Bab 12. SOS

213 28 4
                                    


Kumandang azan subuh terdengar merdu. Nuansa sudah siap dengan mukenanya, ia mengaji sembari menikmati semilir dingin udara pagi di jendela.

Bak mendapat vitamin, mata Egi setajam elang rasanya. Semalam pun ia tidur sangat nyenyak sampai tak sadar ada Iqdam datang dan menyusulnya tidur di kasur yang sama.

"Jamaah?"

Suara Kala membuat Egi tersadar. Ia menoleh. "Eh iya Mas. Yuk. Di masjid sana apa mau sama mereka tuh?" tanya Egi.

Kala menoleh ke belakang. Dilihatnya sang adik sudah murojaah di dekat jendela dan di sampingnya ada Queen yang menggelendot sembari mengenakan mukena.

Queen masih mengantuk, meski ia sudah berwudu dengan air super dingin tadi.

"Ajak aja mereka ke masjid." Kala memutuskan.

Egi mengangguk. Ia menendang Iqdam agar segera bangun dan bersiap jamaah subuh. "Heh, mau disalatin apa mau salat sendiri?"

"Gua baru merem Gi!" geram Iqdam.

"Oke, tar gue salamin ya sama Allah, lu udah bosen salat."

Mata Iqdam mendadak terbuka lebar. "Sue lu!" umpatnya.

Mau tidak mau Iqdam berdiri melawan kantuknya. Betapa tidak, dia harus PP Solo-Jogja-Solo semalam, demi menjalankan tugas.

Di sisi lain, Kala mendadak kambuh keisengannya.

"SUBUH SUBUH SUBUH!" teriak Kala di dekat sang adik dan Queen yang tengah berada di sebelah jendela.

"ALLAHU AKBAR! SUARA LU, KALANDRA SHAQIL AL AYYUBI!" teriak Queen.

Kala terbahak sementara Queen yang mengantuk mendadak melek.

"Mas, kok ngagetin sih," protes Nuansa, tetapi tetap dengan nada suara lembutnya.

"Biar melek semua. Udah jam segini masih ngantuk. Semalem kebanyakan ghibah sih," kata Kala.

"Enggak gitu tahu. Pas kamu suruh aku tidur, aku langsung tidur kok. Tapi emang badanku lagi nggak enak, jadi bawaannya ngantuk mulu. Masih ada hawa-hawa tipes kemarin." Queen membela diri.

"Alesan."

"Serius ih. Tanya aja sama adekku," ucap Queen sembari merangkul Nuansa.

Kala menatap adiknya. Nuansa membenarkan ucapan Queen. "Iya, Queen semalam langsung tidur kok, Mas. Aku sama Alma yang agak telat. Kamj ngobrol dulu."

"Tuh kan. Kamu harus belajar buat lebih halus lagi sama Nuan. Biar besok istrimu nggak jantungan. Ya kali bangunin istri kayak bangunin orang sahur sekampung. Bukannya bangun, malahan bisa bablas meninggal istrimu," sindir Queen.

Kala memasang tampang sok judesnya. "Nggak usah ceramah. Yang ada kamu itu yang belajar sama Nuan. Mana ada laki-laki yang tahan punya istri galaknya melebihi Jin Ifrid begitu. Bawel, kasar, suka protes. Nggak punya wife material blass."

"Biarin, sorry to say, gue emang kagak minat nikah. So, i don't care meski nggak ada cowok ngelirik gue. Lagian, mana ada yang mau jadi ipar dari abang-abang gue! Meski gue berubah jadi kayak Nuansa, kagak ada yang bakal berani ngelamar gue!"

Egi dan Iqdam mendengar obrolan itu.

"Bener sih, Mbak Queen. Setinggi apapun pangkat kami nanti, nggak bakal berani ngelamar Mbak. Segen sama Pak Kapolres sama Pak Dandim. Belum lagi sama tiga abangnya yang lain. Duh, kiamat udah dekat rasanya," ucap Egi.

Queen mendesah berat. "Kagak usah diperjelas, please. Gue udah paham betul soal hal itu."

Nuansa mengambil suara. "Udah, udah, ayo kita salat subuh dulu. Satu hal yang pasti, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kita punya Allah. Tenang aja. Semua sudah diatur. Apalagi soal jodoh. Pasrah aja. Yakin kalau yang sudah tertulis di Lauhul Mahtudz itu yang terbaik untuk kita. Yuk berangkat ke masjid."

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang