Kini di dalam sebuah lab sains, pada pukul tujuh lebih dua puluh menit, semua anak yang mengikuti tes masuk universitas jurusan sains termasuk Devin tengah duduk seraya mengerjakan beberapa lembar soal yang diberikan.
Mereka nampak serius, dan tak ada sedikitpun obrolan yang terdengar selama berlangsungnya tes tersebut.
Bahkan saat waktu hampir berakhir, mereka tetap diam dan mengumpulkan lembar soal mereka lalu keluar. Begitu tertib, kini tinggalah devin dan seorang anak perempuan lain yang masih sibuk dengan lembar soal mereka.
Si perempuan nampak cemas, terlihat dari wajahnya yang berkeringat dan sibuk menghitung beberapa soal yang tersisa. Sementara Devin, ia terlihat begitu santai, dan bangkit dari tempatnya. Ia telah selesai dengan jawabannya dan siap untuk pergi. Sempat diliriknya si gadis terlihat semakin cemas mengetahui Devin telah selesai dan hendak mengumpulkan jawabannya.
Ia terlihat menjawab asal kemudian bangkit berdiri tak lama setelah itu.
Sesaat langkah Devin sampai pada koridor sekolah, ia dibuat terhenti oleh suatu pemandangan di dalam perpustakaan yang berada tepat di sebelahnya. Kacanya tembus pandang, itulah sebabnya apapun yang berada di dalamnya pasti akan nampak dari luar.
Ia tercengang dengan apa yang dilihatnya itu. Ya, ia sempat melihat sang kakak, alias Devan tengah mencuri curi cium dengan Carla. Anak IPS 2, sekaligus pacar dari Devan. Mereka melakukannya di pojokan perpus yang tak sengaja terlihat oleh Devin.
Ia dapat melihat mereka yang begitu bernafsu saat melakukannya. Terlebih kondisi mereka yang berantakan. Setelah melihat hal tak terduga itu, rasa lapar yang semula mendera perutnya pun sirna. Ia beralih menuju taman belakang sekolah alih alih menuju kantin seperti tujuannya awal.
.................................
Di suatu taman dengan beberapa pohon besar yang menghiasi setiap sudutnya juga suatu kolam ikan berukuran sedang yang menjadi pelengkap keindahan taman itu. Devin adalah satu satunya orang yang berada di sana sekarang, sebab semua anak seangkatannya tengah mengikuti seleksi masing masing dan juga sibuk mempersiapkan ujian mereka di perpus, sementara yang lain tengah mengikuti KBM seperti biasa.
Devin terlihat duduk termenung di suatu bangku di depan kolam ikan tersebut. Ia tak memikirkan apapun kecuali suatu nama. Bunga. Ya gadis yang ia temui tak sengaja di tempat favoritnya itu. Tak tau mengapa, tapi yang pasti, Devin sedikit merindukannya. Ia terus teringat akan saat saat pertama kali ia bertemu dengan bunga.
Sedikit aneh memang, tapi ia menepis segala pikiran negatifnya itu. Ia sibuk memikirkan wajah cantik bunga di pikirannya hingga ia dikejutkan dengan tepukan pada bahunya oleh seseorang.
"Ngapain Lo di sini sendirian, gak punya temen Lo?" Cecar orang itu.
Devin memalingkan wajahnya menghadap orang itu. Ia adalah temen sekelasnya. Namanya Vera Andini, gadis tomboy dengan rambut dikuncir satu itu terlihat tengah menatap Devin dengan tatapan datarnya.
"Emang apa urusannya sama Lo?" Devin balik bertanya dengan nada tak kalah dingin. Ia memandang remeh Vera seraya menyilangkan kedua tangannya.
"Gak ada sih. Gue cuma nanya, itupun kalo di jawab."
"Kalo Lo gak ada urusan mending pergi deh, gue lagi pengen sendiri." Devin terlihat menghela nafas kasar lantas memalingkan wajahnya kearah lain.
"Iya iya gue pergi. Lagian gue kesini karena mau nyampein pesen dari Bu citra aja kok. Tuh, Lo dipanggil Bu citra ke ruangannya." Sahutnya tak bersahabat.
Devin terlihat mengernyit lantas menatap kearah Vera.
"Ngapain Bu citra panggil gue?"
Vera pun menaik turunkan kedua bahunya lantas melenggang pergi.
"Mana gue tau. Mau dikasih doorprize kali." Ucapnya kemudian.
Devin terlihat berpikir. Ia memandang lurus kedepan seraya memikirkan pesan dari Vera tadi.
Pikirnya kenapa Bu Citra memanggilnya? Apa ada sesuatu yang mau di sampaikan, tapi apa?
Sebab seminggu yang lalu ia sempat ada cekcok dengan guru muda bernama Citrawati itu. Ia sangat malas bertemu dengannya karena masalah itu.
Bahkan Devin sudah beberapa kali tak ikut mata pelajarannya karena tak ingin bersitatap mata dengan guru itu.
"Ngapain sih, tuh perempuan pake manggil gue segala!, bikin mood hancur aja." Ucapnya lirih.
Walau tak ingin bertemu, tapi Devin tetap memenuhi kewajibannya. Ia terlihat berdiri di depan ruang guru tanpa mau beranjak. Ia memandang tajam pintu kayu di hadapannya lantas menghela nafas kemudian memutar kenop pintunya dan masuk.
Ruangannya nampak kosong, hanya ada beberapa guru saja yang berada di dalamnya. Termasuk Bu citra. Ia terlihat memainkan handphone miliknya tanpa menyadari kedatangan Devin.
"Ekhem." Devin pun berdehem lantas membuat wanita yang semula berfantasi ria dengan ponselnya itu tersentak lantas menatap terkejut kearah sang murid.
Saat kedua mata itu saling beradu, ada rasa sakit yang teramat dalam yang dipancarkan dari sudut mata citra. Ia memandangi Devin cukup lama hingga berhasil membuatnya grogi dan mengalihkan pandangannya.
"Duduk." Citra mempersilahkan Devin tuk duduk di bangku di hadapannya. Terlihat Devin menurut dan duduk berhadapan dengan sang guru.
Citra terlihat kikuk sementara Devin tetap santai seperti biasa.
"Sepulang sekolah kamu ada waktu? Saya ada yang mau dibicarakan sama kamu, penting." Sebuah pertanyaan atau perintah. Devin sempat mengernyit sebelum akhirnya mengangguk.
"Nanti anda datang saja ke garden cafe sepulang sekolah. Saya juga ada sesuatu yang mau didiskusikan dengan anda soalnya. Baik jika hanya itu saya permisi."
Setelahnya Devin benar benar pergi. Ia keluar begitu saja meninggalkan sejuta kerinduan di hati citra.
Ya ia merindukan Devin, merindukan senyumnya dan segala yang ada padanya.
Ia tersenyum miris jika mengingat masa lalu. Mengingat kesalahan yang ia perbuat pada Devin hingga berakhirlah mereka seperti ini.
"Semoga semuanya masih bisa diperbaiki Vin. Saya benar benar masih mencintaimu, dan tak ingin semuanya berakhir begitu saja." Gumamnya lirih disertai rasa sesal di dalamnya.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend is a Ghost
RomanceKehadiran seorang hantu perempuan mengubah hidup Devin secara tak terduga. Awalnya frustrasi dan putus asa, kini ia menemukan sinar harapan sejak bertemu makhluk gaib yang misterius itu. Cinta tumbuh di antara mereka meskipun dunia luar keras menent...