Bab 4. Kesibukan Maba

317 29 2
                                    

Tas berwarna pink dengan benda-benda berwarna senada di dalamnya disandang Alma. Langkahnya cukup ringan di awal. Namun, perlahan berat saat ia mendapat kabar jika dirinya harus berurusan dengan dosen pembimbing akademiknya.

Bagaimana bisa dirinya begitu bodoh tidak menyadari jika laki-laki yang duduk di sampingnya kemarin adalah dosen.

Duh, gimana ini. Pak Nathan inget nggak ya sama aku? Mana kemarin aku nuduh dia caper lagi. Ya Allah. Eh tapi salah dia sendiri ngapain juga duduk di bangku siswa, enggak duduk di depan dari awal. Lagian, masih imut gitu udah jadi dosen. Bukan salahku kan?

Alma sudah mencoba mengulurkan tangan untuk mendorong pintu ruang dosen. Namun, keberaniannya mendadak luntur. Rasa malu memeluknya kembali.

Gadis itu mengurungkan niat. Hingga tiga kali ia mengulang hal yang sama.

"Kamu kenapa?"

Suara bariton seorang laki-laki membuatnya terkejut. Ia dengan sigap mengambil satu langkah ke kiri.

"Ma-mau mau ketemu DPA saya," jawabnya tergugup.

"Siapa? Bu Sahla? Pak Nathan?"

Alma mendongak. Sosok itu adalah Ridho. Laki-laki yang sudah mencuri perhatiannya sejak pertama kali menginjakkan kaki di kampus ini.

Fisiknya yang tinggi menjulang sangat mudah ditemukan di antara kerumunan. Meski tidak terlalu tampan. Namun, auranya cukup membuat Alma terpesona.

"Pak Nathan, Mas. Ta-tapi saya takut."

Ridho melihat ke dalam ruangan dari pintu kaca.

"Kenapa takut?" tanyanya.

"Temen-temen saya belum dateng. Di dalam cuma ada Pak Nathan. Saya ... saya takut."

Ridho mengangguk. "Pak Nathan baik kok. Nggak usah takut. Kalau Pak Hijaz, mungkin kamu harus baca ayat kursi dulu sebelum masuk."

Alma tak begitu paham lelucon Ridho tetapi ia tak mau menyiakan kesempatan untuk berbincang dengan laki-laki itu.

"Ta-tapi nggak boleh berduaan sama laki-laki kata Ayah. Apalagi di tempat sepi. Kata ayahku banyak kriminalitas terjadi meski tanpa niat tapi karena ada kesempatan."

Ridho tersenyum. Meski bukan muslimah berjilbab, sepertinya Alma adalah seorang anak yang dididik dengan baik oleh ayahnya.

"Betul sekali. Kalau gitu saya yang akan jadi penengahnya. Gimana? Saya temani masuk. Sebentar lagi juga paling Mbak Poppy datang kok. Sekertaris jurusan kita. Dia baru ambil dokumen di dekanat."

Alma pun mengangguk. Ia mengekor Ridho.

Di dalam, Nathan sudah mengamati gerak-gerik Alma sedari tadi. Dari dalam, Alma yang ragu untuk masuk terlihat jelas.

Nah, kan. Malu sendiri kamu. Kemarin ngomong nggak jelas, eh nggak tahunya jadi bimbinganku. Dasar bocah.

Nathan mengulum senyum. Ia berpura-pura sibuk dengan kertas di hadapannya.

"Pagi, Pak. Ada yang mau ketemu," sapa Ridho.

Nathan mengalihkan tatap ke arah dua tamunya.

"Pagi. Siapa? Pacarmu? Pake dianter segala."

Ridho mendadak salah tingkah. "Haram Pak, nggak boleh pacaran. Maaf, saya ijin mau ngerjain tugas dari Pak Hijaz ya. Input nilai tugas kemarin."

Nathan terkekeh. "Iya, silakan."

Alma masih tertunduk sembari berdiri tak jauh dari meja Nathan.

"Ridho, manekinnya ini bisa ngomong nggak?" tanya Nathan kemudian karena Alma tak kunjung berbicara.

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang