itu Vin? tidak, tidak mungkin kita bisa melakukan itu disini." ujar Bunga seraya mengalihkan atensinya kearah lain dan mulai melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lalu dimana kita bisa melakukannya, Bunga? aku tau kamu hantu dan tidak mungkin untuk melakukan itu, tapi aku begitu penasaran denganmu. Aku ingin mencicipi tubuhmu walau ku tau kamu itu sudah mati." timpal Devin seraya menundukkan kepalanya sekilas, sembari mengulas senyum, ia pun mengatakan unek uneknya itu pada Bunga, dan berharap ia nanti akan bersedia menuruti permintaan Devin itu.

Sembari menghela nafas kasar, dan menundukkan kepalanya sekilas, Bunga pun mengangguk.

"Baik, aku bersedia melakukan itu denganmu, kita akan melakukan itu disini, dirumah ini pada pukul dua belas malam nanti. Tapi, Vin, jika kita sudah melakukan itu di alam ini kita akan dapat konsekuensi dan hukuman keras. Kamu, tetap bersedia melakukannya?" tanya Bunga seraya menatap serius kearah Devin.

Tanpa berpikir atau apapun, mengangguklah Devin mendengar ucapan Bunga itu, dia sudah tidak peduli dengan hidupnya lagi, dan jika hukumannya itu adalah kematian, maka ia bersedia menerimanya.

"Ya, Bunga, aku bersedia, dan tak takut dengan konsekuensi apapun itu, mau konsekuensinya adalah nyawa sekalipun, aku tidak takut, keinginanku tetaplah itu, Bunga, dan kamu harus bersedia." balas Devin tegas.

Karena sudah tak ada jalan lagi untuk menghindar, mengangguklah Bunga, sembari menghela nafas panjang, dan berulang kali mengangguk, mulailah ia mendekatkan mulutnya ke telinga Devin, ia membisikkan beberapa kata padanya dengan begitu halus.

"Konsekuensinya memang adalah mati, tapi Vin, yang menjadi masalahnya bukan hanya itu, tapi .. di kehidupan selanjutnya, pasangan hidupmu akan tetap aku, walau pun kamu sudah lupa atau bagaimana pun itu, takdir nanti akan mempertemukan kita kembali. Ini adalah konsekuensi terbesar, apakah kamu tetap bersedia melakukan itu setelah kamu mendengar konsekuensi ini?" tanya Bunga.

Mendengar konsekuensi yang Bunga ucapkan tentu membuat Devin riang gembira, sejak konsekuensi itu di ucapkan Bunga, tak lepas senyuman bibirnya selalu terlukis, mukanya bahagia, dan jiwa andrenalinnya semakin tertantang.

"Aku tetap bersedia Bunga, konsekuensi itu adalah hal terbaik yang pernah ku dengar darimu. Sekarang ini aku mencintaimu, tentu saja bila di kehidupan selanjutnya kita berjodoh kembali, pastilah aku bersedia. Walau nanti kita nggak saling kenal, tapi ku yakin cinta kita itu akan tetap sama seperti sekarang. Jadi Bunga, aku mencintaimu dan selamanya rasa ini akan tetap ada, walau nanti kita terlahir kembali sebagai manusia baru." ujar Devin  begitu tenang, sembari menganggukkan kepalanya, ia pun meraih tangan Bunga lalu menggenggamnya begitu lembut.

Bersambung ...









My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang