Bab. 21 [Linda POV]

174 4 0
                                    

Sejenak aku tersenyum menatap wajah tampan keponakan sekaligus pacar gelapku. Ia terlihat terlelap dengan damai di sebelah ku. Ku elus wajahnya dengan tanganku, setelahnya ku cium keningnya dengan lembut.

"Kamu pasti capek banget ya?" Tanyaku tepat setelah ku cium keningnya.

Setelah memakai kembali pakaianku, dan merapikan selimut Devan yang tersingkap, aku pun keluar dari kamar. Ku pandangi sekitar tempat ku berdiri lalu mendesah perlahan. Baru juga ku berjalan dua langkah, atensiku mengarah pada kamar Devin yang terlihat gelap, dan juga sunyi.

Karena penasaran aku pun berjalan padanya. Ke tempelkan telingaku tepat di pintu kamar itu. Tapi hening, tak ada apapun yang terdengar, mungkin aku akan beranggapan jika keponakan ku itu sedang tidur. Tapi saat tanpa sengaja ku putar knop pintu kamar itu, aku pun terkejut, karena ternyata pintu itu tak sedang di kunci. Aku pun memberanikan diri tuk memasukinya sampai akhirnya aku pun kembali terkejut.

Devin tak ada di kamar itu!

Kamarnya terlihat gelap sampai ku nyalakan saklar lampu kamar itu. Semuanya terlihat rapi, dan juga bersih. Tak ada yang berubah, hanya saja aku tak menjumpai sosoknya yang dingin. Dan itu membuatku bertanya-tanya.

Saat aku hendak keluar dan mematikan saklar nya tanpa sengaja kulihat secarik kertas di atas meja belajar milik Devin. Ku dekati itu lalu kuraih kertasnya.

Di sana tertulis jika Devin sudah mengetahui semuanya, dan dia memutuskan tuk keluar dari rumah itu. Sesaat aku pun tersenyum mendengar itu tapi setelahnya aku pun mengernyit heran. Kata kata terakhir Devin di surat itu berhasil mencuri atensiku.

"Semoga kalian bahagia."

Entah perasaan bahagia atau apa, tapi aku merasa senang mendengar kata kata itu. Tak ku pungkiri jika aku memang membenci Devin karena suatu hal, tapi di sisi ini aku merasa sedikit senang saat ia mendoakan kebahagiaan ku dan Devan.

Huufft...

Setelah ku tarik nafas dalam dalam aku pun keluar dari kamar itu. Saat baru saja aku membuka pintu aku kembali dikejutkan dengan kehadiran Devan di sana. Ia berdiri tepat di depan pintu kamar ini sambil menatap tajam kerahku.

"Ngapain kamu masuk kamar Devin?!" Tanyanya begitu dingin.

Aku pun tergugup saat melihat sorotnya yang begitu dingin saat menatapku. Tapi setelahnya aku pun tersenyum. Ku jelaskan maksudku memasuki kamar Devin sambil menunjukkan secarik kertas yang Devin tinggalkan di atas meja tadi. Dapat kulihat raut kesenangan di muka Devan. Ia terlihat tersenyum sambil membaca kertas itu.

"Ini bagus sayang, bagus. Tapi aku jadi nggak bisa habisin dia kalau dia pergi secepat ini. Kira-kira dia pergi kemana ya?"

"Aku juga nggak tau sayang. Mungkin saja ke rumah temennya, atau saudara jauhnya gitu?"

Karena jarak ku dengan Devan begitu dekat, aku pun bisa mencium aroma tubuhnya yang begitu menenangkan. Ku lingkarkan tanganku di lehernya lalu ku cium bibirnya sekilas.

"Kamu sedih ya karena adik kamu pergi?" tanyaku terdengar manja.

Namun, beberapa saat setelahnya Devan pun tersenyum lalu menggendongku gaya bridal. Di ciumnya bibirku dengan lembut sambil berjalan kembali ke kamar Devan yang akhirnya menjadi kamar kami.

Setibanya di kamar, di turunkannya aku di tepian ranjang olehnya. Ia pun memilih duduk di sebelah ku lalu kembali menyambar bibirku dengan sedikit liar. Aku pun mendesah tertahan saat satu tangannya meremas sebelah gunungku sedangkan yang satu lagi menggerayahi bagian bawahku yang mulai basah.

Dalam sekejap saja kami berdua sudah tanpa busana kembali. Devan terlihat menuntunku tuk berbaring di atas kasur dengan posisi terlentang. Baru setelah nya ia pun menindihku. Menciumku dengan liar lalu berakhir dengan penyatuan.

Bersambung.....

My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang