Bab 15. Pelampiasan

188 5 0
                                    

Deru mesin motor berhenti tepat di halaman depan suatu rumah minimalis milik pamannya. Seorang lelaki muda, dengan seragam sekolahnya turun dari motor itu. Dialah Devin, ia dengan rasa marahnya itu langsung nyelonong masuk kedalam rumah. Ia naiki tangga kayu itu, dan berhenti tepat di depan kamar milik saudara kembarnya, yakni Devan.

Ia menatap tajam pintu itu, lalu mengetuknya tergesa.

Tok...tok...tok...

Tak ada jawaban, hening, dan tak ada satupun suara yang terdengar dari dalam. Devin semakin marah akan hal itu, sebab motor milik abangnya terparkir tepat di sebelah motornya tadi. Jadi tak mungkin kan jika Abang kesayangannya itu tak ada di rumah.

"Van, Devan.." Devin pun berteriak seraya mengetuk kencang pintu kayu di hadapannya itu. Tapi selang tak beberapa lama, terbukalah pintu itu. Pelan dan pasti, terlihatlah sosok Devan dari dalam kamar itu. Ia menatap datar kearah Devin yang tengah marah lalu membalikkan badannya dan masuk begitu saja.

Devin yang geram langsung masuk begitu saja, lalu berdiri tepat di belakang Devan yang tengah terdiam seraya berdiri memunggunginya.

"Lo apain Bu citra?!" Tanyanya dengan nada marah serta tatapan tajamnya itu ia layangkan pada sang Abang yang tengah berdiri memunggunginya.

Devan pun berbalik menghadap kearah Devin, ia menyilangkan kedua tangannya, lalu menatap datar padanya.

"Gue gak ngerti apa yang Lo omongin." Jawabnya setelah itu.

"Gak usah berlagak pilon Lo, gue tau Lo udah apa apain Bu citra kan, segala pake nama gue lagi." Sahut Devin tajam.

Tanpa ba-bi-bu Devan langsung maju dan menarik kerah baju Devin. Ia menatap tajam padanya, lalu tersenyum.

"Lo udah ganggu waktu gue, dan sekarang Lo pake nuduh gue yang enggak enggak. Emang adik kayak Lo ini, perlu dikasih pelajaran ya biar kapok."

Setelah berucap demikian, Devan pun langsung melayangkan tinjunya pada pipi kiri Devin. Rasanya panas, hingga membuat Devin oleng ke belakang, dan serta Merta mengelus pipi kirinya yang terasa perih itu. Devin menatap tajam kearah Devan, lalu tersenyum miring.

"Dengan Lo lakuin ini bisa ngebuktiin kalo Lo emang bener bener pelakunya. Bang, gue heran ya sama Lo, Lo udah ada Carla, tapi Bu citra masih Lo embat juga. Hm, sebenarnya mau Lo apasih, dan kenapa Bu citra bisa nuduh gue udah apa apain dia, sebenarnya apa yang udah Lo lakuin?!" Tanya Devin seraya melayangkan tatapan kesalnya pada sang kakak yang juga tengah menatap tajam padanya.

"Sebenarnya gue kasihan ya sama Bu citra, dia tulus suka sama Lo, terus Lo cuma jadiin dia pelampiasan aja. Gue tau kok Lo baru putus kan sama pacar Lo si Firly itu, makanya Lo lampiasin kekesalan Lo itu ke Bu citra. Vin, sebenarnya apa sih yang ada di pikiran Lo, kenapa Lo bisa lakuin itu ke Bu citra? Bu citra gak salah Vin, dia perempuan baik baik, tapi Lo, Lo udah hancurin dia, hancurin kehormatan dia, gue sebagai Abang Lo, cuma bisa ngomong, semoga apa yang Lo lakuin ini dapet balesan suatu saat nanti." Jawab Devan tenang seraya duduk di tepian kasurnya.

Devin benar benar kesal, ia tak tau harus berkata apa lagi buat bikin Abangnya ini mengaku. Sebab topeng yang Devan pakai terlalu baik hingga membuat siapapun tak tau dan tak percaya jika sifat yang dimilikinya tak sebaik yang dikira.

Karena terlanjur kesal, Devin pun keluar begitu saja dari kamar sang Abang, ia memutuskan tuk keluar dari rumah tuk melampiaskan kekesalannya. Ia naiki motornya, dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

.............................


Kini di tempat inilah Devin berada sekarang, di tempat favoritnya kala ia tengah bersedih. Di bawah pohon beringin tua di pinggir hutan. Ia duduk di diatas akar akar pohon yang mencuat seraya memandang lurus kedepan.

Pikirannya dipenuhi beragam pertanyaan serta kekesalan akibat ulah sang Abang yang tidak mau mengaku. Ia kesal dan tak tau apa yang harus dilakukannya kedepannya. Ia juga tak tau apa yang akan citra lakukan jika devin tak memenuhi permintaannya.

Tiba tiba tercium bau melati yang sangat pekat juga perubahan suhu yang sangat ekstrim di sekelilingnya. Tapi Devin tak memedulikan itu hingga sebuah suara mengagetkannya dan membuatnya terperanjat.

"Lagi sedih ya?" Ucap suara itu. Devin sontak memalingkan wajahnya kearah kiri. Ia terkejut mendapati adanya bunga di sebelahnya. Gadis itu tengah menatap kearahnya tanpa ekspresi. Ia masih sama seperti saat ia bertemu dengannya kemarin. Dari baju yang dikenakan, rambut semuanya sama. Dan hal itulah yang membuat Devin mengernyit lantas menatap kearahnya.

"Kok kamu bisa disini?" Devin pun lanjut bertanya.

"Rumahku di dekat sini, kamu lupa." Balasnya.

"Oh iya, perasaan baju sama penampilan kamu masih sama deh sama saat kita bertemu pertama kali. Kamu gak pulang kerumah ya sejak hari itu?" Devin masih lanjut dengan pertanyaannya hingga sorot wajah bunga pun berubah. Tatapannya dingin disertai wajahnya yang pucat.

"Emang apa pentingnya. Terus kamu ada masalah apa, sampe sampe kamu kemari?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Bukan apa apa, lagipula aku kan memang suka kemari, kamu aja yang gak tau." Balasnya.

"Aku tau, kamu lagi ada masalah sama Abang dan guru kamu kan? Kamu dituduh udah lakuin sesuatu sama guru kamu itu kan, padahal kenyataannya, Abang kamu sendiri lah pelakunya." Tebak bunga.

Devin terkejut mendengar penuturan bunga. Ia tau apa yang Devin alami, dan hal yang tengah Devin resahkan hari ini. Ia tau semuanya bahkan ia mengatakan jika sang Abang lah pelakunya itu.

"Kamu sok tau deh. Gak kok, aku gak lagi ada masalah apa apa, semuanya baik baik aja." Sangkal Devin.

"Kamu gak usah pura pura, aku bisa kok bantuin kamu kalo kamu mau." Tawar halus bunga.

Devin pun semakin bingung dengan tawaran bunga ini. Bantuan seperti apa yang bunga maksudkan? Dan bagaimana dia bisa menebak dengan benar masalah yang tengah menjeratnya itu? Apakah dia seorang peramal?


"Bantuan seperti apa yang kamu maksud?" Walau ragu, Devin pun akhirnya menanyakan apa yang ada di kepalanya.

Mendengar itu, bunga pun menyeringai. Ia tersenyum lantas mendekatkan dirinya pada Devin, lalu membisikkan sesuatu padanya.

"Kamu gak perlu tau." Selepas itu bunga pun menjauhkan dirinya kembali dari Devin.

Sesaat tubuhnya dekat dengan bunga, bisa Devin rasakan suhu dingin yang tiba tiba menjalar di seluruh tubuhnya. Rasa dingin yang cenderung aneh bercampur aroma melati yang begitu pekat. Begitu pekat hingga memekakkan sesiapa yang menciumnya, terlebih aroma itu berasal dari bunga. Gadis itulah yang memunculkan aroma melati tersebut.

Bunga masih saja tersenyum menatap kearah Devin disertai kedua tangannya yang tertaut.


Bersambung














My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang