Bab 42. Hidup atau mati

91 1 0
                                    

Tuk ... Tuk ... Tuk ...

Sejak tadi Devin tak bisa tidur dan tak juga mengantuk, dia bangun dari ranjangnya dan memutuskan tuk berjalan jalan ke luar kamar sembari mencari Bunga.

Semilir angin saat ini begitu dingin menusuk tulang, tirai tirai bahkan sampai berterbangan karena angin yang mengguncang. Saat ini Devin turun ke lantai bawah, dia melihat seisi rumah yang nampak gelap dan sedikit mengeluarkan kabut.

Astaga, mungkinkah hantu juga bisa tidur? walau ini alam mereka, tapi sekarang kan malam hari, malam adalah hari mereka. Namun, sampai ke ujung ujung rumah pun Devin tak menemukan Bunga, gadis itu seolah hilang di telan bumi atau mungkinkah memang sedang tertidur di kamarnya.

Srass ...

Astaga, Devin begitu kaget di saat dia melihat seorang hantu perempuan melesat begitu cepat dari arah luar jendela. Hantu itu tak seperti Bunga yang hanya terlihat pucat, dia terlihat berdarah darah dan wajah yang terlihat hancur, baju yang kucel dan begitu merah oleh darah, serta aroma melati bercampur bau busuk menguar kuat. Sesuatu yang dingin menempel di pundak polosnya. Sesuatu yang dingin, basah, dan juga bau melati yang menusuk hidung.

     Rasa penasaran memaksa Devin membalikkan badan, matanya yang membola sempurna, nafas yang juga memburu, membuat Devin tersentak dan seketika berjalan mundur perlahan.

Deg,

    Siapa dia? Kukira tadi Bunga yang menyentuh pundak ku, karena selain dingin juga ada aroma melati yang menjadi ciri khas Bunga, tapi setelah ku balik badan, kok bukan Bunga?! Siapa pria tua ini?! Pikir Devin saat itu.

     Mata Devin langsung berhadapan dengan mata hitam miliknya, milik pria tua yang naasnya tak sekalipun Devin ketahui siapa. Pria tua yang sejak tadi menyunggingkan senyum padanya dan memamerkan giginya yang hitam tak sekalipun bicara atau mengucap sepatah katapun selain diam dan tersenyum. Bau bangkai menguar dari badannya yang tertutup kemeja lecek dan penuh darah.

      "Ini bukan tempatmu, nak. Kau tak ingin pergi, atau kau tak bisa pergi?" tanya pria itu akhirnya.

Devin masih juga diam seraya tatapannya tak lepas dari pria itu.

      "Memang ini bukanlah tempatku, tapi jika Kusuka disini, apa aku tak boleh berada di sini?" timpal Devin santai.

    Pria tua itupun tersenyum lebar seraya memiringkan kepalanya. Astaga, kenapa dia tersenyum, apa perkataanku tadi di sukainya, apa dia menyukaiku berada di tempat ini? pikir Devin saat itu.

     "Disini gelap nak, sunyi, dingin dan juga menakutkan. Apa anak pintar sepertimu tak takut pada kami, dan dunia kami?" tanya pria tua itu sembari tetap tersenyum dan menegakkan kepalanya kembali.

   "Aku sudah biasa dengan kegelapan dan juga cuaca dingin. Di duniaku aku tak diinginkan siapapun, orang tuaku meninggal, dan kakakku berencana membunuhku, semua rasa perih itu terus membelengguku sampai ku tiba di tempat ini. Disini memang gelap dan juga menakutkan, namun karena aku sudah terbiasa dengannya jadi ku tak takut lagi. Dunia kalian ini memanglah sunyi tapi kesunyian itulah yang membuatku nyaman." balas Devin seraya tersenyum tipis.

   "Kurasa kau suka disini bukan karena kehidupan mu, tapi karena perempuan itu. Dia kan yang sudah membawamu ke mari?" tanya pria itu lagi.


.................................................


Aaaaakkkhhhh ... Sakit ... Tidak ...

"Elisabeth, kau harus pergi, orang tuamu dan juga tunangan mu sudah menunggumu." ujar seorang pria berjubah hitam pada Bunga sembari menarik rambutnya dan mencengkeram lehernya begitu kuat.

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang