Bab 58. semakin memburuk, dan melakukan rukyah

78 2 0
                                    

Setelah selesai mengurus kepulangan Devin dan membayar biaya administrasi, Devan beserta semuanya pun segera meninggalkan rumah sakit itu dan bergegas menuju rumah kyai Rohmat untuk berobat Devin selanjutnya.

Jarak dari rumah sakit itu ke rumah kyai Rohmat lumayan jauh, dari sejak pukul delapan empat lima pagi sampai pukul setengah sepuluh siang mereka belum juga  tiba di kediaman kyai Rohmat. Namun, sesaat mereka telah selesai melewati beberapa belokan dan masuk masuk kedalam gang, akhirnya sampai juga mereka di depan sebuah rumah mewah milik kyai Rohmat. Dari balik pagar besi mereka melihat arsitektur rumah itu lumayan mewah dan berkelas, bentuknya mirip seperti Taj mahal di India namun corak corak di beberapa dindingnya menggambarkan kehidupan islami dan tulisan tulisan arab.

Setelah mereka berhenti dan memencet bel, keluarlah dari dalam pagar itu seorang bapak bapak berpakaian security dan memegang pentungan, ia datang tergopoh-gopoh kearah rombongan Devan dan menatap mereka dengan seksama.

"Kalian rombongan pasien kyai Rohmat ya?" tanya security itu dengan berhati-hati, dan penuh kecurigaan.

Namun, Devan beserta semua yang mendengar pertanyaan security itu benar adanya sontak membuat Darto dan Devan yang keluar dari mobil langsung saling menatap satu sama lain, mereka langsung heran melihat dugaan security itu yang benar adanya.

Namun, mengetahui nama kyai itu begitu besar membuat keduanya manggut-manggut, mereka saling tersenyum dan menganggukkan kepala menatap kearah security itu yang juga masih menatap kearah mereka dengan sorot yang sama, yakni berhati-hati dan penuh kewaspadaan.

"Iya pak, kami pengen bawa berobat salah satu keluarga kami yang bermasalah ke kyai Rohmat, ehm ngomong ngomong kyai Rohmat ada nggak ya? soalnya kita belum ada janjian sebelumnya." balas Devan seraya tersenyum manis.

Mendengar penuturan Devan membuat security itu tersenyum seketika, sembari mengantongi pentungannya di saku celananya, ia pun menghela nafas sejenak.

"Ada kok mas, beliau kebetulan lagi ada di rumah soalnya kerabat beliau baru aja datang tadi, ehm ngomong ngomong siapanya mas yang sakit? kerasukan, sakit kejiwaan, di pelet, di guna-guna atau mungkin yang lebih parah dari ini?" Devan yang mendengar penuturan security itu hanya mampu tersenyum namun setelah mendengar ucapan terakhirnya, Devan pun menjadi terdiam. Ternyata pasien kyai Rohmat bermacam macam ya?

"Adek saya pak yang sakit, ehm kalo sakitnya mah kita nggak bisa ngasih tau ke bapak ya maaf." balas Devan seraya mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Security itu hanya menganggukkan kepala sesaat mendengar ujaran Devan itu, lalu setelah berbincang singkat ia pun membuka pagar besi itu dan mengantar mereka masuk untuk menemui kyai Rohmat.

Setelah cukup memakan waktu karena ternyata halaman rumah kyai Rohmat itu lumayan besar akhirnya tiba juga mereka di depan kediaman kyai Rohmat.

Mereka langsung dihadapkan dengan kemunculan pintu besar yang berlapis emas dan tanaman tanaman indah di sekelilingnya, tak lupa di belakang mereka berdiri ada juga sebuah air mancur indah yang dipenuhi banyak ikan.

Melihat suasana indah di depan matanya sontak membuat Devan tersenyum dan tak berkedip beberapa saat. Ia sibuk mengamati lingkungan tempatnya berada sampai tak menyadari tepukan Linda di bahunya.

"Kamu liatin apa sih Van, kok serius banget , mana kamu juga senyum senyum lagi, kenapa sih?" tanya Linda seraya menatap bingung kerah Devan yang hingga saat ini pun masih juga tersenyum dan tak mengalihkan pandangannya sedikitpun.

"Lagi liatin suasana sekitar rumah kyai Rohmat, sayang. Indah dan asri banget, rumahnya juga nggak kaleng-kaleng, aku sampai terpana melihatnya." balas Devan seraya mengalihkan atensinya kearah Linda dan tetap menyunggingkan senyum di bibirnya.

Setelah mereka sampai di depan rumah besar kyai Rohmat, mereka pun di minta menunggu di depan sambil security tadi masuk kedalam tuk memanggil kyai Rohmat.

Ada beberapa saat lamanya mereka menunggu sampai akhirnya terbukalah pintu besar di hadapan mereka begitu lebar, dan dari dalam munculah seorang laki laki dewasa berpakaian gamis panjang di lengkapi kopiah hitam dan kaca mata kotak yang senantiasa melekat di matanya. Kyai itu tersenyum menatap kearah mereka dan mempersilahkan mereka untuk masuk.

Tapi karena yang diobati adalah Devin, sementara Devin sendiri masih berada di dalam mobil, membuat Darto dan Devan saling bertukar pandang, kemudian tanpa menunggu lama lagi mereka pun segera menuju ke mobil Darto dan bergegas mengangkat tubuh Devin bersama sama.

Beberapa saat kemudian ...


Setelah sebelumnya membawa Devin masuk kedalam rumah kyai Rohmat dan mereka baringkan di ruangan khusus di dalam rumah itu sesuai instruksi kyai Rohmat, mereka semua pun berkumpul di sekitar Devin dan menunggu kyai Rohmat kembali, karena sebelumnya ia sempat ijin kepada mereka untuk memanggil temannya dalam melakukan rukyah itu.

Sebelum sebelumnya dalam mengobati pasien kyai Rohmat akan melakukan sendiri pengobatan itu, ia dengan segala doa dapat menyembuhkan segala penyakit pasiennya tanpa bantuan dari siapapun. Namun setelah kyai itu menyentuh kening Devin, ia pun sempat tersentak kemudian menatap kearah Devin begitu lama.

"Waduh, gawat. Kondisi anak ini sedang tidak baik-baik saja, dia sedang dibawa oleh makhluk halus ke alamnya. CK, kondisinya sudah begitu parah, dia diambil sudah sejak setahun yang lalu, dalam jarak sejauh itu, kecil kemungkinan untuknya bisa kembali kedunia, tapi saya tetap akan mencoba, semoga dengan ridho Allah anak itu bisa kembali. Baiklah pak, buk, saya permisi sebentar ya, mau manggil temen saya buat bantuin rukyah ini. Karena kondisinya ini nggak memungkinkan buat saya untuk melakukannya sendiri. Baik, saya permisi sebentar ya."

Setelah kepergian kyai itu suasana di ruangan itu terasa begitu sepi, semuanya sama sama diam setelah mendengar ucapan kyai tadi mengenai Devin. Linda dan Bianca mulai meneteskan air mata dan terisak, Linda perlahan menghampiri Devan dan memeluk tubuhnya begitu erat.

Sementara Bianca perlahan juga mendekat kearah Darto dan memeluk tubuhnya sembari menangis.

"Devin bisa sembuh kan Van, bisa sembuh seperti dulu dulu kan? aku nggak mau kehilangan dia Van, dia itu adalah keponakanku, almarhum ibunya dulu menitipkan Devin kepadaku untuk kujaga. Tapi, ini apa Van, kenapa Devin jadi seperti ini? mungkin ini semua salah kita Van, nggak seharusnya kita ngomong gitu dulu, nggak seharusnya kita dendam ke Devin dan berusaha membunuhnya. Jika saja itu tidak terjadi mungkin saja Devin masih ada bersama kita sekarang, mungkin dia masih baik-baik saja, dan nggak terluka seperti ini." ujar Linda sembari menangis di pelukan Devan dan memeluknya semakin erat.

Sementara Darto dan Bianca yang mendengar ucapan Linda itu sontak saling mengurai pelukan mereka dan saling berpandangan.  Mereka tergolong kaget dan tak percaya dengan ucapan Linda itu, dia seperti serius dalam mengatakannya, bahkan tanpa sadar ia pun juga membeberkan rahasia terbesarnya dengan Devan di masa lalu.

"Lin, yang kau maksud pembunuhan itu apa, kau dan Devan ingin membunuh Devin?" tanya Darto begitu dingin dan tajam. Kedua tangannya saling mengepal kuat, dan kedua matanya yang begitu tajam menatap kearah Linda dan Devan.

"Kesalahan apa yang Devin lakukan sampai kalian ingin membunuhnya, hah?!" tanya Darto sembari meninggikan suaranya dan menatap tajam kearah linda yang saat itu mulai mengurai pelukannya dengan Devan dan menundukkan kepalanya.


Bersambung ...

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang