Keesokan harinya...
Selepas hari menyesakkan itu, bangunlah Devin selepas sinar matahari dengan begitu terangnya masuk dari celah kecil di jendelanya dan menyorot netranya begitu saja. Ia sempat mengucek kedua mata pandanya, bangkit dari tidurnya lalu melangkah kekamar mandi.
Ia telah kembali fresh selepas selesai cuci muka dan juga gosok gigi. Dengan langkah gontai karena sehabis bangun tidur, Devin pun mulai menuruni tangga menuju dapur, atau lebih tepatnya ingin mengambil minuman dingin di kulkas.
Pemandangan yang dilihatnya sesaat langkahnya sampai pada tangga terakhir adalah sang Tante dengan daster kuning Langsatnya juga rambutnya yang dikuncir belakang terlihat tengah membelakanginya seraya mengaduk sesuatu di wajan penggorengan di hadapannya.
Tanpa saling sapa atau sekedar menegur, Devin langsung berjalan kearah kulkas lantas membukanya dan mengambil sebotol air dingin dari dalamnya.
Sementara Linda yang baru menyadari kehadiran Devin di sana lantas tersentak seraya menatap kaget kearahnya.
"Lho vin,, udah bangun kamu. Kok gak negur Tante sih,, kan Tante jadi kaget."
Kembali fokus pada masakan yang hampir matang di hadapannya Linda pun tak lagi menatap kearah Devin, ia tetap mengajaknya bicara walaupun dari netra coklatnya, devin nampak terkesan dingin dan tidak perduli.
"Maaf."
Selepas menggumamkan kata maaf, lelaki delapan belas tahun itupun melangkah pergi, ia melangkahkan kakinya kearah teras seraya menggenggam botol berisi air dingin di tangannya.
Tapi baru saja ia melangkahkan kakinya dua langkah, tiba tiba ia menghentikan langkahnya itu. Tanpa berbalik, ia lantas mengatakan sesuatu seraya membuka botol air dingin yang sempat di ambilnya tadi.
"Tan, jadi istri jangan selalu nurut nurut aja apa kata suami. Jika yang dikatakannya atau dilakukannya itu baik, maka turutilah, genggamlah tangannya. Tapi jika dia salah, atau lebih parahnya lagi dia membawa perempuan lain di kehidupan kalian, maka lepaskanlah tangannya itu. Teriaklah, marahlah selagi kau masih bisa marah. Tapi jika mulutmu sudah terlalu sakit tuk sekedar memaki maka jalan satu satunya adalah memaafkan, dan menerima semuanya dengan lapang dada atau melepaskannya dengan ikhlas. Kemarin aku lihat semuanya. Semua yang terjadi jauh diluar dugaan aku. Aku gak nyangka dibalik sikapku yang aku sendiri sadar kalau aku ini cenderung gak perduli, dan dingin ke semua orang, bisa melihat sendiri orang yang jauh lebih buruk daripada aku. Orang yang begitu gak tahu diri, dan seberani itu di rumah ini. Huufft, Tan. Aku tahu semua ini berat untuk Tante terima dengan akal sehat, tapi jika Tante ingin tetap memaafkannya ya silakan, tapi jika hati Tante sudah terlalu sakit, maka lepaskanlah. Maaf Tan, selama ini mungkin aku terlalu acuh sama Tante. Tapi aku gak sedikitpun lepas mata dari Tante. Aku selalu tahu apa yang Tante lakuin diluar ataupun di dalam rumah ini. Tan, Tante adalah orang yang setia, baik. Tante gak pantes dilakuin seperti ini sama bedebah kayak dia. Maaf ya Tan, aku kayak terlalu ikut campur gitu. Yaudah Tan, aku mau kedepan, pikirin kata kata aku tadi ya, jangan sampai salah ambil langkah."
Membeku, dan tersentak manakala telinganya mendengar sendiri kata kata seperti itu keluar dari mulut seorang Devin. Ya, sebab dari dulu setahunya Devin adalah anak yang cenderung dingin, dan pendiam. Ia jauh berbeda dari sang kakak yang cenderung menunjukkan sisi cerianya. Devin nampak cuek, dan tak banyak mengeluarkan kata kata saat diajak bicara. Tatapannya selalu dingin, dan misterius. Tak berubah setiap hari. Hingga detik ini Linda dibuat tercengang manakala mendengar kata kata seperti itu dari mulut keponakannya ini. Ia nampak lebih dewasa dari sebelumnya, juga tatapannya yang lebih hangat dari biasanya. Linda dapat melihat itu dengan baik, dan senyuman pun langsung terulas di bibirnya tanpa ia minta. Ia bersyukur jika Devin dapat berkata panjang seperti itu padanya, sebab dari awal Devin dan Devan tinggal dengannya, Devin selalu saja dingin, dan tak pernah berbicara panjang seperti tadi padanya. Maka saat melihatnya seperti itu, hati Linda pun ikut tersenyum, ia bersyukur ya walau tak sepenuhnya, sebab perilaku Devin tetaplah seperti biasanya, hanya sedikit saja yang berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend is a Ghost
RomanceKehadiran seorang hantu perempuan mengubah hidup Devin secara tak terduga. Awalnya frustrasi dan putus asa, kini ia menemukan sinar harapan sejak bertemu makhluk gaib yang misterius itu. Cinta tumbuh di antara mereka meskipun dunia luar keras menent...