Bab 17. Jangan suka sama aku!

203 5 0
                                    

Keesokan harinya, Devin terlihat duduk di tepian ranjang dengan wajah lesunya. Ia tak berselera melakukan kegiatan apapun. Ia masih bisa mendengar dengan jelas suara suara ejekan dari mulut mulut orang julid yang berstatus tetangganya itu.

Ia bahkan bisa mendengar dengan jelas tawa Devan dari dalam kamarnya. Entah apa yang dilakukannya sampai tertawa seperti itu. Hingga sesaat kemudian, tersentak lah ia, kala telinganya dengan jelas mendengar bisikan seorang perempuan.

"Kalau kamu tersiksa berada di rumah itu, mending kamu tinggal aja denganku di sini."

Suaranya terdengar lembut dan merdu, seperti suara Bunga. Ya, mirip sekali dengan suara gadis itu. Tapi, bagaimana bisa, apakah tadi hanya halusinasinya saja?

Lalu teringat akan bunga, Devin pun segera membersihkan badannya dan mengganti pakaiannya. Ia pergi kembali dari rumah tanpa mengatakan sepatah katapun pada Linda. Karena kebetulan Linda pun juga sedang tak ada di rumah. Jadi Devin langsung pergi begitu saja.

............................

Sampai di tempat itu, Sorot mata Devin tertuju pada seorang gadis berbaju putih yang tengah berdiri membelakanginya. Ia terlihat sibuk memandangi sekitar sampai tak menyadari kedatangan Devin.

"Gimana sama tawaran aku?" Tanya tiba tiba gadis itu seraya membalikkan badannya dan menatap kearah Devin.

Tentu saja Devin tersentak mendengar pertanyaan tiba tiba itu. Tapi rasa terkejutnya dikalahkan dengan rasa herannya atas pertanyaan yang bunga ajukan.

Tawaran? Tawaran apa?

"Tawaran aku soal kamu tinggal sama aku disini." Ucapnya.

Seketika Devin teringat akan bisikan itu. Suaranya memang mirip suara bunga, dan kata katanya pun mirip. Tapi yang jadi pertanyaannya, bagaimana itu semua bisa terjadi?

"Udah gak usah bingung. Sekarang kamu perlu jawab iya atau tidak." Ucapnya lagi.

"Sebenarnya aku pengen banget keluar dari rumah dan tinggal sendiri di suatu tempat. Tapi aku gak tega tinggalin Tante Linda sendirian di rumah itu. Dia udah ditinggalin sama suaminya, dan kalo aku pergi, siapa yang bakal jagain dia? Devan? Aku gak percaya sama dia sekarang." Jelas Devin.

"Yaudah kamu bertahan aja disana. Mungkin Abang kamu itu gak akan tinggal diam sampai bisa bikin kamu menderita." Ucap bunga seraya menatap lurus kedepan.

Setelah berminggu Minggu, bahkan berbulan-bulan Devin ke tempat itu dan berteman baik dengan bunga. Sekarang Devin merasa begitu nyaman dengannya. Ia merasa ada yang peduli dengannya, dan mau mendengar keluh kesahnya.

Bahkan karena sering bersama, ada gejolak aneh yang tumbuh di hati Devin karena seringnya ia bertemu dengan gadis itu.

"Jangan Vin!" Ucapnya tiba tiba seraya menatap lekat kearah Devin.

Devin yang bingung sontak mengernyit.

"Jangan? Jangan apa? Perasaan aku gak ngapa ngapain deh."

"Jangan suka sama aku Vin. Hapus rasa itu di hati kamu sekarang. Kamu gak boleh ada perasaan sama aku sedikitpun!" Ucapnya tiba tiba.

Devin kembali terkejut. Kenapa bunga bisa mengetahui semua yang dipikirkannya. Dan kenapa bunga melarangnya tuk mencintainya? Apa alasan dibalik semua itu?

"Apapun alasannya, kamu gak boleh ada rasa sama aku, Vin. Karena selamanya kita gak akan bisa bersama."

Tanpa di duga, Devin sontak meraih tangan bunga. Rasanya begitu dingin, bagai jutaan balok es yang ditumpukan padanya. Tapi Devin tak menghiraukan itu. Ia menggenggam erat tangan bunga, lalu tersenyum padanya.

"Aku gak peduli. Sekalipun dunia melarang, aku tetap akan mengungkapkannya. Bunga, aku gak tau sejak kapan aku memiliki rasa ini padamu. Tapi, aku merasa nyaman saat di dekatmu. Aku menyukaimu lambat laun, dan berharap kamu juga ada rasa itu terhadapku. Bunga aku mencintaimu, maukah kau menjadi milikku selamanya."

Devin terlihat serius dengan ucapannya. Dan bunga, gadis itu terlihat terpaku dengan semua ucapan Devin. Ia tak terlihat senang ataupun sedih. Raut mukanya datar dan ia pun melepaskan tangan Devin begitu saja.

"Tapi Vin, mungkin sekarang aku Nerima cinta kamu, tapi kalo kamu tau aku yang sebenarnya, kamu pasti akan menyesal."

"Tapi intinya, kamu juga mencintaiku, kan Bunga?" Sahut Devin.

Devin kembali meraih tangan bunga lalu menggenggamnya.

"Kamu benar Vin. Aku juga suka padamu, bahkan aku rela menerobos jalur terlarang ini demi bisa mencintaimu. Tapi suatu saat, kamu pasti akan terluka karena cinta ini, Vin." Balas bunga.

Kali ini, pertama kalinya bagi Devin melihat air mata bunga. Gadis itu menangis sambil menatap nanar padanya.

"Asalkan kamu juga mencintaiku, dan mau bersamaku sampai akhir, aku sudah siap dengan semua resiko itu. Tapi bunga, kenapa kamu mengatakan ini?" Tanya Devin.

"Suatu saat aku pasti akan mengatakan semuanya padamu, siapa aku sebenarnya. Tapi sekarang, kamu harus berjanji padaku satu hal, Vin."

Devin pun kembali mengernyit bingung.

"Berjanji apa?" Tanya Devin.

Bunga pun menarik nafas lalu melanjutkan ucapannya.

"Berjanji kalau kamu gak akan membicarakan semua ini pada siapapun, termasuk keluarga kamu sendiri."

"Ada lagi?"

"Ada satu hal lagi. Kalau seumpama kamu butuh aku, dan ingin ketemu aku. Kamu gak perlu jauh jauh datang kesini. Cukup kamu panggil aja nama aku tiga kali, nanti aku pasti akan datang menemui kamu saat itu juga." Ucapnya kemudian.

Walau merasa aneh dan tak paham, Devin tetap tersenyum dan mengangguk.

"O-oke."


Bersambung.


My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang