Bab 57. Ketakutan dan harapan; akankah peraturan itu sudah berubah??

100 2 0
                                    

Devin dan Bunga yang telah selesai melakukan kegiatan mereka dan telah berpakaian kembali hingga kini terasa begitu canggung, keduanya tidaklah bicara sedari tadi, wajah Bunga dan Devin hanya saling senyum dan terlihat begitu merah, mereka saling diam Diaman sejak selesainya kegiatan itu, keduanya terasa malu bila mengingat apa yang mereka lakukan.

Walau mereka saling diam dan tak bicara, Bunga dan Devin tetap saling berpegangan tangan, mereka memang tidaklah menatap satu sama lain namun keduanya tetaplah menunjukkan rasa kasih sayang yang mereka miliki. Contohnya berpegangan tangan dan menatap satu sama lain walau cuma sekilas.

"Bung-Bunga, bagaimana perasaanmu setelah melakukan itu bersamaku, enak ataukah biasa saja?" tanya Devin seraya tersenyum namun tidak menoleh.

Setelah mendengar Devin mengatakan itu sontak degup jantung Bunga berdetak begitu kencang, keringat langsung membasahi tubuhnya dan kedua tangannya yang mulai bergetar, ia malu dengan apa yang dilakukannya bersama Devin beberapa saat lalu di rumahnya, ia mengakui jika ia merasa nyaman dan enak melakukan itu bersama Devin, namun ia juga takut dengan resikonya, Yap, resikonya memang resiko seperti yang Bunga katakan, tapi ia takut bila resikonya berubah karena peraturan itu sudah berlaku semenjak lama sekali sebelum Bunga meninggal.

"Apa maksudmu enak, Vin? aku biasa aja tuh melakukannya bersamamu." balas Bunga berbohong. ia mengatakan biasa saja walau sebenarnya ia merasa keenakan dengan permainan Devin itu.

Mendengar Bunga berbohong sontak membuat Devin tertawa seketika.

"Kenapa kamu tertawa, memangnya perkataanku tadi sebuah lelucon?" tanya Bunga seraya membalikkan badannya dan menatap kesal kearah Devin.

"Bunga Bunga, kamu tidak perlu berbohong begitu, akui saja jika kamu itu keenakan dengan permainanku, kamu bahkan mendesah berulang kali kan disaat aku menhujanimu tusukan dan juga ciuman panas?" tanya Devin sembari membalikkan badannya dan menatap kearah Bunga dengan senyum menyeringai.

Bunga yang merasa malu langsung saja mengalihkan pandangannya kearah lain disaat mendengar ucapan vulgar Devin itu. Ia adalah tipe cewe yang tak terlalu tau tentang hal seperti itu, namun disaat ia tiba-tiba di hadapkan dengan hal seperti itu, ia pun menjadi lupa diri.

"Vin, jangan berkata seperti itu ah, aku malu nih, walaupun aku ini hantu badanku dan milikku masihlah terasa ngilu sampai sekarang. Ehm, Vin, kamu tidak merasa malu ya melakukan ini bersamaku?" tanya Bunga ragu-ragu.

Devin tak bisa menyembunyikan perasaannya, ia pun langsung tertawa mendengar Bunga merasa malu setelah melakukan itu bersamanya. Sebenarnya Devin pun merasa malu, ini adalah kali pertama ia melakukannya dan itu bersama Bunga. Astaga, ia pun merasa ketagihan melakukan permainan itu bersama Bunga, walau keduanya tengah berada di alam lain dengan kondisi yang tidak baik-baik saja itu tidaklah berpengaruh bagi Devin, ia merasa nyaman berada di sini, walau lingkungannya berbeda dengan dunianya, ia tak peduli, karena di sini ia bersama Bunga, bersama gadis yang begitu baik dengannya dan paling ia cintai.

"Malu sih malu Bunga, tapi aku nih beneran mencintaimu, aku rela melakukan apapun jika itu bersamamu contohnya melakukan kegiatan ini nih, kamu malu melakukannya karena ini masihlah pertamakali buatmu, tapi apakah aku tidak? akupun juga iya Bunga, ini adalah kali pertama untukku, tapi apakah aku peduli, tidak Bunga, aku sama sekali tak peduli. Walau permainan ini salah aku tetap kan melakukannya, karena aku mencintaimu Bunga, aku ingin terus bersamamu, selamanya." mendengar penjelasan Devin yang begitu gamblang dan penuh perasaan membuat Bunga terdiam dan meneteskan air matanya. Perlahan ia pun membalikkan badannya dan menatap penuh cinta kearah Devin.

"Vin, katakan padaku jika kamu tengah bercanda, katakan padaku jika kamu itu menyesal melakukan itu bersamaku. Devin, aku mencintaimu tapi aku takut dengan semua resikonya. Jika benar resikonya seperti yang kukatakan aku akan sangat senang, tapi jika tidak bagaimana? aku takut Vin, peraturan itu sudah berlaku sejak lama sebelum aku meninggal, aku takut jika peraturan itu sudah berubah." ujar Bunga seraya menundukkan kepalanya dan menangis.

Melihat Bunga menangis sontak membuat Devin terkejut, ia pun meraih pundak Bunga dan memeluknya begitu saja.

"Bunga, kenapa kamu menangis? sudah ya, berhenti menangis. Jika resikonya bukan itu lalu apa, hmm?" tanya Devin.

"Aku tak tau Vin, itu hanya dugaanku saja, tapi semoga saja resikonya seperti yang kukatakan semalam, aku takut terjadi hal buruk padamu Vin." balas Bunga masih di dalam pelukannya dan masih juga menangis.

"Sudah ya Bunga, jangan menangis, percaya aja sama aku. Takkan ada yang terjadi padaku, aku akan aman berada di sini bersamamu, oke. Udah cup cup cup." Devin pun mencoba menenangkan Bunga dari tangisannya, ia menepuk nepuk pundak Bunga dan memeluknya semakin erat.

"Semoga saja takkan terjadi sesuatu padaku, semoga aku selalu aman dan jauh dari resiko bahaya. Aku mencintai Bunga, aku tak ingin jauh darinya barang sedetik pun." batin Devin seraya tetap dengan pelukannya dan tetap menepuk nepuk pundak Bunga.

Bunga yang posisinya sebagai hantu dapat dengan jelas mendengar suara batin Devin, ia tetap menangis sambil perlahan lahan melingkarkan tangannya di pinggang Devin.

......................................

Beberapa saat setelahnya, Devan dan Linda pun bergantian mandi di kamar mandi di ruangan Devin, keduanya sibuk bersih bersih sambil tak lupa memerhatikan kondisi Devin yang semakin hari semakin memburuk.

Lalu disaat keduanya telah selesai mandi dan tengah bersiap siap dari arah pintu terlihatlah Darto dan juga Bianca tengah memasuki ruangan sembari menenteng sekantong makanan, Yap keduanya datang karena setelah ini mereka akan memulangkan Devin dan membawanya berobat ke kyai Rohmat seperti yang Devan ucapkan.

"Om, kak kalian udah datang?" tanya Devan seraya bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke tempat Darto berdiri.

Mendengar itu mengangguklah Darto, sembari menaruh kantong makanannya di atas nakas, ia pun beranjak menyentuh kening Devin, baru saja ia menyentuh ia pun langsung tersentak kaget.

Melihat kondisi Devin sedingin itu bukankah sangat mengejutkan Darto, ia pun menatap cemas kearah Devin sambil tak henti hentinya berdoa untuk kesembuhannya.

"Van, kondisi Devin kok semakin dingin sih, ini dia masih baik-baik saja kan?" tanya Darto seraya mengalihkan pandangannya kearah Devan.

"Iya om, kondisi Devin semakin dingin sekarang, ehm gini deh mumpung om dan kak Bianca udah datang gimana kalau kita bawa Devin sekarang aja, mumpung masih  pagi juga kan?" tawar Devan.

Setelah menganggukkan kepala dan mengiyakan ucapan Devan, Darto dan Devan pun segera ke ruang administrasi tuk mengurus kepulangan Devin, mereka berjalan tergesa dan melakukan segalanya dengan terburu buru.

"Om, setelah ini Devin kita bawa di mobil om ya, soalnya aku bawa motor." ucap Devan di saat keduanya telah selesai mengurus kepulangan Devin dan tengah berjalan tergesa menuju ke ruangan Devin tepatnya di IGD.

"Iya Van, kamu tenang aja, ehm tapi alamat kyainya itu ntar kamu kirim ke om ya." balas Darto masih sembari berjalan.

Mendengar itu mengangguklah Devan, sembari berjalan ia pun menyempatkan diri tuk membuka ponselnya dan mengirimkan alamat rumah kyai itu ke nomor Darto.

"Udah ya om, ntar om buka aja dan ikuti alamat itu, ehm tapi kan aku tau alamatnya dimana, nanti kan aku bisa berjalan di depan mobil om terus om ikuti aku gitu." ucap Devan seraya menepuk jidatnya pelan.

"Gitu juga bisa Van, yaudah yuk masuk." ujar Darto di saat keduanya telah sampai di depan ruangan Devin dan akan segera masuk.

Bersambung ...



My Girlfriend is a Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang